TOLERANSI DAN INTOLERANSI

PENJERNIHAN MAKNA
#TOLERANSI DAN #INTOLERANSI


Maafkan aku untuk alasanku menulis hari ini
sedikit ada kekesalan di hati
sedikit ada kegelisahan bergelayut di pikiran
ada muatan emosi yang sedikit tersisip

aku tak tahu harus menumpahkannya bagaimana
aku tak tahu cara dan kata kata yang seperti apa yang wajar ku ungkap

namun aku hanya ingin mengungkapkan fakta dan realita secara jujur
bahwa bumi memang mungkin sudah tua
orang-orangnya pun memang sudah semakin tua dan kolot atau mungkin tergilas modernitas namun kehilangan jati diri
jadi pikiran tertinggal dan sedikit primitif

intoleransi semakin memuncak dan semua ingin mempertahankan diri paling benar, paling mulia dan segalanya dianggap salah apabila tak sejalan
bagiku ini bukan persoalan minoritas dan mayoritas
ini tentang sikap hati dan kedewasaan logika
setiap orang merasa berhak untuk menyerang
setiap orang merasa berhak untuk marah
setiap orang merasa berhak untuk kecewa dan melepas hujatan
setiap orang merasa berhak untuk mengintimidasi
setiap orang merasa berhak untuk dibela

mengapa manusia seringkali mempertahankan haknya hingga menjemput ajal dan kematiannya?
hingga tak jarang ajal dan kematian dari kesetaraan yang terjadi, ajal dan kematian dari keadilan sosial yang dikebumikan
semua ingin dihormati hak-haknya
semua ingin dibenarkan hak-haknya
mengapa?
mengapa kebanyakan orang seolah berebut untuk menjadi korban?
dan mengapa banyak orang berlomba untuk menuding orang lain dan melemparkan permusuhan?
mengapa banyak orang berambisi untuk menjadikan orang lain sebagai pelaku?
sehingga orang lain lebih terlihat jahat dibanding dirinya?
mengapa tidak ada yang berani mengangkat tangan dan mengakui kesalahan?
sekalipun ada yang berani bertanggung jawab atas kesalahan dan memohon maaf
hujatan dan caci maki semakin menjadi-jadi, seolah dialah manusia yang sungguh sangat hina dan paling berdosa di bumi ini
mengapa banyak orang yang tidak pernah mengakui kesalahannya meskipun 1%,  dalam hidupnya lebih terlihat mulia dan terpandang?

mengapa???????
hal itu bukan lagi terjadi disebabkan oleh karena hal fisik,kekuasaan, makanan, atau penyakit sosial lainnya
tapi sudah merambah hingga tingkat yang paling ekstrim yaitu telah menyentuh kehidupan beragama
aku bisa pahami bagaimana penyakit sosial itu timbul karena penyakit batin dan fisik yang terluka
dimana kebutuhan dasar tidak lagi terpenuhi maka terjadilah kecemburuan sosial, dendam, dan ambisi untuk mendapatkan kembali haknya yang 'seolah' dirampas

tetapi, mengapa bisa permusuhan terjadi hingga menyentuh kehidupan beragama?
bukankah agama tentang aturan yang dibuat agar manusia hidup teratur?
aturan yang dititahkan oleh entitas yang jauh lebih tinggi derajatnya dari manusia
ya! agama mengakui dan menyebutnya sebagai tuan diatas segalanya
maka tercipta kata Tuhan dalam bahasa manusia, dan lazim disebut Allah dalam bahasa yang lain
tetapi karena aturan yang agung inipun oleh manusia yang sudah cacat sejak semula,
dijadikan landasan untuk membenarkan kejahatan sosial, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan psikologis

aku hanya penasaran, apa akarnya?
segala hal di dunia ini bisa dipelintir sekehendak manusia itu sendiri
karena akal dan kecerdasannya melebihi makhluk lainnya 'katanya'
tapi aku rasa ada budi yang diberikan Sang pencipta kepada manusia
ada 'rasa' dan ada keluhuran yang diamanatkan
kemana perginya itu semua?

aku akan memaparkan sedikit cerita untuk memudahkan kita membayangkan sejauh apa kejahatan sosial, kemanusiaan dan psikologis yang disebabkan oleh 'gengsi' paling benar ini
dan untuk lebih memudahkan agar tidak menyinggung siapapun di seluruh dunia ini, aku akan meminjam istilah 'minoritas' dan mayoritas' berdasarkan suatu negara
seorang bayi lahir di suatu keluarga yang bergolongan minoritas menurut bangsanya
kedua orang tuanya berasal dari golongan minoritas yang sudah diwariskan oleh leluhurnya
bayi yang lahir tersebut dibesarkan di tengah keluarga besar yang juga menganut agama minoritas
setiap hari ia diajarkan berdoa dan membaca kitab suci oleh orang tuanya
setiap hari ia diajarkan hidup sesuai dengan tradisi dan kebiasaan keluarganya
dengan harapan bayi ini tumbuh sehat baik secara jasmani maupun rohaninya

waktu berlalu hingga tiba masanya ia duduk di bangku sekolah dasar
lingkungan yang asing baginya, yang terdiri dari berbagai macam orang dan berbagai latar belakang
lingkungan yang akhirnya mengajarkan dia makna 'berbeda'
ia tidak sama dengan lingkungannya yang mayoritas
anak-anak lain juga merasa asing, karena di tengah-tengah mereka harus ada anak yang 'berbeda'
mereka kaku dan tidak tahu harus bagaimana
karena yang mereka tahu hanya bermain, maka bermainlah mereka bersama

namun suatu ketika si anak yang 'berbeda' ini melakukan kesalahan seperti anak pada umumnya
tetapi hal itu menjadi suatu hal yang lucu, dan akhirnya menjadi bahan candaan setiap waktu
hal itu masih bisa diterima oleh anak 'berbeda' ini
namun, makin lama candaan itu makin mengintimidasinya dengan perlakuan dan pengucilan yang dilakukan
bukan hanya tentang kesalahan yang diungkit lagi, namun juga menyentuh kehidupan pribadinya dan agama yang diikutinya

anak-anak ini sebenarnya belum cukup tahu apa makna agama dalam hidupnya
sejauh mana agama akan membentuk mental, pemikiran dan perilakunya
serta ketaatannya dan kesadaranNya terhadap Sang Pencipta
yang ia tahu adalah agama sebagai perintah orang tuanya untuk melakukannya
dan saat ia dikucilkan karena melakukan perintah orang tuanya,
apa yang ia rasakan?
apa yang ia tangkap?
bukankah yang mereka tangkap adalah makna visual dan makna auditorik?
mereka belum bisa menangkap utuh pemahaman konseptual saat itu
yang membekas di ingatan dan batinnya adalah visualisasi dari ekspresi teman-temannya yang memicingkan mata terhadapnya
perilaku menjauhi, menghindarinya, dan nada-nada kata kasar 'pembeda' yang terus dilemparkan kepadanya
tetapi, tahukah bahwa anak-anak ini akan terus tumbuh berdasarkan percontohan dan pengalaman?
percontohan dan pengalaman yang seperti apa?

percontohan mengucilkan, didapat anak darimana?
percontohan membedakan, didapat anak darimana?
percontohan caci maki, didapat anak darimana?
percontohan ejekan, didapat anak darimana?
percontohan kekerasan verbal dan fisik, didapat anak darimana?

pengalaman sakit hati, didapat anak darimana?
pengalaman terluka, didapat anak darimana?
pengalaman tertolak, didapat anak darimana?
pengalaman dilecehkan, didapat anak darimana?
pengalaman traumatik, didapat anak darimana?

kita semua, manusia di muka bumi ini berkesempatan dan berpeluang besar untuk menjadi
anak yang lahir dan tumbuh besar di negara yang akan mengidentikkan golongan 'mayoritas' dan 'minoritas'
kita semua tidak bisa memilih akan hidup dengan latar belakang yang seperti apa
lantas, patutkah kita mengecam dan mempersalahkan anak yang berbeda ketika ia tidak bisa memilih hidup sebagai minor atau mayor di negaranya?
lantas, patutkah kita mengecam dan mempersalahkan anak yang homogen ketika ia berperilaku kasar terhadap sesamanya yang berbeda karena ketidaktahuannya bersikap?
kita tidak patut, karena keberadaan kita adalah ketentuan dari Sang Penentu
lantas patutkah kita menyombongkan diri dan merampas hak orang lain saat kita mayor dan homogen?
lantas patutkah kita merendahkan diri dan meminta hak kita saat kita minor dan berbeda?
kita tidak patut, karena Hak pemberian dan pengambilan ada pada tangan Sang Pencipta

maukah kita melepaskan semuanya?
demi kemanusiaan sejati, demi kesejahteraan psikologis, demi keadilan sosial?
meskipun manusia tidak bisa memilih akan lahir di latar belakang yang bagaimana
namun mereka diberi hak dan kesempatan oleh Sang Pencipta untuk menentukan bagaimana menjalani hidup
hidup dengan kebaikan dan kedamaian, atau hidup dengan kejahatan dan kekerasan?
saat dicontohkan hal yang tidak benar, kita tetap bisa memilih untuk tidak melakukannya
saat terjadi pengalaman yang menyakitkan, kita tetap bisa memilih untuk memaafkan dan tidak membalas
saat segala hal buruk tampak terjadi berulang-ulang, kita tetap bisa memilih untuk tenang dan membesarkan hati
serta melepaskan hak apapun yang kita 'anggap' kita 'miliki

apakah kata-kataku tampak terlalu mudah, tetapi sulit untuk diterima?
ketahuilah,
cerita tentang anak kecil yang 'berbeda' itu adalah aku
sejak di bangku taman kanak-kanak, cemoohan tentang identitas imanku tak terhindarkan
hingga di bangku sekolah dasar, penolakan massa yang sangat besar dan penghancuran tempat ibadah tak terelakkan
sampai akhirnya aku terhempas di tempat lain yang asing bagiku dan aku harus beradaptasi dengan ratusan anak-anak lain yang juga membedakan ku
jika saja aku mempertahankan hakku untuk marah dan meminta hakku untuk dihargai
bukankah aku akan hidup dalam dendam dan penuntutan selamanya?
suatu kata yang saat itu aku tak mengerti, namun terus diucapkan di telingaku dan di depan wajahku dengan sinis, 'kafir'!
aku terluka? ya!
aku menangis? ya!
tapi aku diam
aku lemah? mungkin
aku bodoh? mungkin
tapi sedikitpun aku tak membuka mulutku untuk membela

namun waktu yang terus bergulir, dan proses yang ku jalani menunjukkan kepadaku bahwa aku tidak punya hak untuk melakukan pembalasan dan tidak punya hak untuk meminta penghargaan
karena aku manusia yang sama, yang diciptakan oleh kehendak ilahi, dan peluangku sama dengan mereka yang dikehendaki menjadi 'mayor'
karena aku menyadari hidup dalam kedamaian hati dan ketenangan itu jauh lebih memperpanjang usia
kini aku memaafkan bukan karena perintah agama, dan bukan karena perintah orang tua lagi
aku memaafkan karena kesadaran penuh akan ketidaklayakan ku
dan karena ampunan yang telah diberi oleh Sang Penciptaku terlebih dahulu, bahkan ketika hatiku masih penuh dengan luka dan borok saat mempertahankan egoku
aku memaafkan karena aku belajar melihat dengan kasih, dunia yang sangat cacat saat manusia penuh dengan kebencian melakukan kejahatan atas nama 'kebenaran'
bagiku, tidak peduli identitasku di negara manapun, yang mungkin akan diberi label sebagai seorang miskin, 'kafir' , kulit hitam, atau membaca kitab suci yang palsu,
aku tidak peduli dan tidak mempertahankan hakku untuk membela
yang aku pedulikan apakah aku hidup baik dan teratur, sebaik dan seteratur prinsip aturan yang mendasari ku.
apakah aku hidup damai dan tenang, sedamai dan setenang, nilai-nilai yang membesarkanku,
sejauh ini, dan sedalam inilah pemikiranku tentang toleransi dan intoleransi kemanusiaan di muka bumi yang ku pijak. .

Pada akhirnya aku menyadari, bahwa benar batas antara toleransi dan intoleransi terhadap keberadaan manusia lain adalah bergantung pada masing-masing manusianya.
Dan yang aku sadari juga, bahwa daya lenting setiap manusia berbeda terhadap penerimaan keberadaan orang lain. 
Maka aku pun tak memiliki hak untuk memaksa, menghakimi, atau meminta toleransi atau intoleransi kepada orang lain.
Sikap hatiku adalah menghargai dengan tulus kelentingan yang berbeda itu.



Comments

Popular posts from this blog

CARA SKORING TES PSIKOLOGI VSMS

Laporan dan Deskripsi Observasi VSMS

Analisis Film menurut Teori Psikologi Sosial