PERILAKU PACARAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR (Part 2)

PERILAKU PACARAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI TINJAU DARI PERANAN SINETRON REMAJA











Diajukan sebagai Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif
Dosen Pengampu
Dwi Nurhayati A M.Psi, Psi
Oleh:
Trias Novita Ellsadayna (120541100031)




PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................  i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
A. Teori ............................................................................................................  1
B. Definisi Operasional ...................................................................................  9
C. Guide Interview............... ..........................................................................  9
D. Transkrip/Verbatim mentah......................................................................... 10
E. Analisa Tematik................ ..........................................................................  13


A.    Teori
1 Anak Usia Sekolah Dasar
                  Anak usia sekolah adalah anak yang berada dalam rentang perkembangan antara masa kanak-kanak awal sampai dengan masa kanak-kanak akhir. Di dalam setiap masa, anak memiliki tahap perkembangan dan tugas perkembangan yang berbeda. Perbedaan ini antara lain terjadi pada fungsi perkembangan kognitif dan perkembangan moralnya. Charlotte Buhler  membagi fase perkembangan menjadi lima fase, dan anak usia sekolah dasar masuk ke dalam fase yang ketiga dan fase yang keempat.  Pada fase ketiga (5-8 Tahun), anak mulai bersosialisasi, pada masa ini anak mulai memasuki masyarakat luas, misalnya Taman Kanak-kanak, pergaulan dengan teman sepermainan, dan Sekolah Dasar, yang penting dari fase ini adalah berlangsungnya sosialisasi. Sedangkan pada fase keempat (9-11 Tahun), anak mencapai objektivitas tertinggi, mereka suka menyelidik, mencoba dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Hal ini menekankan bahwa sejak usia 5 sampai 11 tahun, anak sudah berada di lingkungan luar rumah yaitu sekolah.
            Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian sekolah. Pada umumnya, anak mulai matang untuk berada di lingkungan sekolah dasar adalah pada usia 6 atau 7 tahun (Ahmadi, Soleh. 2005, hal.38)10. Menurut Sujanto (1984, hal 74)11 masa ini disebut juga Masa Anak Sekolah, matang untuk belajar, maupun masa matang untuk sekolah. Disebut masa anak sekolah, karena mereka telah menamatkan taman kanak-kanak sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya. Disebut masa matang untuk belajar karena mereka sudah berusaha untuk mencapai sesuatu sebagai perkembangan aktivitas bermain yang bertujuan untuk mendapatkan eksenangan. Disebut masa matang untuk bersekolah, karena mereka sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru yang diberikan oleh sekolah.
            Adapun perkembangan jiwa anak pada masa sekolah ini, menurut Ahmadi dan Soleh (2005. Hal 111-112)12 antara lain:
  1. Adanya keinginan yang cukup tinggi, terutama yang menyangkut perkembangan intelektual anak, biasanya dalam bentuk pertanyaan atau senang melakukan percobaan-percobaan
  2. Energi yang melimpah, sehingga kadangkala anak itu tidak memerdulikan bahwa dirinya lelah atau capek. Karena energi yang cukup inilah yang menjadi sumber potensi dan dorongan belajar
  3. Perasaan sosial yang berkembang pesat, sehingga anak menyukai untuk mematuhi grup teman sebayanya (peer group), anak lebih suka mementingkan peer groupnya daripada orang tuanya.
  4. Sudah dapat berpikir secara abstrak, sehingga memungkinkan bagi anak untuk menerima hal-hal yang berupa teori ataupun norma-norma tertentu
  5. Minat istimewanya tertuju pada kegemaran dirinya (gemar bermain gitar, pelihara binatang, dan lain-lain) yang mengakibatkan anak melalaikan tugas sekolahya
  6. Adanya kekejaman yaitu: “Perhatian anak ditujukan pada dunia luar, akan tetapi dirinya tidak mendapat perhatian, saat itu juga anak belum mengenal jiwa orang lain.” Akibatnya anak berlaku kejam kepada orang lain, tetapi anak belum menyadari tindakan kekejamannya itu.
Anak yang memasuki sekolah dasar mulai dikembangkan daya pikirnya. Sekolah memberikan pengaruh sistematis dalam pembentukan akal budi, pengetahuan, ketrampilan dan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Hasrat untuk mengetahui realitas benda dan peristiwa-peristiwa terus mendorong anak untuk meneliti dan melakukan berbagai eksperimen. Minat anak pada dekade ini lebih banyak dipusatkan pada sesuatu yang bergerak dinamis. Segala sesuatu yang aktif dan bergerak akan sangat menarik perhatian anak (Kartono, 1995, hal.138)13. Kecenderungan tertarik terhadap sesuatu yang bergerak juga ditemui dalam hal memuaskan kesenangan anak. Anak merasa senang ketika ia mendapat hiburan yang menarik dan sesuai dengannya. Salah satu jenis media yang dapat memenuhi kebutuhan dan minat anak karena memiliki objek yang bergerak dan suara yang mendukung adalah televisi.

2 Perilaku
2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan/aksi yang mengubah hubungan antara organisme dan lingkungannya. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat stimulus dari luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus, saraf diperlukan untuk mengkoordinasikan respon dan efektor untuk melaksanakan aksi. Perilaku dapat pula terjadi sebagai stimulus dari dalam. Stimulus dari dalam, misalnya rasa lapar, memberikan motivasi akan aksi yang akan diambil bila makanan benar-benar terlihat atau tercium. Umumnya perilaku suatu organisme merupakan akibat gabungan stimulus dari dalam dan dari luar.
Chaplin dalam Hamidi (2007:100) perilaku didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang. Dalam pengertian yang lebih sempit perilaku dapat dirumuskan hanya mencakup reaksi yang dapat diamati secara umum atau obyektif. Menurut Walgito (2003:13), yang dimaksud perilaku atau aktivitas dalam pengertian yang luas yaitu perilaku yang menampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak menampak (inner behavior), demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut disamping aktivitas motorik juga termasuk aktivitas emosional dan kognitif.
Skiner dalam Hamidi (2007:101) membedakan perilaku menjadi dua yaitu perilaku yang alami (innate behavior) berupa insting-insting dan refleks-refleks,  yakni gerakan reaktif spontan yang dibawa sejak organisme lahir. Kedua adalah  perilaku operan (operant behavior) yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Proses terjadinya perilaku operan: Stimulus ‡ reseptor ‡ otak sebagai susunan syaraf dan pusat kesadaran ‡ afektor ‡ respons
Walgito (2003) menjelaskan bahwa perilaku terdiri dari :
1) Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana mempersepsi terhadap obyek tersebut.
2) Komponen afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap suatu obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif,
3) Komponen konatif (komponen perilaku atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap. Komponen ini menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap obyek sikap.
3. Berpacaran
3.1 Pengertian Pacaran
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Poerwadharminta (1989:623) disebutkan bahwa "pacaran adalah teman lawan jenis tetap dan mempunyai hubungan intim biasanya untuk menjadi tunangan kekasih". Hidayat (1986:134) mengemukakan bahwa "pacaran adalah proses pergaulan antara pria dan wanita yang lebih inten". Kartono (1986:186) menyebutkan bahwa "pacar adalah seorang pemuda ideal, seorang partner tetap atau calon jodoh". Adapun Suyono (1985:289) "pacaran adalah suatu cara bergaul secara lebih efektif antara remaja usia kawin yang berlainan jenis, yaitu pria dan wanita yang berlangsung akrab sekali dalam rangka menentukan pilihan dan mencari jodoh".
Mastudli Sahli (1981:40) mengatakan bahwa masa " berpacaran adalah masa untuk menemukan calon teman hidup yang diinginkan oleh keduanya agar kelak setelah menjadi suami-istri dapat hidup yang ideal dan harmonis'.
3.2  Pasangan dalam Berpacaran
Anak-anak memulai perkenalan dan pemahaman terhadap lawan jenisnya tersebut dengan cara bergaul lebih akrab dan lebih dekat dengan teman sebaya dan sepermainannya. Setelah semakin dekat akan terjalin rasa saling membutuhkan satu sama lain dan terciptalah komitmen untuk selalu bersama di antara keduanya itulah yang disebut berpacaran. "Pada masa ini timbul rasa kesadaran bahwa anak laki-laki dan perempuan senang saling bergaul. Pada umumnya dalam waktu ini kencan (dating) dan pacaran (romance) merupakan hal penting dalam hidupnya". (Windradini, tanpa tahun:159).
Hubungan percintaan yang diawali dengan pertemanan, kemudian persahabatan dan berpacaran ini sering terjadi pada anak pada tahap perkembangan akhir. Ada yang berlangsung lama dan juga ada yang sebentar saja, karena anak belum memiliki pengalaman dalam hal memilih teman dan pacar. Windradini (tanpa tahun:177) menyimpulkan bahwa "ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam mereka mencari teman yaitu: mempunyai minat yang sama, dapat mengerti jiwanya, membuat mereka nyaman. Dan mereka yang dapat memenuhi syarat-syarat ini adalah mereka yang sama status sosio-ekonominya".
3.3  Waktu berpacaran
Waktu berpacaran yang dimaksud adalah jangka waktu lama tidaknya berpacaran. Dalam berpacaran antara individu dengan individu lainnya berbeda jangka waktunya yaitu ada yang berpacaran 2-3 minggu, 3 minggu-2 bulan yang dimulai ketika masih berada di kelas V SD. Selain itu juga ada yang berpacaran dalam jangka waktu 2 bulan- 1 tahun dan bahkan ada yang berpacaran lebih dari 2 tahun yang dimulai dari SD – SMA.
3.4 Frekuensi Berpacaran
Frekuensi berpacaran itu tergantung dari sejak kapan mereka pertama kali melakukan pacaran. Lebih dini mereka mulai berpacaran maka pengalaman berpacaran mereka lebih banyak. Keinginan pada masa-masa pubertas untuk bersosialisasi sangat besar terutama dengan lawan jenisnya. Pada akhirnya para anak ini seringkali membuat kesalahan dalam pemilihan teman dari lawan jenis dan seringkali persahabatan tidak berlangsung lama dan berakhir pertengkaran karena emosi yang masih labil dan sikap ceroboh. Windradini (tanpa tahun:177) menyatakan bahwa "dengan bertambahnya umur anak lebih berpengalaman dalam menilai teman sebayanya dan selanjutnya persahabatan atau berpacaran dapat berlangsung lama". Dengan kata lain, semakin anak itu menginjak usia remaja semakin memiliki pengalaman tentang persahabatan atau bahkan pacaran dengan lawan jenis, mereka lebih mampu menentukan teman lawan jenis sesuai dengan dirinya.
3.5 Cara-cara Berpacaran
Perilaku berpacaran pada umumnya didasarkan pada nilai-nilai budaya yang berlaku dan akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila seorang anak laki-laki mulai tertarik pada teman perempuannya maka ia berkunjung ke rumahnya, kemudian berkencan dan sebagainya. Dengan berkembangnya teknologi dan informasi sekarang cara berpacaran berubah pada sebagian masyarakat. Sarwono (1981) mengatakan bahwa "perilaku pacaran sebagai perwujudan cinta kasih, tidak cukup dengan perasaan hati, pandangan mata, senyuman penuh arti, namun juga melakukan sentuhan". Hal ini menimbulkan perilaku pacaran yang bermacam-macam mulai berkunjung ke rumah, berkencan, bercumbu sampai bersenggama.
4. Perilaku Pacaran
Menurut pernyataan-pernyatan para ahli di atas, berpacaran adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya ketertarikan emosi antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku pacaran terbentuk akibat adanya stimulus yang menyenangkan yang diberikan atau yang datang dan didasari rasa cinta, kasih sayang kemudian stimulus itu direspon dalam bentuk perilaku yang ditunjukan dengan cara saling memberi perhatian, melengkapi kebutuhan orang yang memberikan stimulus, dan keduanya saling memberikan respon yang positif serta berkomitmen untuk melakukan serangkaian aktivitas bersama-sama.

5. Televisi dan Sinetron Remaja
            Televisi berasal dari dua kata yang berbeda yaitu “Tele” yang berarti jauh dan “Visi” yang berarti penglihatan. Dengan demikian televisi dapat diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh dalam hal ini mempunyai pengertian melihat gambar ataupun mendengar suara yang diproduksi di suatu tempat melalui suatu alat / perangkat (Wahyudi, 1986 : 49)14. Sebagai media elektronik, televisi memiliki ciri – ciri seperti yang diebutkan (Effendy, 1984 : 24)15 yakni berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikasinya heterogen. Para pembina televisi (television watcher, TV Viewer) adalah sasaran komunikasi melalui televisi siaran yang karena heterogen masing – masing mempunyai kerangka acuan (Frame of reference) yang berbeda satu sama lain. Mereka juga bukan saja dalam usia dan jenis kelamin, tetapi juga dalam latar belakang sosial dan kebudayaan sehingga pada gilirannya berbeda pula dalam pekerjaan, pandangan hidup, agama, pendidikan, cita-cita, keinginan, kesenangan dan lain sebagainya (Effendy, 1984 : 73)16.
Sinetron pada dasarnya merupakan “soap opera”, sebuah siaran drama berseri di radio Amerika pada sekitar 1930-an. Opera sabun ini baru masuk ke televisi di era 50-an. Istilah “sinetron” di Indonesia merupakan singkatan dari “sinema elektronik” dan disebutkan bahwa yang pertama kali mencetuskan istilah tersebut adalah Soemardjono (pendiri Institut Kesnian Jakarta). Sinetron merupakan suatu tayangan yang berisikan tentang kehidupan manusia yang dianggap mewakili citra atau identitas komunitas tertentu yang ditata sedemikian rupa sehingga hasilnya menarik perhatian dan memikat hati penontonnya. Hal ini memungkinkan bertambahnya durasi atau jam tayang sinetron-sinetron lokal. Hal inilah yang membedakan sinetron dengan film, jika film berdurasi pendek dan tidak berlanjut menjadi beberapa seri, maka sinetron bisa memiliki banyak seri. Bagi sebagian orang, berbicara tentang sinetron Indonesia identik dengan membicarakan alur cerita yang berbelit-belit, mengada-ada, mengabaikan logika, dan tidak mewakili realitas masyarakat pada umumnya  Sinetron sudah menjadi bagian dari wacana publik dalam ruang sosial masyarakat. Cerita sinetron tidak hanya sekedar menjadi sajian menarik dilayar kaca, tetapi juga telah menjadi bahan diskusi atau bahan ngrumpi baru diantara para penikmat sinetron, bahkan tidak jarang nilai-niai sosial didalamnya hadir sebagai rujukan perilaku para penggemarnya.
Di Indonesia salah satu tema sinetron yang paling digemari adalah sinetron drama yang merupakan komposisi cerita atau kisah, syair lagu-lagu yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dam watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang melibatkan konflik atau emosi yang dikemas secara khusus untuk ditayangkan ditelevisi. Sinetreon drama ini pun dibagi dalam beberapa katagori, yaitu:
a) Drama keluarga
Mengangkat persoalan-persoalan keluarga dengan pemeran seluruh anggota keluarga (anak-anak, remaja, ayah dan ibu).
b) Drama komedi situasi
Drama yan berisi kelucuan-kelucuan dan menciptakan serta mengajak pemirsa tertawa.
c) Drama misteri
Mengangkat masalah misteri atau menciptakan situasi yang mencekam..     
Menurut AGB Nielsen (2007)17, ibu rumah tangga merupakan kalangan yang paling banyak menonton tayangan sinetron. Hal ini didukung dengan pernyataan Andini Wijendru, Manajer Media Client Services Nielsen, bahwa sebagian besar penonton sinetron adalah wanita berusia 30 tahun ke atas dari kelas menengah ke bawah. Dikatakan juga bahwa 55 persen pemirsa TV merupakan perempuan usia 10-24 tahun, 27 persennya merupakan siswi SMA dan 20 persennya siswi SD. (http://www.gemari.or.id/detail.php?id=2969)18
            Dari data tersebut dapat diketahui minat siswa SD terhadap sinetron cukup besar, selain karena sinetron remaja memuat unsur drama dan cerita yang menarik bagi anak, sinetron ini juga menampilkan figur artis yang dalam kategori ABG dan populer di kalangan anak-anak. Setting yang digunakan dalam sinetron remaja adalah setting di sekolah dengan pakaian seragam serba minim, setting di mall dan di rumah yang mewah. Karakter yang khas dalam semua sinetron remaja adalah adanya peer group yang kuat atau dalam istilah remaja disebut geng, ada geng yang diketuai oleh pemeran antagonis, dan ada kelompok yang tertindas sebagai peran protagonisnya. Hal-hal yang digunakan sebagai pemicu konflik di antara remaja ini adalah konflik mengenai popularitas di sekolah, perebutan cinta dan perhatian antara tokoh antagonis dengan protagonis, adanya aksi pembalasan dendam satu dengan yang lain. Di dalam sinetron remaja juga menyajikan kesan masa-masa ABG yang penuh dengan pencarian jati diri dan cinta dari sesama temannya, hal ini juga dimanifestasikan dalam adegan pacaran atau saling rayu, saling mencari perhatian misal dengan adanya adegan memeluk di depan umum, mengusap air mata ketika ada tokoh yang sedih di depan unum, saling menatap mata dalam waktu yang lama, menggendong di depan umum dan banyak hal lain yang memamerkan keromantisan-keromantisan ala ABG yang tidak semestinya ditonton oleh anak-anak usia sekolah dasar.
Dari sekian banyak sinetron remaja yang bermunculan di televisi, dapat ditarik sebuah benang merah mengenai ciri-ciri atau stereotipnya yang sama secara signifikan, antara lain:
  1. Menggunakan lagu cinta sebagai soundtrack
  2. Menampilkan karakter gadis baik hati dari golongan ekonomi menengah ke bawah
  3. Adanya karakter pria ‘tampan’ dari golongan ekonomi menengah ke atas yang menyukai karakter utama wanita dari golongan menengah ke bawah setelah pertemuan yang tak disengaja
  4. Adanya karakter antagonis yang tega mencelakai orang lain (seringkali dnegan cara yang sadis)
  5. Karakter utama sering menangis dan bertindak pasrah
  6. Gerakan kamera yang seringkali zoom-in zoo-out untuk mendramatisir peristiwa
Ini berkaitan dengan konsep yang diungkap oleh Theosor Adorno (1991)19. Ia mengatakan bahwa kapitalisme telah menyajikan kepada masyarakat apa yang disebut ‘industri budaya’, yang ia katakan sebagai kebalikan dari ‘seni yang sebenarnya’, untuk membuat mereka puas secara pasif yang akhirnya membuat mereka ‘pasrah’ secara politik. Ia mengungkapkan bahwa industri budaya terus menciptakan ‘produk-produk massal’ yang tidak sophisticated, yang telah mengganti bentuk seni yang lebih kritis dan lebih ‘sulit dimengerti’ yang memiliki kemungkinan bagi masyarakat untuk mempertanyakan kehidupan dengan produksi sinetron yang murah dan tidak memiliki sisi edukasi yang tinggi.

6. Hubungan Antara Perilaku Berpacaran Anak Usia Sekolah Dasar Terhadap Sinetron Remaja
Hubungan antara sikap terhadap sinetron remaja yang bertema percintaan di televisi dengan perilaku berpacaran dapat ditunjukkan bahwa perilaku anak yang mengalami masa pacaran ini dapat berperilaku seperti yang disaksikannya di televisi tersebut. Kebanyakan mereka merubah sikap dan perilaku sehari-hari dengan meniru berbagai hal yang telah disaksikannya di televisi. Apabila dalam pikirannya berpola bahwa sinetron bertema percintaan adalah negatif maka anak tersebut percaya bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan sinetron bertema percintaan adalah buruk. Perilaku anak dapat berubah setelah menyaksikan sinetron bertema percintaan karena mereka benar-benar mengetahui sinetron tersebut (Azwar, 1998). Komponen afektif merupakan reaksi emosional dari suatu sikap yang dipengaruhi oleh pengetahuan atas sinetron bertema percintaan. Apabila anak tersebut menganggap sinetron bertema percintaan benar maka siswa tersebut akan menggemari tayangan tentang sinetron bertema percintaan di televisi. Komponen perilaku atau konatif merupakan kecenderungan anak untuk menonton sinetron-sinetron bertema percintaan apabila anak ini mempercayai bahwa sinetron tersebut baik dan menyenanginya.
Berdasarkan beberapa hal di atas yang dimaksud dengan hubungan antara perilaku pacaran terhadap sinetron remaja bertema percintaan pada anak usia sekolah dasar adalah perasaan positif atau favorable dan perasaan negatif terhadap suatu obyek psikologis yaitu sinetron bertema percintaan di tetevisi. Setelah anak menyaksikan sinetron mereka merubah perilaku atau memiliki pemikiran dan sudut pandang lain terhadap suatu adegan yang ditayangkan dalam sinetron.


B.     Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah
1. Perilaku berpacaran atau pacaran adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang aktif maupun tidak aktif diwarnai keintiman, keduanya terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui pasangan pacar dan bertujuan untuk saling mengenal sebelum memutuskan untuk melangkah pada pernikahan. Perilaku berpacaran terdiri dari kecenderungan berperilaku dalam memilih pacar, waktu berpacaran, cara berpacaran, dan tempat berpacaran sesuai dengan norma-norma dan budaya yang berlaku di masyarakat
2. Anak Usia Sekolah Dasar dalam penelitianadalah para siswa yang terdiri dari laki-laki dan peermpuan yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan menginjak usia puber yaitu mereka yang duduk di kelas V dan kelas VI

C.    Guide Interview
Materi wawancara yang disusun untuk anak adalah sebagai berikut:

  1. Latar belakang subjek dan kegiatan subjek di rumah
  2. Alasan menyukai sinetron remaja
  3. Siapakah tokoh yang paling subjek sukai dan sejauhmana subjek mengetahui isi cerita sinetron remaja
  4. Perilaku atau adegan mana yang paling diingat dan menarik perhatian subjek di dalam sinetron remaja
  5. Bagaimana penampilan fisik pemain sinetron yang kamu sukai?
  6. Apakah pemain sinetron sesuai dengan peran yang dimainkannya?
  7. Seberapa sering pemain sinetron yang kamu sukai muncul dalam sebuah sinetron?
  8. Bagaimana totalitas pemain dalam memainkan adegan dalam sinetron?
  9. Bagaimana menurutmu kesesuaian adegan terhadap norma dan budaya masyarakat?
  10. Apakah adegan dalam sinetron menunjukkan cara berperilaku pacaran saat ini?
  11. Bagaimana alur cerita dalam sinetron yang kamu tonton?
  12. Apakah cerita dalam sinetron memiliki kesesuaian dengan pengalaman pribadimu?
  13. Menurutmu apa manfaat dari menonton sinetron?
  14. Bagaimana perasaanmu terhadap pemain sinetron?
  15. Bagaimana perasaanmu terhadap adegan-adegan yang ada dalam sinetron?
  16. Bagaimana perasaanmu terhadap manfaat sinetron?
  17. Bagaimana reaksi dan responmu terhadap adegan-adegan dalam sinetron?
  18. Kapan kamu mulai berpacaran?
  19. Berapa kali kamu ganti pacar?
  20. Setiap berpacaran, maksimal berapa lama?
  21. Berapa kali frekuensi untuk pertemuanmu dengan pacar?
  22. Dimana biasanya kamu berpacaran?
  23. Bagaimana cara kalian bertemu?
  24. Aktivitas apa saja yang dilakukan saat bersama pasangan?
  25. Bagiamana gaya atau peilaku pacaran subjek yang meniru adegan dalam sinetron remaja yang ditontonnya
2 Deskripsi Umum
Gambaran Tempat Wawancara
Wawancara dilakukan pada siang hari pukul setengah sebelas di tempat duduk depan kelas tiga. Suasana wawancara berjalan kurang kondusif  karena banyak keramaian yang disebabkan oleh teman-teman subyek yang ikut memperhatikan jalannya wawancara dan ikut memberikan tanggapan serta komentar. Interviewer dan interviewee duduk berhadapan dengan dengan posisi kaki satu diangkat dan ditekuk kedalam setengah bersila, dan satu kaki kanan menggantung kebawah menyentuh lantai. Proses wawancara dilakukan di luar ruangan, tidak banyak barang yang ada disekitar interviewer dan interviewee hanya Tas dan Handphone.
Gambaran interviewee
Interviewee berambut panjang, ikal, diikat ke belakang atau dikuncir satu. Interviewee saat itu memakai kaos berwarna hijau dengan jaket berwarna merah muda, dan bercelana panjang.
Keadaan interviewee pada saat wawancara
Interviewee pada awalnya adalah seorang yang kooperatif ketika diajak melakukan wawancara. Namun ketika diwawancarai mengenai pengalaman pribadi tentang pacaran, interviewee berusaha menutupinya dari interviewer. Selama wawancara berlangsung interviewee banyak malu-malu dan menjawab singkat. Ketika awal memulai wawancara, subyek bisa menyesuaikan diri dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkait dan dapat 
menjelaskannya dengan lancar.


3 Transkrip Wawancara
Kode
Baris
Transkrip
Parafase
Sintesa
Point Theori
Label
TNE18062014
1
Nama panggilannya




VI18062014

Via




TNE18062014

Kelas?




VI18062014

Kelas 6




TNE18062014
5
Ya, aku kak ellsa ya. Terus kamu ngapain aja dirumah?




VI18062014

Berantem sama adek, berantem sama kakak, liat tivi, makan, tidur, mandi lain lain.. ehhehe




TNE18062014

Terus liat tivinya kamu sukanya apa?




VI18062014

Diam-diam suka, GGS
-  Subyek menyukai tokoh-tokoh yang ada dalam sinetron remaja

-  Subyek memahami cerita sinetron dengan baik

-  Subyek memahami adegan yang dikategorikan adegan romantis

-  Apabila subyek tidak memiliki sesuatu yang dikerjakan, maka ia menonton sinetron remaja tersebut setiap hari
-  Subyek sering menonton sinetron remaja
-          Memiliki pengetahuan, pandangan, keyakinan, terhadap sinetron yang ditontonnya  dan mempersepsikannya


-   Kecenderungan subyek bertindak untuk menonton sinetron apabila tidak memiliki kesibukan.
Komponen kognitif (komponen perceptual)





Komponen konatif (komponen perilaku atau action component
TNE18062014

Terus tokohnya yang kamu sukai?
VI18062014
10
Dava terus sama neyla
TNE18062014

Kenapa kok suka itu, tokohnya?
VI18062014

Tokohnya ada yang cantik, ada yang baik.sifatnya ramah, eehh udah
TNE18062014

Terus adegan mana yang kamu sukai dari sinetron-sinetron itu?
VI18062014

Adegannya itu yang diam-diam suka itu yang si sri cemburu sama dafanya waktu dafa sama si chelsea.
TNE18062014
15
Itu tau gak kamu cemburu itu apa?
VI18062014

Cemburu itu tanda cinta
TNE18062014

Suka ya cinta-cinta?
VI18062014

Nggak terlalu
TNE18062014

Kamu suka yang mana lagi cerita yang mana lagi?
VI18062014
20
Ceritanya itu tentang persahabatannya
TNE18062014

Terus?
VI18062014

Udah
TNE18062014

Ehm kalo adegan pacarannya suka nggak? Sukanya siapa pacaran sama siapa?
VI18062014

Sri pacaran sama dafa
TNE18062014
25
Sukanya dimananya? Romantis nggak itu?
VI18062014

Iya..
TNE18062014

Adegan yang mana romantis itu?
VI18062014

(berpikir) pas berdua ituu..sebenernya itu agak .. agak..
TNE18062014

Agak agak gimana?
VI18062014
30
Agak agak gimana ya, saling melengkapi lah
TNE18062014

Terus kamu berapa sering liat sinetronnya? Kalo setiap hari apa..???
VI18062014

Setiap hari




TNE18062014

Setiap hari selalu nonton?
VI18062014

Nggak terlalu sih, kalo nggak ada kerjaan ya liat gitu
TNE18062014

VI18062014
35
Nah apa ada pengalaman yang sama sama kayak cerita yang ditampilkan gitu?
Ada..

TNE18062014

Kayak gimana? Samanya yang kaya apa?
-   Subyek memiliki pengalaman pribadi yang sama dengan yang ada dalam sinetron



VI18062014

(malu... senyum-senyum saja, tanpa menjawab.. diam lama)
TNE18062014

Ehm, tapi ada ya?
VI18062014
40
Ada, iya..
TNE18062014

Mau tanya, kamu kalo pacaran, pacarannya udah berapa lama?
VI18062014

Labil
TNE18062014

Maksudnya?
VI18062014

Ya maksudnya, nyambung putus nyambung putus gitu dah
-  Subyek mulai mengenal pacaran sejak kelas 1 SD, dan gaya berpacarannya sering putus nyambung.


-   Sampai sekarang subyek sudah berpacaran sebanyak 3 kali
-    Labil dalam membina hubungan
-Keinginan pada masa-masa pubertas untuk bersosialisasi dengan lawan jenisnya.
-Ciri perkembangan anak usia sekolah dasar
TNE18062014
45
Dari kapan?
Dalam berpacaran antara individu dengan individu lainnya berbeda jangka waktunya yaitu ada yang berpacaran 2-3 minggu, 3 minggu-2 bulan yang dimulai ketika masih berada di kelas V SD
-    Pacaran anak diawali dengan pertemanan, kemudian persahabatan dan berpacaran dan sering terjadi pada anak pada tahap perkembangan akhir.

-Ada yang berlangsung lama dan juga ada yang sebentar saja, karena anak belum memiliki pengalaman dalam hal memilih teman dan pacar.

VI18062014

Dari kelas satu


Frekuensi Pacaran
TNE18062014

Dari kelas satu? Ohh.. ini kamu sudah berapa kali pacaran?
VI18062014

Sudah tiga.
TNE18062014

Sudah tiga kali, terus yang ketiga ini sudah berapa lama?
VI18062014
50
Nggak tahu, nggak sampe tahunan. Ya 2 minggu
-Waktu Pacaran
TNE18062014

Ohh, baru kelas 6 ini?

VI18062014

Nggak, dari kelas satu

TNE18062014

Nggak maksudnya sama pacaran yang terakhir ini pas kamu dari kelas 6?

VI18062014

Ohh aa kelas 5 naik kelas 6


TNE18062014
55
Nah kamu tahu pacaran itu darimana pertamanya?




VI18062014

ee.. nggak tahu. Tahu.. tahu sendiri, dari temen-temen juga
-  Subyek sendiri yang mengetahui istilah pacaran dari kelas 1 SD juga ejekan-ejekan dari teman-temannya

-  Awal mula pacaran, karena yang laki-laki mendekatinya lewat sms
-   Mengerti berpacaran melalui media sosialisasi teman-temannya dan orang yang mendekatinya
-Perasaan sosial yang berkembang pesat, sehingga anak menyukai untuk mematuhi grup teman sebayanya (peer group), anak lebih suka mementingkan peer groupnya
Ciri perkembangan anak usia sekolah dasar
TNE18062014

Gimana? Kelas satu kamu suka suka gitu apa gimana pertamanya?
VI18062014

Ya suka suka gitu
TNE18062014

Terus?
VI18062014
60
Ya udah pacaran daah, ya udah
TNE18062014

Pacarannya itu siapa yang mulai ndeketin?
VI18062014

Ya yang cowok
TNE18062014

Lewat apa?
VI18062014

Sms
TNE18062014
65
Terus pernah ketemu gak?
VI18062014

Setiap hari ketemu
TNE18062014

Ketemunya dimana?
VI18062014

Sekolah
TNE18062014

Pernah duduk berdua gitu?
VI18062014
70
Nggak nggak
-  Subyek jarang bertemu dengan pacarnya di luar sekolah dan saat bertemu disekolah hanya ngobrol berdua di dalam kelas di saat istirahat, di luar itu hanya menyapa biasa







-  Subyek berpacaran dengan teman sekelasnya juga dengan kakak kelas di sekolahnya



Komponen konatif (komponen perilaku atau action component)
TNE18062014

Nggak pernah?


VI18062014

Namanya anak kecil mbak.. nggak, nggak pernah..


TNE18062014

Terus ini kan kamu udah 3 kali pacaran, yang paling lama masih ingat gak berapa lama?




Subyek malu untuk berpacaran di luar lingkungan sekolah


VI18062014
TNE18062014

Berapa ya? 2 bulan


75
Kalo misalkan apa kalo ketemu itu biasanya gimana caranya?
Perilaku berpacaran pada umumnya didasarkan pada nilai-nilai budaya yang berlaku





-Cara-cara berpacaran




-Pasangan Pacaran




-   
VI18062014

Nggak, nggak pernah ketemu cuman smsan tok




TNE18062014

Itu pacarnya gak temen sekelas?
VI18062014

Satu sekelas, yang dua itu kakak kelas
TNE18062014

Terus kalo misal ketemu di sekolah gimana? Ngapain aja? Apa belajar bareng apa Cuma nyapa biasa?
VI18062014
80
Nyapa biasa
TNE18062014

Ngobrol berdua nggak pernah?
VI18062014

Pernah
TNE18062014

Dimana biasanya?

Cara berpacaran
VI18062014

Di kelas

TNE18062014
85
Oh, waktu yang sekelas ya, duduknya sebangku atau..??

VI18062014

Nggak nggak sebangku

TNE18062014

Waktu apa? Istirahat apa pulang sekolah?

VI18062014

Istirahat

TNE18062014

Oh itu sampe sekarang?




VI18062014
90
Nggak, sekarang jomblo




TNE18062014

Oh mulai kapan?




VI18062014

Ya kelas 6 ini




TNE18062014

Trus kalo malem pas ada sinetron gitu kamu ngapain?




VI18062014

Ya main di depan rumahnya mantan




TNE18062014



 VI18062014
95
Tapi kamu niru gak adegan-adegan yang di sinetron yang pernah kamu tonton itu?





Nggak
-  Subyek tidak meniru adegan yang ada dalam sinetron ketika berpacaran karena adegan yang ditayangkan itu untuk orang dewasa





-  Perasaan subyek setelah menonton sinetron remaja biasa saja, dan tetap agak menyukai sinetron tersebut.
- Subyek mengetahui bahwa adegan dalam sinetron tidak pantas untuk ditiru oleh anak-anak

-Perasaan biasa saja setelah menonton sinetron
-dapat berpikir secara abstrak, sehingga memungkinkan bagi anak untuk menerima hal-hal yang berupa teori ataupun norma-norma tertentu

Komponen konatif (komponen perilaku atau action component)

TNE18062014

Kenapa?





Komponen afektif (komponen emosional)
VI18062014

Nggak mau




TNE18062014
100
kamu ngeliatnya adegan-adegannya ceritanya itu cocok nggak buat diliat anak-anak seumuranmu?
VI18062014

Soalnya itu adegannya buat orang-orang dewasa gitu
TNE18062014

Trus kamu masih, tapi masih suka?
VI18062014

Agak-agak lah..
TNE18062014

Kamu setelah nonton sinetron itu gimana? Seneng apa biasa aja?
VI18062014
105
Biasa aja
TNE18062014

Biasa aja, tapi tetep suka?
VI18062014

Agak-agak



TNE18062014

Oh yaudah makasih ya..




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

CARA SKORING TES PSIKOLOGI VSMS

Laporan dan Deskripsi Observasi VSMS

Analisis Film menurut Teori Psikologi Sosial