PROPOSAL PENELITIAN: PERILAKU PACARAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR (part 1)
PERILAKU
PACARAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI TINJAU DARI PERANAN SINETRON
REMAJA
PROPOSAL
PENELITIAN
Diajukan sebagai tugas UTS
Mata Kuliah Metode Penelitian
Kualitatif
Dosen
Pengampu
Dwi Nurhayati Adhani, M.Psi,
Psikolog
Oleh:
Trias Novita Ellsadayna
120541100031
Prodi
Psikologi Universitas Trunojoyo Madura
2014
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan hikmat dan berkat –Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Perilaku Pacaran Pada Anak
Usia Sekolah Dasar Kelas 5 Di Tinjau Dari Peranan Sinetron Remaja Di Sekolah
Dasar Negeri Antirogo 2 Kabupaten Jember” dengan lancar. Proposal ini disusun guna
memenuhi tugas Ujian Tengah Semester IV Mata Kuliah Metode Penelitian
Kualitatif.
Berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
- Dwi Nurhayati
Adhani M.Psi, Psikolog sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Metode
Penelitian Kualitatif sekaligus sebagai dosen pembimbing.
- Orangtua
yang telah mendoakan, mendampingi dan mendukung dalam pengerjaan tugas
ini.
3. Teman-teman
yang memberikan semangat dan inspirasi pada
penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis mengharapkan
proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca
pada umumnya untuk pengembangan dalam dunia pendidikan di masa yang akan
datang.
Bangkalan,
15 April 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR.....................................................................................
ii
DAFTAR ISI...................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1
Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2
Identifikasi Masalah ...................................................................... 4
1.3
Signifikansi Penelitian ................................................................... 4
1.4
Rumusan Masalah...........................................................................
5
1.5
Tujuan ............................................................................................ 5
1.6
Manfaat .......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6
2.1
Perilaku Pacaran ............................................................................. 6
2.2
Anak Usia Sekolah Dasar .............................................................. 7
2.3
Televisi dan Sinetron Remaja ........................................................ 9
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 12
3.1
Pengertian Metode Penelitian ........................................................ 12
3.2
Jenis Penelitian................................................................................
13
3.3
Pendekatan Penelitian .................................................................... 13
3.4
Metode Penentuan Subjek Penelitian ............................................ 14
3.5
Jenis dan Sumber Data .................................................................. 14
3.6
Metode Pengumpulan Data ........................................................... 15
3.7
Metode Pengolahan Data .............................................................. 17
3.8
Metode Analisis Data .................................................................... 18
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era
globalisasi identik dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan yang cepat menuntut manusia untuk peka terhadap perubahan zaman
yang diakibatkannya. Maka tidak heran, apabila terjadi perbedaan antara manusia
di satu dekade terakhir dengan manusia yang lahir di dekade sebelumnya.
Perubahan yang dialami oleh manusia tidak hanya dalam pertumbuhan secara fisik,
namun juga dalam perkembangan mental, sosial dan emosional manusia mengalami
perkembangan pesat seiring dengan kemajuan zaman.
Kemajuan
zaman juga menawarkan berbagai bentuk hiburan untuk bisa dinikmati oleh manusia
dari kalangan apa saja, dan dari usia berapa saja. Hal ini didukung oleh
pemanfaatan teknologi dalam media massa yang menyajikan berbagai bentuk hiburan
dan dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan mental, sosial
dan emosional manusia. Teknologi komunikasi dan informasi yang semakin canggih menjadi
daya tarik tersendiri bagi dunia anak. Fitur-fitur yang ditawarkan baik secara
visual, audio, maupun verbal membuat anak memperoleh kesenangan dengan cepat,
tanpa mengeluarkan usaha yang maksimal, anak dapat dimanjakan dengan
hiburan-hiburan yang disenanginya. Salah satu contoh dari perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang menawarkan hiburan audiovisual adalah
televisi.
Media
televisi menjadi media yang dapat memberikan berbagai macam informasi secara
cepat dan mudah diingat karena keunggulannya dalam memanfaatkan kemampuan
audiovisual. Hampir semua keluarga memiliki minimal satu televisi di rumah, hal
ini membuat masyarakat dapat mengikuti berbagai macam perkembangan yang terjadi
baik di dalam maupun di luar daerahnya. Trend program dalam dunia pertelevisian
menjadi daya tarik minat masyarakat, mulai dari sinetron, film layar lebar,
Ftv, talkshow dll. Aktivitas menonton televisi menjadi keseharian dari
masyarakat, ini juga mempengaruhi anak ketika ia beraktivitas di dalam rumah.
Tanpa disadari, televisi menjadi sahabat karib anak-anak, sejak mulai pagi
hari, sampai tengah malam berbagai macam program televisi terus-menerus tayang
secara reguler.
Di Indonesia kurang
lebih ada 12 stasiun televisi nasional yang mengudara, dan semua stasiun
televisi tersebut berlomba menyuguhkan tayangan hiburan yang menarik bagi masyarakat
dan tentu saja dapat ditonton juga oleh anak. Dari sekian banyak tayangan yang ditawarkan,
salah satu tayangan yang banyak menarik minat anak-anak adalah sinetron remaja.
Tayangan televisi ini menggunakan figur artis yang banyak diidolakan oleh anak-anak,
dan tayang secara reguler setiap hari terutama pada saat jam belajar anak. Ariani
berpendapat (dalam Deblot, 2006)1 harus diakui bahwa saat ini banyak
sinetron yang menarik perhatian anak-anak terutama mereka yang akan memasuki
masa puber yaitu anak SD kelas 4 sampai kelas 6. Anak dalam masa ini adalah
anak yang sedang mencari identitas, mulai mencari figur selain orangtuanya.
Pencarian idola yang akan ditiru ini dilakukan melalui menonton sinetron
remaja. Sinetron atau Sinema elektronik adalah sandiwara bersambung yang
disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita tentang
kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik. Sinetron diawali dengan
perkenalan tokoh-tokoh yang memiliki karakter khas masing-masing. Akhir dari suatu
sinetron bisa bahagia, bisa juga sedih, tergantung dari alur cerita yang
ditentukan oleh penulis skenario. Kemunculan sinetron pertama kali diharapkan
dapat memberikan pembelajaran yang edukatif kepada anak dan dapat dinikmati
ketika waktu senggang anak.
Namun dalam perkembangannya, sinetron
kian hari kian menjadi sebuah kebutuhan penting meskipun muatan sinetron remaja
akhir-akhir ini dianggap sebagai tontonan yang berpotensi merusak tatanan
sosial budaya yang ada.
Anak sangat mudah
menangkap pesan dan meniru jika pesan atau informasi itu menarik baginya.
Ketika anak menonton televisi maka sel-sel reseptor dan memori sensori anak
aktif secara optimal sehingga mereka mampu berimajinasi dan mengingat cerita serta
image yang dibangun dalam sinetron remaja yang ditontonnya. Anak akan mulai
mengobservasi perilaku aktor atau aktris dalam sinetron, kemudian akan
mengimitasi segala perilaku, gaya dan kehidupan yang digambarkan dalam sinetron.
Perilaku imitasi yang dilakukan oleh anak ketika menonton sinetron remaja
adalah manifestasi dari proses psikologis yang merentang dari persepsi sampai
dengan sikap. Suatu rangsangan dalam bentuk sinetron dipersepsi kemudian
dimaknai berdasarkan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Jika
tayangan tersebut menarik baginya, stimulus tayangan itu akan dihayati dan
membentuk sebuah sikap. Sikap inilah yang secara kuat memberikan bobot dan warna
kepada pelaku. Kegiatan meniru ini disebabkan oleh kemampuan daya kritis yang
terbatas. Anak belum mampu untuk mengkritisi tayangan yang ditontonnya, anak
belum pandai menyaring hal yang baik dan buruk untuk dilakukan, dan masih sulit
membedakan tayangan yang fiktif dan tayangan yang memang kisah nyata.

2 Warandina, Imanuella Intan.2009.Dampak Negatif Sinetron Bagi
Anak-anak usia sekolah dasar. Skripsi (tidak diterbitkan).Semarang : Fakultas
Psikolohi Universitas Katolik Soegijapranata
remaja yang mewah, hedonis, dan
pergaulan yang bebas tidak sesuai dengan kenyataan. Seringkali dalam sinetron
tersebut para aktor dan aktrisnya berakting tidak sesuai dengan usianya, namun
lebih memerankan karakter orang dewasa dalam tubuh yang kecil. Sering terlihat
seorang anak SD yang diperankan, berdandan terlalu berlebihan, ditambah dengan
sikap dan bahasa tubuhnya ketika berhadapan dengan lawan jenis yang
menyimbolkan kedekatan yang tidak wajar untuk anak seusianya.
Kebiasaan menonton
sinetron remaja lambat laun akan mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional
anak-anak yang menontonnya. Salah satu dampak yang besar adalah kemungkinan
muncul anak-anak yang matang secara seksual lebih cepat. Gizi yang bagus, dan
stimulus dari televisi yang tidak sesuai dengan usia anak, membuat anak yang
memiliki rasa ingin tahu tinggi menjadi meniru dan mencoba melakukan apa yang
mereka lihat. Adegan pacaran seperti dalam sinetron yaitu bermesraan di depan
umum, berpelukan bahkan berciuman menjadi sebuah tontonan yang biasa bagi
mereka. Anak-anak menyerap gaya hidup, pergaulan seperti yang nampak dalam sinetron.
Bahkan dalam perilaku berpacaran, seorang anak SD berani menyatakan rasa
sukanya pada seorang siswa SMA atau malah kepada gurunya karena terinspirasi
adegan sinetron TV yang ditontonnya.
1.2 Identifikasi Masalah
Perlunya identifikasi
terhadap permasalahan yang hendak diangkat menjadi sebuah bahan kajian topik
merupakan hal penting dalam menyusun suatu karya ilmiah, hal ini dilakukan guna
mempermudah penulis untuk menganalisis suatu isu yang sedang berkembang di
masyarakat dan hendak merumuskannya didalam suatu rumusan yang baku agar dapat
dikaji secara sistematis dan ilmiah. Adapun permasalahan berakar dari adanya kepekaan
peneliti terhadap fenomena pacaran yang terjadi pada anak usia sekolah dasar.
Penyebab utama mereka mengenal kata pacaran dan perilakunya adalah dari
informasi yang didapatnya melalui tayangan sinetron remaja di televisi.
1.3 Signifikasi Penelitian
Signifikansi dari penelitian ini adalah munculnya
sebuah penjelasan yang
teoritis mengenai fenomena pacaran di
usia sekolah dasar, menelaah secara lebih mendalam faktor penyebabnya dan
mengidentifikasi karakteristik perilaku pacaran sejak anak masih duduk di
sekolah dasar. Untuk mencapai signifikansi penelitian maka antara lain
signifikansi yang dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Memperoleh
data mengenai subyek di SDN Antirogo 2 Jember yang telah menjalin hubungan
pacaran dengan pasangannya.
2. Memperoleh
informasi mengenai data pribadi subyek dan kehidupan sehari-harinya selama di
lingkungan rumah dan di lingkungan sekolah.
3. Memperoleh
informasi dari orang tua dan gurunya serta dari pengamatan langsung dari
peneliti mengenai perilaku sehari-hari yang ditunjukkannya ketika bersama
pasangannya.
4. Memperoleh
informasi mengenai alasan-alasan dan perasaannya ketika menjalin hubungan
dengan pasangannya.
1.4 Rumusan Masalah
Permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku pacaran anak usia sekolah dasar ditinjau dari peranan sinetron remaja yang ditontonnya
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku pacaran anak usia sekolah dasar
yang dipengaruhi oleh sinetron remaja di Sekolah Dasar Negeri Antirogo 2,
Kabupaten Jember.
1.6 Manfaat Penelitian
- Manfaat
Teoritis
Penelitian ini
diharapkan dapat memajukan bidang ilmu Psikologi, terutama Psikologi
Perkembangan dan Psikologi Sosial.
- Manfaat
Praktis
Penelitian ini
diharapkan dapat memberi manfaat bagi para orang tua, pendidik dan kru media
televisi agar dapat lebih selektif dalam menyajikan program tontonan bagi anak
usia sekolah dasar untuk menimilaisir perilaku mental yang matang sebelum
waktunya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Perilaku Pacaran
Perilaku manusia dapat
diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil dapat dibedakan
dengan manusia lainnya. Perilaku itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu
bentuk respon dari stimulus yang timbul dan manusia merupakan gabungan dari
jiwa dan raga yang memiliki sifat-sifat tertentu dan unik. (Tirta Raharja U. dkk
…2000. Pengantar pendidikan; Jakarta: Rieneka Cipta. Bagian Hakekat manusia dan
pengembangan)3. Menurut Beerlins (1951:43)4 manusia
adalah makhluk yang serba terhubung dengan masyarakat, lingkungan dirinya
sendiri dan Tuhan. Pada dasarnya perilaku manusia dapat terbentuk akibat adanya
stimulus yang diberikan, stimulus yang datang akan direspon dalam bentuk
perilaku yang ditunjukan, perilaku itu sendiri dapat berbentuk positif atau
negatif tergantung pada stimulus yang datang.
Menurut Reksoprojo
(2000)5 berpacaran merupakan suatu hubungan yang tumbuh di antara
anak laki-laki dan perempuan yang menuju kedewasaan. Pacaran merupakan masa
pencarian pasangan, penjajakan, dan pemahaman akan berbagai sifat yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan. Disebut pula sebagai masa penjajakan ketika
masing-masing pihak mencoba untuk saling mengerti kepribadian pasangannya. Hal
ini terjadi sebelum mereka melanjutkan hubungan lebih jauh lagi ke jenjang
pernikahan. (Arman, 1994)6
Pacaran
adalah pergaulan yang terbatas antara muda-mudi dengan menekankan pengelompokan
yang kompak dan berarti khusus, ditandai dengan adanya perasaan bergelora dan
perjemuan (Gunarsa dan Gunarsa, 1985)7. Pacaran atau dating adalah
interaksi heteroseksual yang didasari rasa cinta, kasih dan sayang serta saling
memberi dan melengkapi pasangannya. Menurut Degenova & Rice (2005: 112)8
pacaran adalah menjalankan suatu hubungan di mana dua orang bertemu dan
melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat mengenal satu sama lain.
Stenberg (1996)9 mendefinisikan pacaran sebagai orang yang dekat
dengan seseorang tetapi bukan saudara, dalam hubungannya terdapat cinta yang
bermuatan keintiman, nafsu dan komitmen. Hubungan berpacaran didasari oleh
beberapa tujuan.
Menurut
pernyataan-pernyatan para ahli di atas, berpacaran adalah serangkaian aktivitas
bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan dan
keterbukaan diri) serta adanya ketertarikan emosi antara pria dan wanita yang
belum menikah dengan tujuan saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu
sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa perilaku pacaran terbentuk akibat adanya stimulus yang menyenangkan yang diberikan
atau yang datang dan didasari rasa cinta, kasih sayang kemudian stimulus itu direspon
dalam bentuk perilaku yang ditunjukan dengan cara saling memberi perhatian,
melengkapi kebutuhan orang yang memberikan stimulus, dan keduanya saling
memberikan respon yang positif serta berkomitmen untuk melakukan serangkaian
aktivitas bersama-sama.
2.2
Anak Usia Sekolah Dasar
Anak
usia sekolah adalah anak yang berada dalam rentang perkembangan antara masa
kanak-kanak awal sampai dengan masa kanak-kanak akhir. Di dalam setiap masa,
anak memiliki tahap perkembangan dan tugas perkembangan yang berbeda. Perbedaan
ini antara lain terjadi pada fungsi perkembangan kognitif dan perkembangan
moralnya. Charlotte Buhler membagi fase perkembangan menjadi lima fase, dan anak usia sekolah
dasar masuk ke dalam fase yang ketiga dan fase yang keempat. Pada fase
ketiga (5-8 Tahun), anak mulai bersosialisasi, pada masa ini anak mulai
memasuki masyarakat luas, misalnya Taman Kanak-kanak, pergaulan dengan teman
sepermainan, dan Sekolah Dasar, yang penting dari fase ini adalah
berlangsungnya sosialisasi. Sedangkan pada fase keempat (9-11 Tahun), anak mencapai objektivitas tertinggi,
mereka suka menyelidik, mencoba dan bereksperimen yang distimulasi oleh
dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Hal ini menekankan
bahwa sejak
usia 5 sampai 11 tahun, anak sudah berada di lingkungan luar rumah yaitu
sekolah.
Masa
usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian
sekolah. Pada umumnya, anak mulai matang untuk berada di lingkungan sekolah
dasar adalah pada usia 6 atau 7 tahun (Ahmadi, Soleh. 2005, hal.38)10.
Menurut Sujanto (1984, hal 74)11 masa ini disebut juga Masa Anak
Sekolah, matang untuk belajar, maupun masa matang untuk sekolah. Disebut masa
anak sekolah, karena mereka telah menamatkan taman kanak-kanak sebagai lembaga
persiapan bersekolah yang sebenarnya. Disebut masa matang untuk belajar karena
mereka sudah berusaha untuk mencapai sesuatu sebagai perkembangan aktivitas
bermain yang bertujuan untuk mendapatkan eksenangan. Disebut masa matang untuk
bersekolah, karena mereka sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru yang
diberikan oleh sekolah.
Adapun
perkembangan jiwa anak pada masa sekolah ini, menurut Ahmadi dan Soleh (2005.
Hal 111-112)12 antara lain:
- Adanya
keinginan yang cukup tinggi, terutama yang menyangkut perkembangan
intelektual anak, biasanya dalam bentuk pertanyaan atau senang melakukan
percobaan-percobaan
- Energi yang
melimpah, sehingga kadangkala anak itu tidak memerdulikan bahwa dirinya
lelah atau capek. Karena energi yang cukup inilah yang menjadi sumber
potensi dan dorongan belajar
- Perasaan
sosial yang berkembang pesat, sehingga anak menyukai untuk mematuhi grup
teman sebayanya (peer group), anak lebih suka mementingkan peer groupnya
daripada orang tuanya.
- Sudah dapt
berpikir secara abstrak, sehingga memungkinkan bagi anak untuk menerima
hal-hal yang berupa teori ataupun norma-norma tertentu
- Minat
istimewanya tertuju pada kegemaran dirinya (gemar bermain gitar, pelihara
binatang, dan lain-lain) yang mengakibatkan anak melalaikan tugas
sekolahya
- Adanya
kekejaman yaitu: “Perhatian anak ditujukan pada dunia luar, akan tetapi
dirinya tidak mendapat perhatian, saat itu juga anak belum mengenal jiwa
orang lain.” Akibatnya anak berlaku kejam kepada orang lain, tetapi anak
belum menyadari tindakan kekejamannya itu.
Anak yang memasuki
sekolah dasar mulai dikembangkan daya pikirnya. Sekolah memberikan pengaruh
sistematis dalam pembentukan akal budi, pengetahuan, ketrampilan dan
kebiasaan-kebiasaan tertentu. Hasrat untuk mengetahui realitas benda dan
peristiwa-peristiwa terus mendorong anak untuk meneliti dan melakukan berbagai
eksperimen. Minat anak pada dekade ini lebih banyak dipusatkan pada sesuatu
yang bergerak dinamis. Segala sesuatu yang aktif dan bergerak akan sangat
menarik perhatian anak (Kartono, 1995, hal.138)13. Kecenderungan
tertarik terhadap sesuatu yang bergerak juga ditemui dalam hal memuaskan
kesenangan anak. Anak merasa senang ketika ia mendapat hiburang yang menarik
dan sesuai dengannya. Salah satu jenis media yang dapat memenuhi kebutuhan dan
minat anak karena memiliki objek yang bergerak dan suara yang mendukung adalah
televisi.
2.3
Televisi dan Sinetron Remaja
Televisi
berasal dari dua kata yang berbeda yaitu “Tele” yang berarti jauh dan “Visi”
yang berarti penglihatan. Dengan demikian televisi dapat diartikan dengan
melihat jauh. Melihat jauh dalam hal ini mempunyai pengertian melihat gambar
ataupun mendengar suara yang diproduksi di suatu tempat melalui suatu alat / perangkat
(Wahyudi, 1986 : 49)14. Sebagai media elektronik, televisi memiliki
ciri – ciri seperti yang diebutkan (Effendy, 1984 : 24)15 yakni
berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum,
sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikasinya heterogen. Para pembina
televisi (television watcher, TV Viewer) adalah sasaran komunikasi melalui
televisi siaran yang karena heterogen masing – masing mempunyai kerangka acuan
(Frame of reference) yang berbeda satu sama lain. Mereka juga bukan saja dalam
usia dan jenis kelamin, tetapi juga dalam latar belakang sosial dan kebudayaan
sehingga pada gilirannya berbeda pula dalam pekerjaan, pandangan hidup, agama,
pendidikan, cita-cita, keinginan, kesenangan dan lain sebagainya (Effendy, 1984
: 73)16.
Sinetron pada dasarnya
merupakan “soap opera”, sebuah siaran drama berseri di radio Amerika pada
sekitar 1930-an. Opera sabun ini baru masuk ke televisi di era 50-an. Istilah
“sinetron” di Indonesia merupakan singkatan dari “sinema elektronik” dan
disebutkan bahwa yang pertama kali mencetuskan istilah tersebut adalah
Soemardjono (pendiri Institut Kesnian Jakarta). Sinetron merupakan suatu
tayangan yang berisikan tentang kehidupan manusia yang dianggap mewakili citra
atau identitas komunitas tertentu yang ditata sedemikian rupa sehingga hasilnya
menarik perhatian dan memikat hati penontonnya. Hal ini memungkinkan
bertambahnya durasi atau jam tayang sinetron-sinetron lokal. Hal inilah yang
membedakan sinetron dengan film, jika film berdurasi pendek dan tidak berlanjut
menjadi beberapa seri, maka sinetron bisa memiliki banyak seri. Kebanyakan
sinetron-sinetron yang kita lihat di televisi bertemakan tentang dunia remaja,
percintaan, persahabatan dan kekayaan.
Menurut AGB Nielsen (2007)17, ibu rumah tangga
merupakan kalangan yang paling banyak menonton tayangan sinetron. Hal ini
didukung dengan pernyataan Andini Wijendru, Manajer Media Client Services
Nielsen, bahwa sebagian besar penonton sinetron adalah wanita berusia 30 tahun
ke atas dari kelas menengah ke bawah. Dikatakan juga bahwa 55 persen pemirsa TV
merupakan perempuan usia 10-24 tahun, 27 persennya merupakan siswi SMA dan 20
persennya siswi SD. (http://www.gemari.or.id/detail.php?id=2969)18
Dari
data tersebut dapat diketahui minat siswa SD terhadap sinetron cukup besar,
selain karena sinetron remaja memuat unsur drama dan cerita yang menarik bagi
anak, sinetron ini juga menampilkan figur artis yang dalam kategori ABG dan
populer di kalangan anak-anak. Setting yang digunakan dalam sinetron remaja adalah
setting di sekolah dengan pakaian seragam serba minim, setting di mall dan di
rumah yang mewah. Karakter yang khas dalam semua sinetron remaja adalah adanya
peer group yang kuat atau dalam istilah remaja disebut geng, ada geng yang
diketuai oleh pemeran antagonis, dan ada kelompok yang tertindas sebagai peran
protagonisnya. Hal-hal yang digunakan sebagai pemicu konflik di antara remaja
ini adalah konflik mengenai popularitas di sekolah, perebutan cinta dan
perhatian antara tokoh antagonis dengan protagonis, adanya aksi pembalasan
dendam satu dengan yang lain. Di dalam sinetron remaja juga menyajikan kesan
masa-masa ABG yang penuh dengan pencarian jati diri dan cinta dari sesama
temannya, hal ini juga dimanifestasikan dalam adegan pacaran atau saling rayu,
saling mencari perhatian misal dengan adanya adegan memeluk di depan umum,
mengusap air mata ketika ada tokoh yang sedih di depan unum, saling menatap
mata dalam waktu yang lama, menggendong di depan umum dan banyak hal lain yang
memamerkan keromantisan-keromantisan ala ABG yang tidak semestinya ditonton
oleh anak-anak usia sekolah dasar.
Dari sekian banyak sinetron
remaja yang bermunculan di televisi, dapat ditarik sebuah benang merah mengenai
ciri-ciri atau stereotipnya yang sama secara signifikan, antara lain:
- Menggunakan
lagu cinta sebagai soundtrack
- Menampilkan
karakter gadis baik hati dari golongan ekonomi menengah ke bawah
- Adanya
karakter pria ‘tampan’ dari golongan ekonomi menengah ke atas yang
menyukai karakter utama wanita dari golongan menengah ke bawah setelah
pertemuan yang tak disengaja
- Adanya
karakter antagonis yang tega mencelakai orang lain (seringkali dnegan cara
yang sadis)
- Karakter
utama sering menangis dan bertindak pasrah
- Gerakan
kamera yang seringkali zoom-in zoo-out untuk mendramatisir peristiwa
Ini berkaitan dengan
konsep yang diungkap oleh Theosor Adorno (1991)19. Ia mengatakan
bahwa kapitalisme telah menyajikan kepada masyarakat apa yang disebut ‘industri
budaya’, yang ia katakan sebagai kebalikan dari ‘seni yang sebenarnya’, untuk
membuat mereka puas secara pasif yang akhirnya membuat mereka ‘pasrah’ secara
politik. Ia mengungkapkan bahwa industri budaya terus menciptakan
‘produk-produk massal’ yang tidak sophisticated,
yang telah mengganti bentuk seni yang lebih kritis dan lebih ‘sulit
dimengerti’ yang memiliki kemungkinan bagi masyarakat untuk mempertanyakan
kehidupan dengan produksi sinetron yang murah dan tidak memiliki sisi edukasi
yang tinggi.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1
Pengertian Metode Penelitian
Menurut
Bogdan dan Taylor (dikutip oleh Moleong, 2000, hal.3)20 metode
kualitatif sebagai suatu metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati.
Dalam
bukunya yang berjudul Qualitative Research for Education, Bogdan dan Biklen
(1992)21 menjelaskan bahwa ciri-ciri penelitian kualitatif ada lima,
yaitu:
a. Penelitian kualitatif mempunyai
setting yang alami sebagai sumber data langsung, dan peneliti sebagai instrumen
kunci.
b. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih banyak kata-kata atau
gambar-gambar daripada angka
c. Penelitian kualitatif lebih
memperhatikan proses daripada produk. Hal ini disebabkan oleh cara peneliti
mengumpulkan dan memaknai data, setting atau hubungan antar bagian yang sedang
diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
d. Peneliti kualitatif mencoba
menganalisis data secara induktif: Peneliti tidak mencari data untuk
membuktikan hipotesis yang.mereka susun sebelum mulai penelitian, namun untuk
menyusun abstraksi.
e. Penelitian kualitatif menitikberatkan
pada makna bukan sekadar perilaku yang tampak
Sarantakos menyatakan
(dalam Poerwandari, 1998, hal 29)22 pada penelitian kualitatif akan
menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskripsi seperti transkrip
wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video yang kemudian
diterjemahkan ke dalam pandangan-pandangan dasar interpretatif dan
fenomenologi.
3.2
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini termasuk kualitatif dengan berdasarkan pada: data yang muncul
adalah data deskriptif, berupa narasi dan bukan angka. Penelitian kualitatif
oleh Bogdan didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati.
3.3
Pendekatan Penelitian
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut
Patton (dalam Poerwandari, 2007)23, suatu pendekatan dipilih dalam
melakukan penelitian karena sesuai dengan masalah penelitian dan merupakan
pendekatan yang terbaik untuk menjawab maslaah tersebut. Masalah penelitian
yang akan dibahas disini adalah pandangan serta pengalaman subyektif dari
masing-masing subjek penelitian, oleh karena itu peneliti menganggap bahwa
pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang tepat untuk digunakan dalam
penelitian ini.
Penelitian
kualitatif mempunyai ciri-ciri khusus yang kuat pada narasi, studi dalam
situasi alamiah, analisis induktif, adanya kontak personal langsung, memiliki
perspektif holistik, perspektif dinamis, berorientasi pada kasus unik,
bersandar pada netralitas-empatis, ada fleksibilitas desain, sirkuler dan
peneliti adalah instrumen kunci. Penelitian kualitatif menghasilkan dan
mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan
lapangan, gambar, foto, dan sebagainya. (Poerwandari, 2007)24
Kredibilitas
studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi
masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola
interaksi yang kompleks. Deskripsi mendalam yang menjelaskan kompleksitas
aspek-aspek terkait dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran
kredibilitas penelitian kualitatif. Konsep kredibilitas juga harus mampu
mendemonstrasikan bahwa untuk memotret kompleksitas hubungan antar aspek
tersebut, penelitian dilakukan dengan cara tertentu yang menjamin bahwa subjek
penelitian diidentifikasi dan dideskripsikan secara akurat (Poerwandari 2007)25.
3.4 Metode Penentuan Subjek
Penelitian
Menurut
Patton (1990, dalam Poerwandari 2007)26 penentuan subjek pada
penelitian kualitatif harus disesuaikan dengan maslaah dan tujuan penelitian. Berdasarkan
masalah dan tujuan dari penelitian, subjek dalam penelitian ini adalah subjek
yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Berada
dalam tahap perkembangan masa fase keempat dalam teori Charlotte Buhler yaitu pada usia 9-11 tahun
- Saat ini
sedang menjalin hubungan pacaran dengan lawan jenis
Dalam penelitian ini
digunakan teknik penentuan subjek secara purposive
sampling. Pemilihan metode purposif didasarkan pada pernyataan Poerwandari
(2007) bahwa penelitian kualitatif pada umumnya menggunakan pendekatan
purposif. Pengambilan sampel pada
penelitian kualitatif harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian
(Patton dalam Poerwandari, 2007)27. Berdasarkan masalah dan tujuan
penenlitian, karakteristik subjek dalam penelitian ini telah ditentukan.
Selanjutnya, peneliti mencari subjek yang cocok dan representatif dengan
karakteristik subjek penelitian.
3.5
Jenis dan Sumber Data
Jenis
data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian adalah data kualitatif
yang tidak berupa angka, dan untuk membacanya harus dijabarkan secara rinci dan
jelas agar bisa menarik simpulan mengenai perilaku pacaran anak usia sekolah
dasar yang dipengaruhi oleh sinetron remaja.
Jenis data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif untuk
mengungkapkan sebuah arti dan makna sebuah peristiwa terjadi untuk dapat
dipahami secara mendalam, menyeluruh, jujur dan apa adanya.
Sumber data dibedakan
atas sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah
objek yang diobservasi langsung di lapangan dan para informan yang
diwawancarai. Dnegan kata lain, data primer adalah data yang diperoleh langsung
di lokasi penelitian, melalui proses wawancara dengan subyek penelitian, guru
dan orang tua. Data ini juga dilengkapi dnegan data foro, gambar dan rekaman
suara untuk melengkapi data primer.
Sumber data sekunder
berupa dokumentasi dan arsip-arsip resmi yang dapat mendukung hasil penelitian.
Data sekunder diperioleh dari sejumlah tempat, kantor, dan lembaga. Data
sekunder ini sangat berharga bagi peneliti guna lebih memahami lebih mendalam
tentang permasalahan yang dijadikan objek penelitian.
3.6
Metode Pengumpulan Data
Metode
dan tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sifatnya terbuka, luwes,
dan beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan, serta sifat subjek yang
diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara dan observasi. Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2007)28.
Wawancara kualitatif dilakukan saat peneliti bermaksud untuk memperoleh
pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan
dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhdap isu
tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain
(Banister dkk, dalam Poerwandari, 2007)29.
Patton
(dalam Poerwandari, 2007)30 mengemukakan tiga pendekatan dasar dalam
memperoleh data kualitatif melalui wawancara yaitu wawancara informal,
wawancara dengan pedoman umum dan wawancara dengan pedoman terstandar yang
terbuka. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tipe wawancara dengan pedoman
umum. Dalam proses wawancara, peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang
sangat umum, mencantumkan isu-isu tanpa menentukan urutan pertanyaan, dan tanpa
bentuk pertanyaan yang eksplisit. Wawancara ini adalah wawancara mendalam
dimana peneliti mengajukan pertanyaan mengenai berbagai segi kehidupan subjek
secara utuh dan mendalam. Materi wawancara tidak hanya dilakukan kepada anak
yang menjadi subjek utama penelitian, tetapi juga kepada guru dan orang tua si
anak tersebut. Materi wawancara yang disusun untuk anak adalah sebagai berikut:
- Latar
belakang subjek dan kegiatan subjek di rumah
- Alasan
menyukai sinetron remaja
- Siapakah
tokoh yang paling subjek sukai dan sejauhmana subjek mengetahui isi cerita
sinetron remaja
- Perilaku
atau adegan mana yang paling diingat dan menarik perhatian subjek di dalam
sinetron remaja
- Aktivitas
apa saja yang dilakukan saat bersama pasangan
- Bagiamana
gaya atau peilaku pacaran subjek yang meniru adegan dalam sinetron remaja
yang ditontonnya
Sedangkan materi wawancara bagi guru dan
orangtua disusun sebagai berikut:
a. Latar
belakang kegiatan atau aktivitas orang tua dirumah dan guru disekolah
b. Sejauhmana
orangtua membimbing dan mengawasi subjek pada saat menonton sinetron remaja
c. Sejauhmana
guru mengawasi perilaku subjek saat bergaul dengan teman-temannya
d. Perilaku
yang seringkali muncul dan teramati dari subjek saat bersama dengan pasangannya
Dalam pelaksanaan wawancara, pedoman
tersebut akan dikembangkan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam.
Peneliti akan menggunakan alat bantu berupa tape recorder, lat tulis dan buku
catatan untuk merekam proses wawancara.
Selain
wawancara, penelitian ini juga menggunakan metode observasi. Menurut
Poerwandari (2007)31, observasi adalah kegiatan memperhatikan secara
akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut. Dengan melakukan observasi peneliti mungkin
melihat hal-hal yang kurang disadari oleh subjek penelitian itu sendiri.
Observasi juga memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang
karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka
dalam wawancara. Dengan melakukan observasi, peneliti mendapatkan pemahaman
yang lebih baik tentang konteks dalam mana hal yang diteliti ada atau terjadi
(Poerwandari, 2007)32. Metode observasi yang digunakan peneliti
adalah observasi non partisipan atau pengamatan murni, dimana peneliti hanya
mengamati tanpa terlibat langsung dalam aktivitas subjek. Observasi ini hanya
dilakukan pada subjek anak, namun terkadang akan melibatkan juga guru dan orang
tua anak. Pedoman observasi yang digunakan disusun sebagai berikut:
- Keadaan
lingkungan tempat tinggal
- Sikap dan
perilaku subjek saat menonton sinetron remaja di televisi
- Sikap dan
perilaku subjek di luar saat berinteraksi dengan pasangannya
- Ekspresi
wajah dan bahasa tubuh saat diwawancarai
- Cara
menjawab saat wawancara
3.7
Metode Pengolahan Data
Metode
pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
- Membuat
Transkrip wawancara
Peneliti
membuat transkrip wawancara dari semua hasil rekaman dan diketik dalam bentuk
verbatim
- Mengidentifikasi
tema yang muncul
Peneliti
membaca transkrip wawancara berulang-ulang untuk dapat memilah data yang
relevan dan tidak relevan dengan topik penelitian. Kemudian peneliti memadatkan
fakta-fakta yang muncul serta tema sesuai dengan kata kunci yang ada.
- Membuat
analisis untuk setiap subjek
Peneliti
menganalisis masing-masing subjek berdasarkan data yang telah diperoleh
peneliti. Untuk melengkapi informasi, peneliti mencantumkan latar belakang
subjek serta hasil selama proses wawancara berlangsung.
- Membuat
analisis umum
Setelah
membuat analisis dari masing-masing subjek, peneliti membandingkan persamaan
dan perbedaan yang dimiliki oleh para subjek. Peneliti juga membandingkan
persamaan dan perbedaan para subjek dari jenis kelamin yang berbeda sehingga
tampak apakah ada persamaan atau perbedaan gender dalam hal itu.
- Membuat
kesimpulan dan saran
Langkah
terakhir yang dilakukan adalah membuat kesimpulan berdasarkan temuan
penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya serta untuk diaplikasikan
oleh masyarakat umum.
3.8 Metode Analisis
Data
Analisis data yaitu proses pengumpulan data
agar dapat ditafsirkan. Dalam pembuatan analisis, sebelumnya dimulai dengan
koding, yaitu membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh untuk dapat
mengorganisasikan dan mensistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga
data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
Patton (dalam
Poerwandari, 1998, hal 105)33 mengungkapkan hal-hal yang penting
untuk analisis data kualitatif, yaitu:
1.
Mempresesntasikan secar kronologis
peristiwa yang diamati
2.
Melaporkan peristiwa-peristiwa kunci
berdasarkan urutan kepentingan peristiwa
3.
Mendeskripsikan setiap tempat, setting,
atau lokasi sebelum mempresentasikan gambaran dan pola pada umumnya
4.
Memberi fokus pada analisis dan
presentasi pada individu-individu atau kelompok-kelompok tersebut menjadi satu
unit analisis primer
5.
Mengorganisasi data dengan menjelaskan
proses-proses yang terjadi
6.
Memfokuskan pengamatan pada isu-isu yang
diperkirakan akan sejalan dengan upaya menjawab pertanyaan primer penelitian.
Permasalahan
yang muncul dalam penelitian ini dianalisis menggunakan
tiga unsur sebagai satu sistem yaitu
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
- Reduksi
Data
Pada tahap ini peneliti
akan melakukan seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar
berdasarkan data penelitian. Pada tahap ini, peneliti juga akan membuat koding
untuk memusatkan tema dan mebuat batasan-batasan persoalan. Peneliti akan
mempertegas, memperpendek, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur
data sehingga kesimpulan dapat dilakukan.
- Penyajian
Data
- Penarikan
Kesimpulan
Penarikan kesimpulan
dilakukan pada setiap data yang diperoleh di akhir pengumpulan data. Penarikan
kesimpulan awal akan dijadikan peneliti sebagai pedoman sementara untuk
menelusuri gejala yang awalnya kurang jelas, agar hubungan gejala dan
perbandingan dapat dilakukan untuk memperoleh kejelasan setiap kesimpulan,
sennatiasa akan mempertanyakan kembali dalam memperoleh pemahaman yang lebih
jelas.
Langkah-langkah teknik
analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menelaah
seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber
2. Mengkoding
dan mengkategori data yang diperlukan
3. Menghubungkan
dengan landasan teori yang ada
4. Menyusun
interpretasi dinamika motivasi subjek
*You'll find the treasure if you also click this*
*You'll find the treasure if you also click this*
kak izin copy makalanya ya :)
ReplyDeleteboleh di copy, asal tetap menghormati hak cipta ya.. cantumkan sumber intektualnya. terimakasih
ReplyDeleteboleh di copy, asal tetap menghormati hak cipta ya.. cantumkan sumber intektualnya. terimakasih
ReplyDeleteada file jurnal nya kah kak?
Deleteada. ini ada yang part 2 nya kok. hasil penelitian. ada di postingan selanjutnya --> http://ellsadayna.blogspot.co.id/2014/06/perilaku-pacaran-pada-anak-usia-sekolah.html
DeleteKak, dftar pustaka nya boleh tau dri mana?
ReplyDeletehehe, adanya catatan perutnya saja. Daftar pustakanya waktu itu belum sempat ikut di posting. dan file asli hilang bersama harddisk yang rusak. Maaf ya
DeleteIzin copy ya
ReplyDelete