Budaya Jam Karet Indonesia
Budaya Jam Karet Indonesia
Siapa yang tidak mengenal istilah “jam karet”? Rasanya istilah “jam karet” sudah sangat popular di telinga masyarakat Indonesia. Mengapa disebut “jam karet”? Istilah ini digunakan oleh kebanyakan masyarakat untuk menyebut ketidak tepatan waktu yang digunakan. Biasanya diungkap dengan kalimat sindiran “molornya berapa jam?”. Sebenarnya pernyataan atau pertanyaan seperti ini sangat menggelitik telinga karena telah mengobrak-abrik pemahaman kita tentang waktu.
Bangsa Indonesia sangat identik dengan “jam karet”nya alias tidak tepat waktu, suka molor-molor atau menunda-nunda sesuatu.
Pada dasarnya, jam karet tidak dengan sengaja diciptakan atau direncanakan oleh masyarakat Indonesia. Tidak ada seorangpun yang sengaja menjadikan jam karet sebagai aturan, rutinitas atau sesuatu yang wajib dilakukan. Tetapi jam karet telah menjadi kebiasaan sebagian besar orang yang hidup di negeri ini. Tanpa disadari kebiasaan ini seiring waktu terus menular dan menyebar ke lingkungan sekitarnya. Karena karakter masyarakat Indonesia sebagian besar adalah masyarakat yang malas, bersantai-santai, hidup enak-enakan, dan akhirnya tidak disiplin waktu.
Jika diamati lebih mendalam, hal yang tidak sengaja diciptakan ini ternyata telah membudaya pada masyarakat Indonesia mulai dari hal yang terkecil . Contoh sederhana yang paling mudah dilihat dan paling sering terjadi antara lain: ketidaktepatan siswa hadir di sekolah, guru terlambat hadir di kelas, pertemuan atau rapat yang tidak tepat waktu, dan banyak hal lain yang mungkin seringkali terjadi namun diabaikan karena telah dianggap lazim. Persoalannya adalah masyarakat kita terlalu menganggap enteng waktu sehingga ketidakdisiplinan itu lama-kelamaan menjadi kebiasaan dan gaya hidup. Tidak bisa dipungkiri bahwa bersantai-santai yang menyebabkan terlambat itu sangat menyenangkan, tetapi yang perlu dicatat adalah seberapa malu kita saat terlambat. Jika tidak timbul rasa malu sedikitpun atau rasa bersalah maka kemungkinan besar kebiasaan itu akan memberikan pengaruh kepada lingkungan sekitarnya dan menularkannya, sehingga makin banyak masyarakat Indonesia yang makin tidak tepat waktu.
Sebenarnya, budaya tidak tepat waktu ini adalah bentuk sederhana dari perwujudan korupsi di Indonesia. Bukankah korupsi dimulai dari hal terkecil? Hal terkecilnya adalah korupsi waktu. Pegawai-pegawai kantor, staf-staf yang bekerja di lembaga pemerintahan, bahkan pejabat tinggi memulai aksi korupsinya dengan tidak hadir tepat waktu di tempat ia bekerja dan suka menunda-nunda pekerjaannya. Bangsa Indonesia juga sangat dekat dengan kata korupsi, bahkan korupsi pun menjadi sebuah prestasi. Sampai kapan budaya korupsi ini terus melekat di bangsa Indonesia? Jika tidak mulai merubahnya dari hal tekecil, pertanyaan tersebut nantinya hanya akan menjadi pertanyaan retoris, tanpa sebuah jawaban pasti.
Budaya “Jam karet” Indonesia dan segala macam bentuk korupsi waktu bisa dimusnahkan dari bumi pertiwi, kalau seluruh masyarakatnya memiliki kesadaran tentang pentingnya tepat waktu, dan bersatu untuk menjadikan Indonesia, bangsa yang disiplin dan memiliki integritas dalam mencapai target yang ditentukan. Cara yang dapat dilakukan dari hal sederhana adalah dengan mendisiplinkan anak bangsa, memperketat jam kerja pegawai/karyawan, mengontrol pelaksanaan tugas agar berjalan tepat waktu dan sesuai target yang ditentukan.
Siapa yang tidak mengenal istilah “jam karet”? Rasanya istilah “jam karet” sudah sangat popular di telinga masyarakat Indonesia. Mengapa disebut “jam karet”? Istilah ini digunakan oleh kebanyakan masyarakat untuk menyebut ketidak tepatan waktu yang digunakan. Biasanya diungkap dengan kalimat sindiran “molornya berapa jam?”. Sebenarnya pernyataan atau pertanyaan seperti ini sangat menggelitik telinga karena telah mengobrak-abrik pemahaman kita tentang waktu.
Bangsa Indonesia sangat identik dengan “jam karet”nya alias tidak tepat waktu, suka molor-molor atau menunda-nunda sesuatu.
Pada dasarnya, jam karet tidak dengan sengaja diciptakan atau direncanakan oleh masyarakat Indonesia. Tidak ada seorangpun yang sengaja menjadikan jam karet sebagai aturan, rutinitas atau sesuatu yang wajib dilakukan. Tetapi jam karet telah menjadi kebiasaan sebagian besar orang yang hidup di negeri ini. Tanpa disadari kebiasaan ini seiring waktu terus menular dan menyebar ke lingkungan sekitarnya. Karena karakter masyarakat Indonesia sebagian besar adalah masyarakat yang malas, bersantai-santai, hidup enak-enakan, dan akhirnya tidak disiplin waktu.
Jika diamati lebih mendalam, hal yang tidak sengaja diciptakan ini ternyata telah membudaya pada masyarakat Indonesia mulai dari hal yang terkecil . Contoh sederhana yang paling mudah dilihat dan paling sering terjadi antara lain: ketidaktepatan siswa hadir di sekolah, guru terlambat hadir di kelas, pertemuan atau rapat yang tidak tepat waktu, dan banyak hal lain yang mungkin seringkali terjadi namun diabaikan karena telah dianggap lazim. Persoalannya adalah masyarakat kita terlalu menganggap enteng waktu sehingga ketidakdisiplinan itu lama-kelamaan menjadi kebiasaan dan gaya hidup. Tidak bisa dipungkiri bahwa bersantai-santai yang menyebabkan terlambat itu sangat menyenangkan, tetapi yang perlu dicatat adalah seberapa malu kita saat terlambat. Jika tidak timbul rasa malu sedikitpun atau rasa bersalah maka kemungkinan besar kebiasaan itu akan memberikan pengaruh kepada lingkungan sekitarnya dan menularkannya, sehingga makin banyak masyarakat Indonesia yang makin tidak tepat waktu.
Sebenarnya, budaya tidak tepat waktu ini adalah bentuk sederhana dari perwujudan korupsi di Indonesia. Bukankah korupsi dimulai dari hal terkecil? Hal terkecilnya adalah korupsi waktu. Pegawai-pegawai kantor, staf-staf yang bekerja di lembaga pemerintahan, bahkan pejabat tinggi memulai aksi korupsinya dengan tidak hadir tepat waktu di tempat ia bekerja dan suka menunda-nunda pekerjaannya. Bangsa Indonesia juga sangat dekat dengan kata korupsi, bahkan korupsi pun menjadi sebuah prestasi. Sampai kapan budaya korupsi ini terus melekat di bangsa Indonesia? Jika tidak mulai merubahnya dari hal tekecil, pertanyaan tersebut nantinya hanya akan menjadi pertanyaan retoris, tanpa sebuah jawaban pasti.
Budaya “Jam karet” Indonesia dan segala macam bentuk korupsi waktu bisa dimusnahkan dari bumi pertiwi, kalau seluruh masyarakatnya memiliki kesadaran tentang pentingnya tepat waktu, dan bersatu untuk menjadikan Indonesia, bangsa yang disiplin dan memiliki integritas dalam mencapai target yang ditentukan. Cara yang dapat dilakukan dari hal sederhana adalah dengan mendisiplinkan anak bangsa, memperketat jam kerja pegawai/karyawan, mengontrol pelaksanaan tugas agar berjalan tepat waktu dan sesuai target yang ditentukan.
*You'll find the treasure if you also click this*
Comments
Post a Comment