PROPOSAL PENELITIAN: PERILAKU PACARAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR (part 1)

PERILAKU PACARAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI TINJAU DARI PERANAN SINETRON REMAJA 
PROPOSAL PENELITIAN
  

Diajukan sebagai tugas UTS
Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif
Dosen Pengampu
Dwi Nurhayati Adhani, M.Psi, Psikolog

Oleh:
Trias Novita Ellsadayna
120541100031
Prodi Psikologi Universitas Trunojoyo Madura
2014

KATA PENGANTAR

          Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan hikmat dan berkat –Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Perilaku Pacaran Pada Anak Usia Sekolah Dasar Kelas 5 Di Tinjau Dari Peranan Sinetron Remaja Di Sekolah Dasar Negeri Antirogo 2 Kabupaten Jember” dengan lancar. Proposal ini disusun guna memenuhi tugas Ujian Tengah Semester IV Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif.
Berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
  1. Dwi Nurhayati Adhani M.Psi, Psikolog sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif sekaligus sebagai dosen pembimbing.
  2. Orangtua yang telah mendoakan, mendampingi dan mendukung dalam pengerjaan tugas ini.
3.    Teman-teman yang memberikan semangat dan inspirasi pada   penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis mengharapkan proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya untuk pengembangan dalam dunia pendidikan di masa yang akan datang.

                                    Bangkalan, 15 April 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................  i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................  1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................  1
1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................  4
1.3 Signifikansi Penelitian ...................................................................  4
1.4 Rumusan Masalah........................................................................... 5
1.5 Tujuan ............................................................................................  5
1.6 Manfaat ..........................................................................................  5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................  6
2.1 Perilaku Pacaran .............................................................................  6
2.2 Anak Usia Sekolah Dasar ..............................................................  7
2.3 Televisi dan Sinetron Remaja ........................................................  9
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................  12
3.1 Pengertian Metode Penelitian ........................................................  12
3.2 Jenis Penelitian................................................................................ 13
3.3 Pendekatan Penelitian ....................................................................  13
3.4 Metode Penentuan Subjek Penelitian ............................................  14
3.5 Jenis dan Sumber Data ..................................................................  14
3.6 Metode Pengumpulan Data ...........................................................  15
3.7 Metode Pengolahan Data ..............................................................  17
3.8 Metode Analisis Data ....................................................................  18

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Era globalisasi identik dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang cepat menuntut manusia untuk peka terhadap perubahan zaman yang diakibatkannya. Maka tidak heran, apabila terjadi perbedaan antara manusia di satu dekade terakhir dengan manusia yang lahir di dekade sebelumnya. Perubahan yang dialami oleh manusia tidak hanya dalam pertumbuhan secara fisik, namun juga dalam perkembangan mental, sosial dan emosional manusia mengalami perkembangan pesat seiring dengan kemajuan zaman.
            Kemajuan zaman juga menawarkan berbagai bentuk hiburan untuk bisa dinikmati oleh manusia dari kalangan apa saja, dan dari usia berapa saja. Hal ini didukung oleh pemanfaatan teknologi dalam media massa yang menyajikan berbagai bentuk hiburan dan dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan mental, sosial dan emosional manusia. Teknologi komunikasi dan informasi yang semakin canggih menjadi daya tarik tersendiri bagi dunia anak. Fitur-fitur yang ditawarkan baik secara visual, audio, maupun verbal membuat anak memperoleh kesenangan dengan cepat, tanpa mengeluarkan usaha yang maksimal, anak dapat dimanjakan dengan hiburan-hiburan yang disenanginya. Salah satu contoh dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang menawarkan hiburan audiovisual adalah televisi.
            Media televisi menjadi media yang dapat memberikan berbagai macam informasi secara cepat dan mudah diingat karena keunggulannya dalam memanfaatkan kemampuan audiovisual. Hampir semua keluarga memiliki minimal satu televisi di rumah, hal ini membuat masyarakat dapat mengikuti berbagai macam perkembangan yang terjadi baik di dalam maupun di luar daerahnya. Trend program dalam dunia pertelevisian menjadi daya tarik minat masyarakat, mulai dari sinetron, film layar lebar, Ftv, talkshow dll. Aktivitas menonton televisi menjadi keseharian dari masyarakat, ini juga mempengaruhi anak ketika ia beraktivitas di dalam rumah. Tanpa disadari, televisi menjadi sahabat karib anak-anak, sejak mulai pagi hari, sampai tengah malam berbagai macam program televisi terus-menerus tayang secara reguler.
Di Indonesia kurang lebih ada 12 stasiun televisi nasional yang mengudara, dan semua stasiun televisi tersebut berlomba menyuguhkan tayangan hiburan yang menarik bagi masyarakat dan tentu saja dapat ditonton juga oleh anak.  Dari sekian banyak tayangan yang ditawarkan, salah satu tayangan yang banyak menarik minat anak-anak adalah sinetron remaja. Tayangan televisi ini menggunakan figur artis yang banyak diidolakan oleh anak-anak, dan tayang secara reguler setiap hari terutama pada saat jam belajar anak. Ariani berpendapat (dalam Deblot, 2006)1 harus diakui bahwa saat ini banyak sinetron yang menarik perhatian anak-anak terutama mereka yang akan memasuki masa puber yaitu anak SD kelas 4 sampai kelas 6. Anak dalam masa ini adalah anak yang sedang mencari identitas, mulai mencari figur selain orangtuanya. Pencarian idola yang akan ditiru ini dilakukan melalui menonton sinetron remaja. Sinetron atau Sinema elektronik adalah sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik. Sinetron diawali dengan perkenalan tokoh-tokoh yang memiliki karakter khas masing-masing. Akhir dari suatu sinetron bisa bahagia, bisa juga sedih, tergantung dari alur cerita yang ditentukan oleh penulis skenario. Kemunculan sinetron pertama kali diharapkan dapat memberikan pembelajaran yang edukatif kepada anak dan dapat dinikmati ketika waktu senggang anak.
1 Deblot, 2006, si Kecil Kecanduan Sinetron, Awas Pengaruhi Kreativitas: www.gocities.com
Namun dalam perkembangannya, sinetron kian hari kian menjadi sebuah kebutuhan penting meskipun muatan sinetron remaja akhir-akhir ini dianggap sebagai tontonan yang berpotensi merusak tatanan sosial budaya yang ada.
Anak sangat mudah menangkap pesan dan meniru jika pesan atau informasi itu menarik baginya. Ketika anak menonton televisi maka sel-sel reseptor dan memori sensori anak aktif secara optimal sehingga mereka mampu berimajinasi dan mengingat cerita serta image yang dibangun dalam sinetron remaja yang ditontonnya. Anak akan mulai mengobservasi perilaku aktor atau aktris dalam sinetron, kemudian akan mengimitasi segala perilaku, gaya dan kehidupan yang digambarkan dalam sinetron. Perilaku imitasi yang dilakukan oleh anak ketika menonton sinetron remaja adalah manifestasi dari proses psikologis yang merentang dari persepsi sampai dengan sikap. Suatu rangsangan dalam bentuk sinetron dipersepsi kemudian dimaknai berdasarkan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Jika tayangan tersebut menarik baginya, stimulus tayangan itu akan dihayati dan membentuk sebuah sikap. Sikap inilah yang secara kuat memberikan bobot dan warna kepada pelaku. Kegiatan meniru ini disebabkan oleh kemampuan daya kritis yang terbatas. Anak belum mampu untuk mengkritisi tayangan yang ditontonnya, anak belum pandai menyaring hal yang baik dan buruk untuk dilakukan, dan masih sulit membedakan tayangan yang fiktif dan tayangan yang memang kisah nyata.
Menurut penilaian KPI atas pemantauan isi tayangan sinetron selama ini, sekitar 50 persen sinetron lebih kental berisi kekerasan, seks, pornografi dan hal-hal mistik. Menurut data KPI ada 48 persen sinetron tentang sekolah yang berbau pornografi dan seks. (Fajriati, 2007)2. Isi cerita dari sinetron remaja banyak yang tidak menggambarkan jiwa anak-anak yang polos. Adegan yang dilakoni lebih memuat tentang kelicikan, kenakalan bahkan adegan-adegan dimana tokoh-tokohnya saling merayu dan berpacaran. Tayangan sinetron tersebut sebenarnya tidak pantas dijadikan tontonan bagi anak-anak, dan lebih cocok ditonton oleh orang dewasa. Adegan yang tidak realistis, seperti visualisasi dari kehidupan
2 Warandina, Imanuella Intan.2009.Dampak Negatif Sinetron Bagi Anak-anak usia sekolah dasar. Skripsi (tidak diterbitkan).Semarang : Fakultas Psikolohi Universitas Katolik Soegijapranata
remaja yang mewah, hedonis, dan pergaulan yang bebas tidak sesuai dengan kenyataan. Seringkali dalam sinetron tersebut para aktor dan aktrisnya berakting tidak sesuai dengan usianya, namun lebih memerankan karakter orang dewasa dalam tubuh yang kecil. Sering terlihat seorang anak SD yang diperankan, berdandan terlalu berlebihan, ditambah dengan sikap dan bahasa tubuhnya ketika berhadapan dengan lawan jenis yang menyimbolkan kedekatan yang tidak wajar untuk anak seusianya.
Kebiasaan menonton sinetron remaja lambat laun akan mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak-anak yang menontonnya. Salah satu dampak yang besar adalah kemungkinan muncul anak-anak yang matang secara seksual lebih cepat. Gizi yang bagus, dan stimulus dari televisi yang tidak sesuai dengan usia anak, membuat anak yang memiliki rasa ingin tahu tinggi menjadi meniru dan mencoba melakukan apa yang mereka lihat. Adegan pacaran seperti dalam sinetron yaitu bermesraan di depan umum, berpelukan bahkan berciuman menjadi sebuah tontonan yang biasa bagi mereka. Anak-anak menyerap gaya hidup, pergaulan seperti yang nampak dalam sinetron. Bahkan dalam perilaku berpacaran, seorang anak SD berani menyatakan rasa sukanya pada seorang siswa SMA atau malah kepada gurunya karena terinspirasi adegan sinetron TV yang ditontonnya.

1.2  Identifikasi Masalah
Perlunya identifikasi terhadap permasalahan yang hendak diangkat menjadi sebuah bahan kajian topik merupakan hal penting dalam menyusun suatu karya ilmiah, hal ini dilakukan guna mempermudah penulis untuk menganalisis suatu isu yang sedang berkembang di masyarakat dan hendak merumuskannya didalam suatu rumusan yang baku agar dapat dikaji secara sistematis dan ilmiah. Adapun permasalahan berakar dari adanya kepekaan peneliti terhadap fenomena pacaran yang terjadi pada anak usia sekolah dasar. Penyebab utama mereka mengenal kata pacaran dan perilakunya adalah dari informasi yang didapatnya melalui tayangan sinetron remaja di televisi.

1.3  Signifikasi Penelitian
Signifikansi dari penelitian ini adalah munculnya sebuah penjelasan yang
teoritis mengenai fenomena pacaran di usia sekolah dasar, menelaah secara lebih mendalam faktor penyebabnya dan mengidentifikasi karakteristik perilaku pacaran sejak anak masih duduk di sekolah dasar. Untuk mencapai signifikansi penelitian maka antara lain signifikansi yang dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.      Memperoleh data mengenai subyek di SDN Antirogo 2 Jember yang telah menjalin hubungan pacaran dengan pasangannya.
2.      Memperoleh informasi mengenai data pribadi subyek dan kehidupan sehari-harinya selama di lingkungan rumah dan di lingkungan sekolah.
3.      Memperoleh informasi dari orang tua dan gurunya serta dari pengamatan langsung dari peneliti mengenai perilaku sehari-hari yang ditunjukkannya ketika bersama pasangannya.
4.      Memperoleh informasi mengenai alasan-alasan dan perasaannya ketika menjalin hubungan dengan pasangannya.

1.4  Rumusan Masalah
            Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku pacaran anak usia sekolah dasar  ditinjau dari peranan sinetron remaja yang ditontonnya 
1.5  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku pacaran anak usia sekolah dasar yang dipengaruhi oleh sinetron remaja di Sekolah Dasar Negeri Antirogo 2, Kabupaten Jember.

1.6  Manfaat Penelitian
  1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memajukan bidang ilmu Psikologi, terutama Psikologi Perkembangan dan Psikologi Sosial.

  1. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para orang tua, pendidik dan kru media televisi agar dapat lebih selektif dalam menyajikan program tontonan bagi anak usia sekolah dasar untuk menimilaisir perilaku mental yang matang sebelum waktunya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Pacaran
Perilaku manusia dapat diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil dapat dibedakan dengan manusia lainnya. Perilaku itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu bentuk respon dari stimulus yang timbul dan manusia merupakan gabungan dari jiwa dan raga yang memiliki sifat-sifat tertentu dan unik. (Tirta Raharja U. dkk …2000. Pengantar pendidikan; Jakarta: Rieneka Cipta. Bagian Hakekat manusia dan pengembangan)3. Menurut Beerlins (1951:43)4 manusia adalah makhluk yang serba terhubung dengan masyarakat, lingkungan dirinya sendiri dan Tuhan. Pada dasarnya perilaku manusia dapat terbentuk akibat adanya stimulus yang diberikan, stimulus yang datang akan direspon dalam bentuk perilaku yang ditunjukan, perilaku itu sendiri dapat berbentuk positif atau negatif tergantung pada stimulus yang datang.
Menurut Reksoprojo (2000)5 berpacaran merupakan suatu hubungan yang tumbuh di antara anak laki-laki dan perempuan yang menuju kedewasaan. Pacaran merupakan masa pencarian pasangan, penjajakan, dan pemahaman akan berbagai sifat yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Disebut pula sebagai masa penjajakan ketika masing-masing pihak mencoba untuk saling mengerti kepribadian pasangannya. Hal ini terjadi sebelum mereka melanjutkan hubungan lebih jauh lagi ke jenjang pernikahan. (Arman, 1994)6
            Pacaran adalah pergaulan yang terbatas antara muda-mudi dengan menekankan pengelompokan yang kompak dan berarti khusus, ditandai dengan adanya perasaan bergelora dan perjemuan (Gunarsa dan Gunarsa, 1985)7. Pacaran atau dating adalah interaksi heteroseksual yang didasari rasa cinta, kasih dan sayang serta saling memberi dan melengkapi pasangannya. Menurut Degenova & Rice (2005: 112)8 pacaran adalah menjalankan suatu hubungan di mana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat mengenal satu sama lain. Stenberg (1996)9 mendefinisikan pacaran sebagai orang yang dekat dengan seseorang tetapi bukan saudara, dalam hubungannya terdapat cinta yang bermuatan keintiman, nafsu dan komitmen. Hubungan berpacaran didasari oleh beberapa tujuan.
Menurut pernyataan-pernyatan para ahli di atas, berpacaran adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya ketertarikan emosi antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku pacaran terbentuk akibat adanya stimulus yang menyenangkan yang diberikan atau yang datang dan didasari rasa cinta, kasih sayang kemudian stimulus itu direspon dalam bentuk perilaku yang ditunjukan dengan cara saling memberi perhatian, melengkapi kebutuhan orang yang memberikan stimulus, dan keduanya saling memberikan respon yang positif serta berkomitmen untuk melakukan serangkaian aktivitas bersama-sama.

2.2 Anak Usia Sekolah Dasar
                  Anak usia sekolah adalah anak yang berada dalam rentang perkembangan antara masa kanak-kanak awal sampai dengan masa kanak-kanak akhir. Di dalam setiap masa, anak memiliki tahap perkembangan dan tugas perkembangan yang berbeda. Perbedaan ini antara lain terjadi pada fungsi perkembangan kognitif dan perkembangan moralnya. Charlotte Buhler  membagi fase perkembangan menjadi lima fase, dan anak usia sekolah dasar masuk ke dalam fase yang ketiga dan fase yang keempat.  Pada fase ketiga (5-8 Tahun), anak mulai bersosialisasi, pada masa ini anak mulai memasuki masyarakat luas, misalnya Taman Kanak-kanak, pergaulan dengan teman sepermainan, dan Sekolah Dasar, yang penting dari fase ini adalah berlangsungnya sosialisasi. Sedangkan pada fase keempat (9-11 Tahun), anak mencapai objektivitas tertinggi, mereka suka menyelidik, mencoba dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Hal ini menekankan bahwa sejak usia 5 sampai 11 tahun, anak sudah berada di lingkungan luar rumah yaitu sekolah.
            Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian sekolah. Pada umumnya, anak mulai matang untuk berada di lingkungan sekolah dasar adalah pada usia 6 atau 7 tahun (Ahmadi, Soleh. 2005, hal.38)10. Menurut Sujanto (1984, hal 74)11 masa ini disebut juga Masa Anak Sekolah, matang untuk belajar, maupun masa matang untuk sekolah. Disebut masa anak sekolah, karena mereka telah menamatkan taman kanak-kanak sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya. Disebut masa matang untuk belajar karena mereka sudah berusaha untuk mencapai sesuatu sebagai perkembangan aktivitas bermain yang bertujuan untuk mendapatkan eksenangan. Disebut masa matang untuk bersekolah, karena mereka sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru yang diberikan oleh sekolah.
            Adapun perkembangan jiwa anak pada masa sekolah ini, menurut Ahmadi dan Soleh (2005. Hal 111-112)12 antara lain:
  1. Adanya keinginan yang cukup tinggi, terutama yang menyangkut perkembangan intelektual anak, biasanya dalam bentuk pertanyaan atau senang melakukan percobaan-percobaan
  2. Energi yang melimpah, sehingga kadangkala anak itu tidak memerdulikan bahwa dirinya lelah atau capek. Karena energi yang cukup inilah yang menjadi sumber potensi dan dorongan belajar
  3. Perasaan sosial yang berkembang pesat, sehingga anak menyukai untuk mematuhi grup teman sebayanya (peer group), anak lebih suka mementingkan peer groupnya daripada orang tuanya.
  4. Sudah dapt berpikir secara abstrak, sehingga memungkinkan bagi anak untuk menerima hal-hal yang berupa teori ataupun norma-norma tertentu
  5. Minat istimewanya tertuju pada kegemaran dirinya (gemar bermain gitar, pelihara binatang, dan lain-lain) yang mengakibatkan anak melalaikan tugas sekolahya
  6. Adanya kekejaman yaitu: “Perhatian anak ditujukan pada dunia luar, akan tetapi dirinya tidak mendapat perhatian, saat itu juga anak belum mengenal jiwa orang lain.” Akibatnya anak berlaku kejam kepada orang lain, tetapi anak belum menyadari tindakan kekejamannya itu.
Anak yang memasuki sekolah dasar mulai dikembangkan daya pikirnya. Sekolah memberikan pengaruh sistematis dalam pembentukan akal budi, pengetahuan, ketrampilan dan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Hasrat untuk mengetahui realitas benda dan peristiwa-peristiwa terus mendorong anak untuk meneliti dan melakukan berbagai eksperimen. Minat anak pada dekade ini lebih banyak dipusatkan pada sesuatu yang bergerak dinamis. Segala sesuatu yang aktif dan bergerak akan sangat menarik perhatian anak (Kartono, 1995, hal.138)13. Kecenderungan tertarik terhadap sesuatu yang bergerak juga ditemui dalam hal memuaskan kesenangan anak. Anak merasa senang ketika ia mendapat hiburang yang menarik dan sesuai dengannya. Salah satu jenis media yang dapat memenuhi kebutuhan dan minat anak karena memiliki objek yang bergerak dan suara yang mendukung adalah televisi.

2.3 Televisi dan Sinetron Remaja
            Televisi berasal dari dua kata yang berbeda yaitu “Tele” yang berarti jauh dan “Visi” yang berarti penglihatan. Dengan demikian televisi dapat diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh dalam hal ini mempunyai pengertian melihat gambar ataupun mendengar suara yang diproduksi di suatu tempat melalui suatu alat / perangkat (Wahyudi, 1986 : 49)14. Sebagai media elektronik, televisi memiliki ciri – ciri seperti yang diebutkan (Effendy, 1984 : 24)15 yakni berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikasinya heterogen. Para pembina televisi (television watcher, TV Viewer) adalah sasaran komunikasi melalui televisi siaran yang karena heterogen masing – masing mempunyai kerangka acuan (Frame of reference) yang berbeda satu sama lain. Mereka juga bukan saja dalam usia dan jenis kelamin, tetapi juga dalam latar belakang sosial dan kebudayaan sehingga pada gilirannya berbeda pula dalam pekerjaan, pandangan hidup, agama, pendidikan, cita-cita, keinginan, kesenangan dan lain sebagainya (Effendy, 1984 : 73)16.
Sinetron pada dasarnya merupakan “soap opera”, sebuah siaran drama berseri di radio Amerika pada sekitar 1930-an. Opera sabun ini baru masuk ke televisi di era 50-an. Istilah “sinetron” di Indonesia merupakan singkatan dari “sinema elektronik” dan disebutkan bahwa yang pertama kali mencetuskan istilah tersebut adalah Soemardjono (pendiri Institut Kesnian Jakarta). Sinetron merupakan suatu tayangan yang berisikan tentang kehidupan manusia yang dianggap mewakili citra atau identitas komunitas tertentu yang ditata sedemikian rupa sehingga hasilnya menarik perhatian dan memikat hati penontonnya. Hal ini memungkinkan bertambahnya durasi atau jam tayang sinetron-sinetron lokal. Hal inilah yang membedakan sinetron dengan film, jika film berdurasi pendek dan tidak berlanjut menjadi beberapa seri, maka sinetron bisa memiliki banyak seri. Kebanyakan sinetron-sinetron yang kita lihat di televisi bertemakan tentang dunia remaja, percintaan, persahabatan dan kekayaan.
            Menurut AGB Nielsen (2007)17, ibu rumah tangga merupakan kalangan yang paling banyak menonton tayangan sinetron. Hal ini didukung dengan pernyataan Andini Wijendru, Manajer Media Client Services Nielsen, bahwa sebagian besar penonton sinetron adalah wanita berusia 30 tahun ke atas dari kelas menengah ke bawah. Dikatakan juga bahwa 55 persen pemirsa TV merupakan perempuan usia 10-24 tahun, 27 persennya merupakan siswi SMA dan 20 persennya siswi SD. (http://www.gemari.or.id/detail.php?id=2969)18
            Dari data tersebut dapat diketahui minat siswa SD terhadap sinetron cukup besar, selain karena sinetron remaja memuat unsur drama dan cerita yang menarik bagi anak, sinetron ini juga menampilkan figur artis yang dalam kategori ABG dan populer di kalangan anak-anak. Setting yang digunakan dalam sinetron remaja adalah setting di sekolah dengan pakaian seragam serba minim, setting di mall dan di rumah yang mewah. Karakter yang khas dalam semua sinetron remaja adalah adanya peer group yang kuat atau dalam istilah remaja disebut geng, ada geng yang diketuai oleh pemeran antagonis, dan ada kelompok yang tertindas sebagai peran protagonisnya. Hal-hal yang digunakan sebagai pemicu konflik di antara remaja ini adalah konflik mengenai popularitas di sekolah, perebutan cinta dan perhatian antara tokoh antagonis dengan protagonis, adanya aksi pembalasan dendam satu dengan yang lain. Di dalam sinetron remaja juga menyajikan kesan masa-masa ABG yang penuh dengan pencarian jati diri dan cinta dari sesama temannya, hal ini juga dimanifestasikan dalam adegan pacaran atau saling rayu, saling mencari perhatian misal dengan adanya adegan memeluk di depan umum, mengusap air mata ketika ada tokoh yang sedih di depan unum, saling menatap mata dalam waktu yang lama, menggendong di depan umum dan banyak hal lain yang memamerkan keromantisan-keromantisan ala ABG yang tidak semestinya ditonton oleh anak-anak usia sekolah dasar.
Dari sekian banyak sinetron remaja yang bermunculan di televisi, dapat ditarik sebuah benang merah mengenai ciri-ciri atau stereotipnya yang sama secara signifikan, antara lain:
  1. Menggunakan lagu cinta sebagai soundtrack
  2. Menampilkan karakter gadis baik hati dari golongan ekonomi menengah ke bawah
  3. Adanya karakter pria ‘tampan’ dari golongan ekonomi menengah ke atas yang menyukai karakter utama wanita dari golongan menengah ke bawah setelah pertemuan yang tak disengaja
  4. Adanya karakter antagonis yang tega mencelakai orang lain (seringkali dnegan cara yang sadis)
  5. Karakter utama sering menangis dan bertindak pasrah
  6. Gerakan kamera yang seringkali zoom-in zoo-out untuk mendramatisir peristiwa
Ini berkaitan dengan konsep yang diungkap oleh Theosor Adorno (1991)19. Ia mengatakan bahwa kapitalisme telah menyajikan kepada masyarakat apa yang disebut ‘industri budaya’, yang ia katakan sebagai kebalikan dari ‘seni yang sebenarnya’, untuk membuat mereka puas secara pasif yang akhirnya membuat mereka ‘pasrah’ secara politik. Ia mengungkapkan bahwa industri budaya terus menciptakan ‘produk-produk massal’ yang tidak sophisticated, yang telah mengganti bentuk seni yang lebih kritis dan lebih ‘sulit dimengerti’ yang memiliki kemungkinan bagi masyarakat untuk mempertanyakan kehidupan dengan produksi sinetron yang murah dan tidak memiliki sisi edukasi yang tinggi.


BAB III
METODE PENELITIAN
           
3.1 Pengertian Metode Penelitian
            Menurut Bogdan dan Taylor (dikutip oleh Moleong, 2000, hal.3)20 metode kualitatif sebagai suatu metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
            Dalam bukunya yang berjudul Qualitative Research for Education, Bogdan dan Biklen (1992)21 menjelaskan bahwa ciri-ciri penelitian kualitatif ada lima, yaitu:
a. Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai sumber data langsung, dan peneliti sebagai instrumen kunci.
b. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih banyak kata-kata atau gambar-gambar daripada angka
c. Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada produk. Hal ini disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data, setting atau hubungan antar bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
d. Peneliti kualitatif mencoba menganalisis data secara induktif: Peneliti tidak mencari data untuk membuktikan hipotesis yang.mereka susun sebelum mulai penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.
e. Penelitian kualitatif menitikberatkan pada makna bukan sekadar perilaku yang tampak
Sarantakos menyatakan (dalam Poerwandari, 1998, hal 29)22 pada penelitian kualitatif akan menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskripsi seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video yang kemudian diterjemahkan ke dalam pandangan-pandangan dasar interpretatif dan fenomenologi.



3.2 Jenis Penelitian
            Jenis penelitian ini termasuk kualitatif dengan berdasarkan pada: data yang muncul adalah data deskriptif, berupa narasi dan bukan angka. Penelitian kualitatif oleh Bogdan didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

3.3 Pendekatan Penelitian
            Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2007)23, suatu pendekatan dipilih dalam melakukan penelitian karena sesuai dengan masalah penelitian dan merupakan pendekatan yang terbaik untuk menjawab maslaah tersebut. Masalah penelitian yang akan dibahas disini adalah pandangan serta pengalaman subyektif dari masing-masing subjek penelitian, oleh karena itu peneliti menganggap bahwa pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini.
            Penelitian kualitatif mempunyai ciri-ciri khusus yang kuat pada narasi, studi dalam situasi alamiah, analisis induktif, adanya kontak personal langsung, memiliki perspektif holistik, perspektif dinamis, berorientasi pada kasus unik, bersandar pada netralitas-empatis, ada fleksibilitas desain, sirkuler dan peneliti adalah instrumen kunci. Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, dan sebagainya. (Poerwandari, 2007)24
            Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Deskripsi mendalam yang menjelaskan kompleksitas aspek-aspek terkait dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Konsep kredibilitas juga harus mampu mendemonstrasikan bahwa untuk memotret kompleksitas hubungan antar aspek tersebut, penelitian dilakukan dengan cara tertentu yang menjamin bahwa subjek penelitian diidentifikasi dan dideskripsikan secara akurat (Poerwandari 2007)25.

3.4 Metode Penentuan Subjek Penelitian
            Menurut Patton (1990, dalam Poerwandari 2007)26 penentuan subjek pada penelitian kualitatif harus disesuaikan dengan maslaah dan tujuan penelitian. Berdasarkan masalah dan tujuan dari penelitian, subjek dalam penelitian ini adalah subjek yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
  1. Berada dalam tahap perkembangan masa fase keempat dalam teori Charlotte Buhler  yaitu pada usia 9-11 tahun
  2. Saat ini sedang menjalin hubungan pacaran dengan lawan jenis
Dalam penelitian ini digunakan teknik penentuan subjek secara purposive sampling. Pemilihan metode purposif didasarkan pada pernyataan Poerwandari (2007) bahwa penelitian kualitatif pada umumnya menggunakan pendekatan purposif.  Pengambilan sampel pada penelitian kualitatif harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian (Patton dalam Poerwandari, 2007)27. Berdasarkan masalah dan tujuan penenlitian, karakteristik subjek dalam penelitian ini telah ditentukan. Selanjutnya, peneliti mencari subjek yang cocok dan representatif dengan karakteristik subjek penelitian.

3.5 Jenis dan Sumber Data
            Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian adalah data kualitatif yang tidak berupa angka, dan untuk membacanya harus dijabarkan secara rinci dan jelas agar bisa menarik simpulan mengenai perilaku pacaran anak usia sekolah dasar yang dipengaruhi oleh sinetron remaja.
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif untuk mengungkapkan sebuah arti dan makna sebuah peristiwa terjadi untuk dapat dipahami secara mendalam, menyeluruh, jujur dan apa adanya.
Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah objek yang diobservasi langsung di lapangan dan para informan yang diwawancarai. Dnegan kata lain, data primer adalah data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian, melalui proses wawancara dengan subyek penelitian, guru dan orang tua. Data ini juga dilengkapi dnegan data foro, gambar dan rekaman suara untuk melengkapi data primer.
Sumber data sekunder berupa dokumentasi dan arsip-arsip resmi yang dapat mendukung hasil penelitian. Data sekunder diperioleh dari sejumlah tempat, kantor, dan lembaga. Data sekunder ini sangat berharga bagi peneliti guna lebih memahami lebih mendalam tentang permasalahan yang dijadikan objek penelitian.

3.6 Metode Pengumpulan Data
            Metode dan tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sifatnya terbuka, luwes, dan beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan, serta sifat subjek yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2007)28. Wawancara kualitatif dilakukan saat peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhdap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Banister dkk, dalam Poerwandari, 2007)29.
            Patton (dalam Poerwandari, 2007)30 mengemukakan tiga pendekatan dasar dalam memperoleh data kualitatif melalui wawancara yaitu wawancara informal, wawancara dengan pedoman umum dan wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tipe wawancara dengan pedoman umum. Dalam proses wawancara, peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, mencantumkan isu-isu tanpa menentukan urutan pertanyaan, dan tanpa bentuk pertanyaan yang eksplisit. Wawancara ini adalah wawancara mendalam dimana peneliti mengajukan pertanyaan mengenai berbagai segi kehidupan subjek secara utuh dan mendalam. Materi wawancara tidak hanya dilakukan kepada anak yang menjadi subjek utama penelitian, tetapi juga kepada guru dan orang tua si anak tersebut. Materi wawancara yang disusun untuk anak adalah sebagai berikut:
  1. Latar belakang subjek dan kegiatan subjek di rumah
  2. Alasan menyukai sinetron remaja
  3. Siapakah tokoh yang paling subjek sukai dan sejauhmana subjek mengetahui isi cerita sinetron remaja
  4. Perilaku atau adegan mana yang paling diingat dan menarik perhatian subjek di dalam sinetron remaja
  5. Aktivitas apa saja yang dilakukan saat bersama pasangan
  6. Bagiamana gaya atau peilaku pacaran subjek yang meniru adegan dalam sinetron remaja yang ditontonnya
Sedangkan materi wawancara bagi guru dan orangtua disusun sebagai berikut:
a.       Latar belakang kegiatan atau aktivitas orang tua dirumah dan guru disekolah
b.      Sejauhmana orangtua membimbing dan mengawasi subjek pada saat menonton sinetron remaja
c.       Sejauhmana guru mengawasi perilaku subjek saat bergaul dengan teman-temannya
d.      Perilaku yang seringkali muncul dan teramati dari subjek saat bersama dengan pasangannya
Dalam pelaksanaan wawancara, pedoman tersebut akan dikembangkan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam. Peneliti akan menggunakan alat bantu berupa tape recorder, lat tulis dan buku catatan untuk merekam proses wawancara.
            Selain wawancara, penelitian ini juga menggunakan metode observasi. Menurut Poerwandari (2007)31, observasi adalah kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Dengan melakukan observasi peneliti mungkin melihat hal-hal yang kurang disadari oleh subjek penelitian itu sendiri. Observasi juga memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara. Dengan melakukan observasi, peneliti mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang konteks dalam mana hal yang diteliti ada atau terjadi (Poerwandari, 2007)32. Metode observasi yang digunakan peneliti adalah observasi non partisipan atau pengamatan murni, dimana peneliti hanya mengamati tanpa terlibat langsung dalam aktivitas subjek. Observasi ini hanya dilakukan pada subjek anak, namun terkadang akan melibatkan juga guru dan orang tua anak. Pedoman observasi yang digunakan disusun sebagai berikut:
  1. Keadaan lingkungan tempat tinggal
  2. Sikap dan perilaku subjek saat menonton sinetron remaja di televisi
  3. Sikap dan perilaku subjek di luar saat berinteraksi dengan pasangannya
  4. Ekspresi wajah dan bahasa tubuh saat diwawancarai
  5. Cara menjawab saat wawancara

3.7 Metode Pengolahan Data
            Metode pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
  1. Membuat Transkrip wawancara
Peneliti membuat transkrip wawancara dari semua hasil rekaman dan diketik dalam bentuk verbatim
  1. Mengidentifikasi tema yang muncul
Peneliti membaca transkrip wawancara berulang-ulang untuk dapat memilah data yang relevan dan tidak relevan dengan topik penelitian. Kemudian peneliti memadatkan fakta-fakta yang muncul serta tema sesuai dengan kata kunci yang ada.
  1. Membuat analisis untuk setiap subjek
Peneliti menganalisis masing-masing subjek berdasarkan data yang telah diperoleh peneliti. Untuk melengkapi informasi, peneliti mencantumkan latar belakang subjek serta hasil selama proses wawancara berlangsung.
  1. Membuat analisis umum
Setelah membuat analisis dari masing-masing subjek, peneliti membandingkan persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh para subjek. Peneliti juga membandingkan persamaan dan perbedaan para subjek dari jenis kelamin yang berbeda sehingga tampak apakah ada persamaan atau perbedaan gender dalam hal itu.
  1. Membuat kesimpulan dan saran
Langkah terakhir yang dilakukan adalah membuat kesimpulan berdasarkan temuan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya serta untuk diaplikasikan oleh masyarakat umum.

3.8 Metode Analisis Data
 Analisis data yaitu proses pengumpulan data agar dapat ditafsirkan. Dalam pembuatan analisis, sebelumnya dimulai dengan koding, yaitu membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
Patton (dalam Poerwandari, 1998, hal 105)33 mengungkapkan hal-hal yang penting untuk analisis data kualitatif, yaitu:
1.        Mempresesntasikan secar kronologis peristiwa yang diamati
2.        Melaporkan peristiwa-peristiwa kunci berdasarkan urutan kepentingan peristiwa
3.        Mendeskripsikan setiap tempat, setting, atau lokasi sebelum mempresentasikan gambaran dan pola pada umumnya
4.        Memberi fokus pada analisis dan presentasi pada individu-individu atau kelompok-kelompok tersebut menjadi satu unit analisis primer
5.        Mengorganisasi data dengan menjelaskan proses-proses yang terjadi
6.        Memfokuskan pengamatan pada isu-isu yang diperkirakan akan sejalan dengan upaya menjawab pertanyaan primer penelitian.
Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini dianalisis menggunakan
tiga unsur sebagai satu sistem yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.


  1. Reduksi Data
Pada tahap ini peneliti akan melakukan seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar berdasarkan data penelitian. Pada tahap ini, peneliti juga akan membuat koding untuk memusatkan tema dan mebuat batasan-batasan persoalan. Peneliti akan mempertegas, memperpendek, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sehingga kesimpulan dapat dilakukan.

  1. Penyajian Data
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode deksriptif untuk penyajian data.

  1. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan pada setiap data yang diperoleh di akhir pengumpulan data. Penarikan kesimpulan awal akan dijadikan peneliti sebagai pedoman sementara untuk menelusuri gejala yang awalnya kurang jelas, agar hubungan gejala dan perbandingan dapat dilakukan untuk memperoleh kejelasan setiap kesimpulan, sennatiasa akan mempertanyakan kembali dalam memperoleh pemahaman yang lebih jelas.
Langkah-langkah teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber
2.      Mengkoding dan mengkategori data yang diperlukan
3.      Menghubungkan dengan landasan teori yang ada
4.      Menyusun interpretasi dinamika motivasi subjek

*You'll find the treasure if you also click this*

Comments

  1. boleh di copy, asal tetap menghormati hak cipta ya.. cantumkan sumber intektualnya. terimakasih

    ReplyDelete
  2. boleh di copy, asal tetap menghormati hak cipta ya.. cantumkan sumber intektualnya. terimakasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. ada. ini ada yang part 2 nya kok. hasil penelitian. ada di postingan selanjutnya --> http://ellsadayna.blogspot.co.id/2014/06/perilaku-pacaran-pada-anak-usia-sekolah.html

      Delete
  3. Replies
    1. hehe, adanya catatan perutnya saja. Daftar pustakanya waktu itu belum sempat ikut di posting. dan file asli hilang bersama harddisk yang rusak. Maaf ya

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

CARA SKORING TES PSIKOLOGI VSMS

Laporan dan Deskripsi Observasi VSMS

Analisis Film menurut Teori Psikologi Sosial