TINGKAT INTROYEKSI OTAKU-ANIME TERHADAP TAYANGAN ANIME YANG DISUKA

KONSTRUKSI ALAT UKUR
“TINGKAT INTROYEKSI OTAKU-ANIME TERHADAP TAYANGAN ANIME YANG DISUKAI”










Disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester
Mata kuliah Konstruksi Alat Ukur
Dosen Pengampu Dr Netty Herawati S.Psi, M.Psi, Psi

Oleh:
Trias Novita Ellsadayna (120541100031)
Ade Nur Rohmad (120541100079)
Kelas VI B



PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015

KATA PENGANTAR

Pujian, hormat dan kemuliaan bagi Allah yang maha kasih dan sumber segala kekuatan dan pengharapan. Penulis sangat bersyukur atas anugrah besar yang telah Tuhan berikan dalam kesempatan menyusun laporan konstruksi alat ukur dengan judul “Tingkat Introyeksi Otaku-anime terhadap Tayangan Anime yang Disukai” dari mata kuliah konstruksi alat ukur.
Proses penyelesaian laporan ini bukanlah hal yang mudah, karena dalam perjalanannya penulis menemukan banyak pengalaman berharga. Pengalaman demi pengalaman tidak penulis rasakan sendiri, namun pengalaman itu juga dirasakan bersama-sama dengan orang-orang yang setia membimbing, memberikan bantuan, serta mendukung baik secara moril dan materiil. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1.      Dr. Netty Herawati S.Psi M.Psi selaku dosen pembimbing dan pengampu mata kuliah konstruksi alat ukur yang telah memberikan perhatian, semangat, bimbingan, arahan dan nasihat kepada penulis
Akhir kata, segala ucapan terima kasih tercurah atas segala bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Apabila di dalam penulisan skripsi ini terdapat berbagai kesalahan, penulis mohon maaf atas kesalahan yang terjadi dan sangat berharap akan adanya kritik dan saran demi kelanjutan penulisan laporan selanjutnya.
                                                                                         
Bangkalan, April 2015

                                                                                                      Penulis






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2    Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3    Tujuan Penelitian ........................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1  Introyeksi…………..................................................................................... 3
2.2  Faktor-faktor yang mempengaruhi Introyeksi………….. ............................. 5
2.3  Definisi Operasional…………….................................................................. 5
2.4  Dimensi/aspek…………….......................................................................... 5
BAB III METODOLOGI PENGUKURAN
3.1  Pendekatan pengukuran................................................................................ 7
3.2  Populasi dan Sampel ................................................................................... 7
3.3  Teknik Sampling .......................................................................................... 8
3.4  Pengumpulan Data ....................................................................................... 8
3.5  Analisa Data ................................................................................................ 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil ........................................................................................................... 13
4.2  Pembahasan…………….. .......................................................................... 20
BAB V PENUTUP
5.1  Kesimpulan ................................................................................................. 22
5.2  Saran .......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 23
LAMPIRAN ..................................................................................................... 24

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Remaja Indonesia pada masa saat ini lebih menyukai tayangan yang bersifat fantasi (khayalan) dan tidak realistis. Hal ini didukung oleh pemasaran kartun jepang (anime) yang semakin meluas dan menyebar di Indonesia.  Para remaja yang sedang mencari jati diri mudah terpengaruh dengan tayangan-tayangan yang dapat merepresentasikan dirinya atau yang dapat membuat dirinya nyaman dan puas. Namun, tanpa disadari tayangan kartun jepang (anime) ini sangat mudah diadopsi nilai-nilai yang terkandung didalamnya oleh remaja yang belum memiliki konsep diri yang kuat. Proses pengadopsian nilai-nilai yang ada pada diri orang lain kedalam diri pribadi individu disebut introyeksi.
Instrumen untuk mengukur atribut psikologis harus reliabel dan valid, sehingga penelitian secara psikometris dengan skala psikologi menjadi penting dilaksanakan, termasuk skala introyeksi yang diperuntukkan bagi para remaja yang sangat menggemari anime (otaku-anime). Penelitian tentang reliabilitas dan validitas konstruk skala introyeksi belum banyak. Padahal introyeksi adalah konsep penting dalam mekanisme pertahanan diri individu dan individu yang seringkali melakukan pertahanan diri semacam ini adalah para remaja. Oleh sebab itu peneliti sangat tertarik untuk dapat membuat alat ukur dengan instrumen introyeksi. Harapannya di masa depan, skala introyeksi ini akan berguna sebagai instrumen diagnostik dalam meramalkan/memprediksikan perilaku yang muncul ketika remaja mempertahankan dirinya dengan nilai-nilai yang diadopsinya dari tayangan anime. Sehingga pihak terdekat dapat memberikan intervensi preventif kepada remaja yang sangat fanatik terhadap anime.

1.2   Rumusan Masalah
1.    Bagaimana tingkat introyeksi remaja penggemar anime (otaku-anime) terhadap tayangan anime yang disukai?
2.    Bagaimana validitas dan reliabilitas alat ukur introyeksi yang dibuat oleh peneliti?
1.3  Tujuan Pengukuran
Pengukuran ini bertujuan untuk mengembangkan suatu alat ukur yang valid dan reliabel dan dapat digunakan oleh para praktisi yang bergerak di bidang sosial dan klinis untuk dapat membantu mereka yang memiliki introyeksi tinggi terhadap anime. Sebab alat ukur ini merupakan alat ukur praktis yang dapat digunakan sebagai penjaringan/sensor awal atau bahan untuk para praktisi melakukan konseling awal, sebelum dilanjutkan oleh profesional jika dirasakan perlu. Bantuan yang dapat diberikan adalah dengan terapi mengembalikan mereka terhadap nilai-nilai realistis yang ada di dalam lingkungan sosialnya.

1.4  Manfaat Pengukuran
Adapun manfaat dari pengukuran ini, antara lain:
1)   Terciptanya alat ukur baru yang mengukur introyeksi atau pengadopsian nilai-nilai yang dilakukan oleh otaku-anime.
2)   Mendeskripsikan fenomena otaku-anime yang mengadopsi nilai-nilai dalam anime sebagai suatu kajian, sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis dan sosial.
3) Diharapkan pada otaku-anime dapat menerapkan mekanisme pertahanan ego yang sewajarnya agar tidak mengarah pada perilaku neurosis dan penelitian ini dapat membantu para otaku-anime untuk lebih mengenal kepribadiannya..
4) Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan kepada orang-orang yang berada di sekitar otaku-anime untuk membantu dalam mensejahterakan kehidupan para otaku-anime.
  



BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Introyeksi
            Mekanisme pertahanan adalah strategi yang dipakai individu untuk bertahan melawan ekspresi impuls id serta menentang tekanan super ego. Mekanisme-mekanisme ini beroperasi pada tingkat tak sadar, dan mekanisme ini selalu menolak, memalsu atau memutar-balikkan kenyataan, serta mengubah persepsi nyata seseorang sehingga kecemasan menjadi kurang mengancam. Mekanisme pertahanan memiliki banyak jenis, salah satu diantaranya adalah identifikasi. Menurut Freud, macam-macam mekanisme pertahanan antara lain: identification, displacement, repression, fictation, regression, reaction, formation, projection; dan yang paling banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari adalah identifikasi. Identifikasi adalah suatu proses dimana individu mengidentifikasikan dirinya dengan sesuatu, seseorang, atau institusi dan berfikir, merasa, serta bertingkah laku secara konsisten sesuai dengan gambaran mental dan model tersebut. Tujuan dari proses identifikasi adalah untuk melindungi individu dari ancaman devaluasi diri dan untuk meningkatkan harga diri individu tersebut. (Alwisol. 2011. hlm 24)
            Identifikasi adalah cara mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau mengidentifkasikan diri dengan orang yang dianggap lebih memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Identifikasi umumnya tidak disadari, dan tidak perlu total. Diri orang lain diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu mencapai tujuan diri. Identifikasi meliputi introyeksi yang adalah proses pengembangan superego, yaitu dengan mengadopsi nilai-nilai dari orang lain untuk meredakan tegangan. Ketika ego mengintroyeksi khayalan mental dengan kenyataan hasil persepsi, itu berarti suatu hal internal dicocokkan dengan eksternal. Introyeksi sebagai mekanisme yang terdiri dari mengambilalih dan mengadopsi nilai-nilai standar orang lain. Misalnya seorang anak yang mengalami penganiayaan, mengambil alih cara orang tuanya menanggulangi stres dan dengan demikian mengabadikan siklus penganiayaan anak. Introyeksi dapat pula positif, misal memasukkan dalam pribadi dirinya sifat-sifat pribadi orang lain dan mengambil alih nilai-nilai positif dari orang lain. Contohnya seorang wanita mencintai seorang pria, lalu ia memasukkan pandangan dan pemikiran pribadi pria tersebut ke dalam pribadinya. Introyeksi juga bisa terjadi bila seseorang menerima dan memasukkan ke dalam pendiriannya berbagai aspek keadaan yang akan mengancam. Hal ini dimulai sejak kecil, pada waktu seseorang anak belajar mematuhi dan menerima segala informasi serta akan menjadi miliknya. Contohnya beberapa nilai serta peraturan masyarakat. dapat mengendalikan perilakunya dan dapat mencegah pelanggaran serta hukuman sebagai akibatnya. Contoh lain yaitu pada pemerintahan dan kekuasaan yang otoriter menyebabkan banyak orang mengintroyeksikan nilai-nilai kepercayaan baru sebagai perlindungan terhadap perilaku yang dapat menyusahkan mereka.
            Intoyeksi dalam hal ini berarti bahwa jiwa dan keseluruhan cara bertingkah laku orang lain, batin dan kegiatan khas orang lain itu, seakan akan sudah mendarah daging dalam diri individu (orang pertama). Ia -orang yang mengintroyeksi itu- seakan akan mengandung gambaran dari keseluruhan ciri, sikap, pandangan, dan tingkah laku dari orang lain yang ditiru dan sedemikian “hidup” dalam dirinya, serta seakan akan “berbicara” dalam dirinya pada keadaan keadaan tertentu, seperti juga patner yang sebenarnya akan berbicara dalam keadaan keadaan yang serupa. Seakan–akan gambaran jiwa dan batin orang lain itu senantiasa dikandungnya, dan dengan demikian hubungan itu masih ada. Kejadian introyeksi itu tidak sering terjadi, tetapi jika sering terjadi hal itu dapat berlangsung demikian mendalam sehingga introyeksi itu bisa bertahan seumur hidup (Gerungan, W.A. 2010. hlm 76).
            Menurut Erickson remaja tidak hanya memodel atau mencontoh sesuatu dari orang lain tetapi juga memodifikasi dan menyatukan hasil identifikasi awal menjadi suatu struktur psikologis yang baru, dan lebih besar penjumlahan bagian-bagianya. Struktur psikologis yang dibentuk melalui introyeksi ada lima hal yakni struktur kognitif, emosi, sosial, nilai moral dan gambaran fisik. Hal inilah yang kemudian diakumulasi menjadi gambaran kepribadian yang kuat pada diri otaku-anime yang bersumber dari stimulus model/khayalan mental yang ia terima dan cukup merepresentasikan jiwanya.
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Introyeksi
1. Seseorang kehilangan obyek atau sesuatu hal yang sangat berharga dalam dirinya. Contoh: anak yang merasa ditolak orang tuanya cenderung mengintroyeksi hal-hal yang ia terima dari orang tuanya dan melakukan sesuatu yang disenangi orang tuanya agar ia diterima.
2. Seseorang memiliki ketakutan / fearness terhadap sesuatu. Contoh: anak berusaha mengintroyeksi larangan-larangan yang ditetapkan orang tuanya agar terhindar dari hukuman.
3. Seseorang memperoleh informasi baru dan mencocokkan khayalan mental dengan kenyataannya. Contoh: anak memperoleh informasi baru tentang tubuh wanita seksi melalui video game kemudian mulai mencocokkan apa yang tersimpan dalam khayalannya dengan realita teman perempuannya.

2.3 Definisi Operasional
            Introyeksi pada anime adalah bentuk pertahanan diri seseorang yang dilakukan dengan cara mencari informasi, mencocokkan khayalan mentalnya dengan tayangan anime yang disukai dan mulai mengadopsi nilai-nilai yang ada pada tayangan anime yang menjadi figur lekat dari seorang remaja penggemar anime. Proses pengadopsian yang dilakukan, memengaruhi remaja baik secara fisik, kognitif, emosi, dan caranya bersosialisasi.

2.4 Dimensi/aspek Introyeksi
1. Nilai moral
Aspek yang berkaitan dengan penilaian atau keyakinan individu mengenai hubungannya dengan Tuhan dan sesama dan penilaianya tentang sesuatu yang dianggap baik dan tidak baik. Hal ini dipengaruhi oleh tokoh moralitas yang sesuai dan tepat dengan tipe idolanya (tokoh anime). Dengan bertambahnya tingkat pengertian dan sejalan dengann perkembangan kognitif, maka semakin banyak pula nilai nilai yang di tangkap dan diserap dari tayangan tersebut. Nilai-nilai seksualitas yang ada dalam tayangan anime juga dapat mempengaruhi penggambaran moral mengenai hal-hal yang baik dan tidak baik.
2. Fisik
Aspek ini berkaitan dengan cara pandang seorang individu dalam melihat dirinya dari segi fisik, proporsi ukuran tinggi, dan berat badan, kesehatan, penampilan luar, dan gerak motoriknya yang diidentikan dengan tokoh anime.
3. Kognitif
Proses berfikirnya memodifikasi dan menyatukan hasil pengamatannya terhadap tayangan anime dan menggunakan kaidah logika normal (asosiasi, difrensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak. Kecakapan dasar intelektual menunjukan kecenderungan dan perkembangan yang lebih jelas.
4. Emosi
Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mentral dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Aksi, reaksi dan ekspresi emosional berubah ubah dan silih berganti. Seringkali emosinya dipengaruhi oleh genre tayangan anime yang disukai. Hal ini sebagai reaksi terhadap tuntutan untuk memperoleh kemandirian secara emosional.
5. Sosial
Aspek ini berkaitan dengan bagaimana seorang individu menilai dirinya dalam melakukan interaksi sosial dengan individu lain dan lingkungannya. Biasanya di tandai dengan keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer, serta adanya kebergantungan dan kelekatan yang kuat kepada peer group yang memiliki ketertarikan yang sama (komunitas). Lingkungan sosial menuntut individu untuk memainkan peran suapya dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah di tentukan oleh anggotanya. Untuk dapat bersosialisai dengan baik, otaku-anime harus menyukai hal-hal yang banyak digemari oleh otaku anime lainnya.



BAB III
METODOLOGI PENGUKURAN

3.1              Pendekatan Pengukuran
Pengukuran ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif berakar pada paradigma tradisional, positivistik, eksperimental atau empiricist. Metode ini berkembang dari tradisi pemikiran empiris Comte, Mill, Durkeim, Newton dan John Locke. “Gaya” pengukuran kuantitatif biasanya mengukur fakta objektif melalui konsep yang diturunkan pada variabel-variabel dan dijabarkan pada indikator-indikator dengan memperhatikan aspek reliabilitas. Pengukuran kuantitatif bersifat bebas nilai dan konteks, mempunyai banyak “kasus” dan subjek yang diteliti, sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk data statistik yang berarti.
Pengukuran kuantitatif mempunyai filsafat positivistik. Pada pengukuran kuantitaif, generalisasi dikonstruksi dari rerata keragaman individu atau rerata frekuensi, dengan memantau kesalahan-kesalahan yang mungkin. Metodologi pengukuran kuantitatif menuntut adanya rancangan pengukuran yang menspesifikasikan objeknya secara eksplisit dieliminasikan dari objek-objek lain yang tidak diteliti. (Supratiknya. A. 2014. hlm 269)

3.2              Populasi dan Sampel
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua otaku anime. Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pemilihan kriteria sampel dalam pengukuran ini adalah sebagai berikut :
a.       Menyukai anime sebagai tayangan favorit
b.      Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
c.       Berlatar-belakang mahasiswa

3.3              Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quota-purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan kriteria yang di kehendaki peneliti dan yang telah ditetapkan quota sampelnya terlebih dahulu untuk membuktikan validitas dan reliabilitas alat ukur, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi. Subjek dalam penelitian ini adalah 40 otaku-anime yang berlatar belakang mahasiswa. Komposisi subyek penelitian adalah 30 orang-orang laki-laki, dan 10 orang perempuan. Hal ini dilakukan sebagai data proporsi populasi antara laki-laki dan perempuan yang menyukai anime adalah 1:3.

3.4              Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dalam pengukuran ini adalah kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep teori yang ada pada tinjauan pustaka. Kuesioner pengukuran ini terdiri dari dua bagian. Pertama data demografi mencakup data mengenai nama/identitas responden, status dalam keluarga, usia responden, jenis kelamin, pendidikan terakhir, agama, genre anime favorit, dan lama (kurun waktu) menyukai anime. Kedua, kuesioner tentang aspek nilai moral yang terdiri dari 16 pernyataan dengan 5 alternatif jawaban dari skala sangat setuju hingga sangat tidak setuju. Kuesioner ini terdiri dari lima pernyataan tentang kebebasan menentukan obyek cinta, dan enam pernyataan tentang keinginan, harapan, impian dan kekuatan manusia tidak terbatas. Kuisioner tentang aspek fisik terdiri dari 6 pernyataan. Empat pernyataan membahas tentang performa fisik, dan dua lainnya membahas tentang gesture/gerak motorik. Selain itu ada aspek kognitif yang terdiri dari 5 pernyataan, 3 pernyataan mengungkapkan tentang asosiasi dan diferensiasi dengan tokoh, dan 2 lainnya membahas tentang komparasi dengan tokoh. Aspek keempat yakni empat pernyataan tentang emosi, dua pernyataan mengungkapkan reaksi dan ekspresi wajah, dan dua lainnya membahas kelekatan dengan tokoh. Aspek kelima adalah tentang hubungan/perilaku sosial yang terdiri dari 4 pernyataan. Dua pernyataan membahas tentang perilaku menyendiri/introvert, dan dua pernyataan lainnya membahas tentang relasi sosial yang terbatas. Kuesioner diambil langsung oleh peneliti dan data yang telah terkumpul kemudian diolah atau dianalisa.

3.5              Analisa Data
Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap dimulai dari editing untuk menambah kelengkapan data, kemudian memberi kode untuk memudahkan melakukan tabulasi, selanjutnya memasukkan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dan teknik komputerisasi dimana data akan dianalisis secara statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi yaitu dengan menggunakan teknik manual dan program aplikasi SPSS 16.0. Dalam penelitian ini, ada beberapa metode analisis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. Analisis pertama menggunakan formula Alpha Cronbach untuk mencari reliabilitas setiap sub skala atau komponen skala introyeksi yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis kedua menggunakan formula Correlate Bivariate untuk menentukan validitas setiap sub skala dalam pengukuran ini.

BLUE PRINT
No
Dimensi
Indikator
%
Fav
Unfav
∑ item
∑item gugur
1
Nilai moral
a.     Manusia memiliki kehendak bebas dalam menentukan obyek cinta
b.     Manusia memiliki keinginan dan kekuatan tidak terbatas.
16 %


20%
11, 21, 27

1, 6, 25
16, 23


8, 17, 30
5


6
2


6
2
Fisik
a.Performa fisik

b.     Gesture / gerak motorik.
13%

6%
2, 26

18
7, 12

24
4

2
2

1
3
Kognitif
a.     Asosiasi dan dirfensiasi tokoh
b.     Komparasi tokoh
10%

7%
3, 28

13
22,

29
3

2
1

1
4
Emosi
a.     Reaksi dan ekspresi wajah
b.     Kelekatan dengan toikoh
7%

7%
4

19
9,

14
2

2
1

1
5
Sosial
a.     Menyendiri / introvet
b.     Relasi sosial terbatas.

Total
7%
7%

43,13%
5,
15
10,
20
2
2
1
1


Blue Print Tahap 1
No
Dimensi
Indikator
Fav
Unfav
∑ item valid
∑item gugur
% item valid
1
Nilai moral
a.  Manusia memiliki kehendak bebas dalam menentukan obyek cinta
b. Manusia memiliki keinginan dan kekuatan tidak terbatas.
11, 21, 27


1, 6, 25
16, 23



8, 17, 30
3



0
2



6
10%



0%
2
Fisik
a.  Performa fisik
b. Gesture / gerak motorik.
2, 26

18
7, 12

24
2

1
2

1
6,6%

3,3%
3
Kognitif
Asosiasi dan dirfensiasi tokoh
a.        Komparasi tokoh
3, 28

13
22,

29
2

1
1

1
6,6%

3,3%
4
Emosi
a.        Reaksi dan ekspresi wajah
b.       Kelekatan dengan toikoh
4

19
9,

14
1

1
1

1
3,3%

3,3%
5
Sosial
a.        Menyendiri / introvet
b. Relasi sosial terbatas.
5,

15
10,

20
1

1
1

1
3,3%

3,3%
























Blue Print Tahap 2

No
Dimensi
Indikator
Fav
Unfav
∑ item valid
% item valid
1
Nilai moral
a.  Manusia memiliki kehendak bebas dalam menentukan obyek cinta
11, 21, 27
-

3


23%
2
Fisik
a.  Performa fisik

b. Gesture / gerak motorik.
26

18
12

-
2

1
15,3%

7,7%
3
Kognitif
a.  Asosiasi dan dirfensiasi tokoh

b.  Komparasi tokoh
3, 28

13
-

-
2

1
15,3%

7,7%
4
Emosi
a.  Reaksi dan ekspresi wajah

b.  Kelekatan dengan toikoh
-

19
9

-
1

1
7,8%

7,8%
5
Sosial
a.  Menyendiri / introvet
b.  Relasi sosial terbatas.
5,

15
-

-
1

1
7,7%

7,7%






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a.                  Dari 30 item yang dianalisis oleh SPSS, menunjukkan bahwa item X1 pearson corelation -0,50;  X2 pearson corelation -30; X3 pearson corelation -367; X4 pearson corelation .003; X5 pearson corelation .554; X6 pearson .241; X7 pearson corelation -090; X8 pearson corelation .011; X9 pearson corelation .450; X10 pearson corelation .090, X11 pearson corelation .352, X12 pearson corelation .435, X13 pearson corelation .542, X14pearson corelation .232, X15 pearson corelation .555, X16 pearson corelation .068, X17pearson corelation .071, X18 pearson corelation .421, X19 pearson corelation .464, X20 pearson corelation .017, X21 pearson corelation .538, X22 pearson corelation .051, X23 pearson corelation.222 , X24 pearson corelation .001, X25 pearson corelation.270, X26 pearson corelation .573, X27 pearson corelation .437, X28 pearson corelation .660, X29 pearson corelation -104. X30 pearson corelation .060.
    Dari data corelation tersebut terdapat 13 item yang valid dan 17 item yang gugur. Menurut analisis Pearson Correlation item-item yang gugur diantaranya; X1, X2, X4, X6, X7, X8, X10, X11, 12, X13, X14, X18, X19, X20, X23, X25,X26, dan X29. Item-item tersebut dinyatakan gugur karena memiliki pearson correlation kurang dari sama dengan 0,3. Dan dinyatakan valid apabila lebih dari 0,7, rincian item-item yang valid diantaranya item ; X3, X5, X9, X15, X16, X17, X21, X22, X24, X27, X28 dan X30. Kemudian dilakukan analisis tahap kedua untuk menguji validitas item yang valid.
Berdasarkan tabel diatas, maka diketahui bahwa item X3, X5, X9, X11, X2, X13, X15, X18, X19, X21, X26, X27, dan X28.dinyatakan valid dengan ketentuan pearson correlation diatas 0,3. Jadi ketiga-belas item.tersebut dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur introyeksi.
b.      Reliabilitas item
-         Tahap 1. Item keseluruhan
Berdasarkan tabel diatas, reliabilitas keseluruhan item adalah 0,653 yaitu kurang dari reliabilitas standard yaitu 0,7. Maka diperlukan tahap dua untuk menentukan reliabilitas setelah item gugur dikeluarkan

-         Tahap 2. Reliabilitas setelah item gugur dikeluarkan
 Hasil analisis dengan menggunakan teknik alpha cronbach didapatkan koefisien reliabilitas alat ukur cukup tinggi, dengan ketentuan:
-          Alpha < 0.7 : kurang meyakinkan (inadequate)
-         Alpha > 0.7 : baik (good)
-         Alpha > 0.8 : istimewa (excellent) (Nunally, 1978)
Jadi, reliabilitas setelah item gugur dikeluarkan meningkat menjadi 0,809. Angka ini lebih dari reliabilitas standar yang adalah 0,7. Kesimpulannya skala Introyeksi ini dapat digunakan oleh peneliti lain di tempat dan populasi yang lain.

4.2 Pembahasan
Pada analisis validitas yang dilakukan terhadap subyek yang suka menonton anime menunjukkan bahwa alat ukur introyeksi anime terdiri dari 9 indikator yang valid. Hal ini tidak sesuai dengan indikator yang telah disusun peneliti sebelumnya, yaitu 10 indikator. Pada tahap analisis yang pertama menunjukkan bahwa validitas konstruk alat ukur introyeksi anime yang diambil dari berbagai sumber, tidak terbukti. Hasil analisis validitas pada tahap ini menjelaskan bahwa ada item-item yang tidak mendukung indikatornya, dan didapati hasil bahwa item yang tidak mendukung indikator adalah item yang tidak valid. Indikator pertama dari dimensi pertama menjelaskan prosentase validitas 10%. Indikator kedua dari dimensi pertama menjelaskan bahwa prosentase validitas adalah 0%, dalam hal ini indikator kedua dinyatakan gugur. Kemudian pada dimensi kedua indikator pertama menjelaskan prosentase validitas 6,6%. Indikator kedua dari dimensi kedua menjelaskan prosentase validitasnya 3,3%. Dimensi ketiga indikator pertama memiliki prosentase validitas 6,6%. Dimensi ketiga indikator kedua memiliki prosentase validitas 3,3%. Dimensi keempat indikator pertama dan kedua memiliki prosentase validitas yang sama yaitu 3,3%. Begitupun pada dimensi kelima indikator pertama dan kedua juga memiliki prosentase validtas yang sama yaitu 3,3%. Dari 30 item diantaranya; item X1 pearson corelation -0,50, X2 pearson corelation -30, X3 pearson corelation -367, X4 pearson corelation .003, X5 pearson corelation .554, X6 pearson .241, X7 pearson corelation -090, X8 pearson corelation .011, X9 pearson corelation .450, X10 pearson corelation .090, X11 pearson corelation .352, X12 pearson corelation .435, X13 pearson corelation .542, X14pearson corelation .232, X15 pearson corelation .555, X16 pearson corelation .068, X17pearson corelation .071, X18pearson corelation .421, X19 pearson corelation .464, X20 pearson corelation .017, X21 pearson corelation .538, X22 pearson corelation .051, X23 pearson corelation.222 , X24 pearson corelation .001, X25 pearson corelation.270, X26 pearson corelation .573, X27 pearson corelation .437, X28 pearson corelation .660, X29 pearson corelation -104. X30 pearson corelation .060. Maka corelation  item yang gugur ada 17. Menurut analisis Pearson Correlation item-item yang gugur diantaranya; X1, X2, X4, X6, X7, X8, X10, X11, 12, X13, X14, X18, X19, X20, X23, X25,X26, dan X29 dinyatakan gugur apabila kurang dari sama dengan 0,3. Kemudian item-item yang gugur ini dikeluarkan dan datanya di analisis lagi.
Pada analisis validitas tahap kedua, yakni pada saat item-item gugur dibuang, dan item-item yang valid dianalisis lagi maka didapati prosentase validitasnya mencapai 100% dengan rincian Indikator pertama dari dimensi pertama menjelaskan prosentase validitas 23%. Kemudian pada dimensi kedua indikator pertama menjelaskan prosentase validitas 15,3%. Indikator kedua dari dimensi kedua menjelaskan prosentase validitasnya 7,7%. Dimensi ketiga indikator pertama memiliki prosentase validitas 15,3%. Dimensi ketiga indikator kedua memiliki prosentase validitas 7,7%. Dimensi keempat indikator pertama dan kedua memiliki prosentase validitas yang sama yaitu 7,8%. Begitupun pada dimensi kelima indikator pertama dan kedua juga memiliki prosentase validtas yang sama yaitu 7,7%. Dari keseluruhan indikator, maka item-item yang dinyatakan valid diantaranya item ; X3, X5, X9, X15, X16, X17, X21, X22, X24, X27, X28 dan X30. Secara keseluruhan prosentase validitas item-item yang telah dianalisa tahap kedua menjelaskan sebesar 100% Hal ini sesuai pendapat Cronbach (1955) bahwa validitas tes yang baik dicapai bila angka yang diperoleh >0,70.
            Selanjutnya hasil analisis dengan menggunakan teknik alpha cronbach tahap kedua didapatkan koefisien reliabilitas alat ukur cukup tinggi. Reliabilitas setelah item gugur dikeluarkan meningkat menjadi 0,809. Angka ini lebih dari reliabilitas standar yang adalah 0,7. Dengan begitu maka skala introyeksi ini dapat digunakan oleh peneliti lain di tempat dan populasi yang lain.
  

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan pengukuran yang dilakukan kepada 40 orang otaku-anime dengan berbagai macam latar belakang genre/jenis yang disukai, dan jenis kelamin yang berbeda, menunjukkan signifikansi data yang valid dan reliabel. Setiap subyek dalam pengukuran ini memiliki kecenderungan untuk mengintroyeksikan nilai-nilai yang ada di dalam tayangan anime yang disukai. Adapun hal-hal yang diadopsi oleh keempat puluh subyek antara lain: manusia memiliki kehendak bebas dalam menentukan obyek cintanya, performa fisik yang diadopsi, gesture/gerak motorik yang diidentifikasi, asosiasi dan komparasi tokoh anime, reaksi dan ekspresi serta ketergantungan dengan tokoh anime, dan aspek yang terakhir adalah relasi sosial yang terbatas dan tertutup. Alat ukur ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya menggunakan SPSS 16,0. Angka relibilitas pada alat ukur ini adalah 0,809. Kesimpulannya alat ukur introyeksi ini dapat digunakan oleh populasi otaku-anime di tempat/lokasi penelitian yang berbeda dan digunakan pada subyek yang tepat sasaran.

5.2  Saran
1.    Untuk pengukuran introyeksi yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya dapat mengembangkan indikator yang telah dibuat. Peneliti selanjutnya dapat mengganti indikator dan item-item yang gugur dengan item-item yang baru dan dikombinasikan dengan alat ukur introyeksi ini. Hal ini penting demi penyususnan alat ukur introyeksi yang lebih valid dan mencakup aspek-aspek yang belum terukur.
2.    Diharapkan para otaku-anime dapat menerapkan mekanisme pertahanan ego yang sewajarnya agar tidak mengarah pada perilaku neurosis dan penelitian ini dapat membantu para otaku-anime untuk lebih mengenal kepribadiannya..
3.    Diharapkan kepada orang-orang yang berada di sekitar para otaku-anime untuk turut membantu dalam mensejahterakan kehidupan para otaku-anime.

DAFTAR PUSTAKA

Gerungan, W.A. (2010). PSIKOLOGI SOSIAL (hlm 76). Bandung: Refika Aditama, Alwisol. (2011). PSIKOLOGI KEPRIBADIAN (hlm 24). Malang: UMM    
    Press.
Supratiknya. A.(2014) PENGUKURAN PSIKOLOGIS. (hlm 269).Yogyakarta:
     USD.
(Akses tanggal 18 Maret 2015)

LAMPIRAN
Item Pernyataan:
No
Dimensi
Indikator
Favorabel
Unfavorabel
1
Nilai moral
a. Manusia memiliki kehendak bebas dalam menentukan dan obyek cinta
1. Saya tertarik dengan karakter gadis kecil yang imut dan menggemaskan (moe atau loli) dalam anime.
2. Saya mampu membayangkan karakteristik pria macho dan pria cantik (uke / seme) secara detail.
3. Saya menganggap jika ada seorang laki-laki dikelilingi dengan banyak wanita atau sebaliknya (harem / reverse harem) adalah hal yang menyenangkan.
1.   Saya merasa mual jika melihat dua orang laki-laki atau dua orang wanita sedang berhubungan intim (dalam anime yuri / yaoi)
2.   Saya enggan melihat / mengarahkan pandangan saya pada rok teman  yang terkibas angin.
b.       Manusia memiliki keinginan, harapan, impian dan kekuatan tidak terbatas.

1. Saya memiliki ambisi terhadap sesuatu yang harus dipenuhi.
2. Saya mampu mengubah suatu keadaan menjadi lebih kondusif bagi saya.
3. Saya percaya kematian orang yang dikasihi bisa memberikan saya semangat dan daya juang hidup.

1.   Saya membutuhkan orang lain untuk memenuhi keinginan saya.
2.   Saya sering meremehkan
pentingnya kerja keras.
3.   Bagi saya anime yang berkaitan dengan kerjasama adalah membosankan.

2
Fisik
a.  Performa fisik
1. Saya memiliki sedikitnya satu kostum/merchandise yang berkaitan dengan karakter anime.
2. Saya merasa memiliki ciri fisik yang sama dengan karakter anime (misal: tinggi badan, berkacamata, dll)

1.   Saya bangga dengan penampilan fisik saya yang apa adanya.
2.   Meskipun saya memiliki kesempatan, saya enggan melakukan perubahan pada bentuk fisik saya. (operasi plastik, atau make up sekalipun).

b. Gesture / gerak motorik.
1. Saya suka menirukan gaya berjalan dan gaya duduk tokoh anime.

1.   Saya memiliki suara yang khas.

3
Kognitif
a.    Asosiasi dan dirfensiasi tokoh
1. Saya suka berandai andai menjadi tokoh anime.
2. Cara saya menyelesaikan masalah seringkali terinspirasi dari cerita anime yang saya tonton.
1.   Saya memiliki cerita hidup yang berbeda dengan cerita dalam anime


b.   Komparasi tokoh
1. Saya suka membandingkan diri saya dengan tokoh dalam anime.

1.   Saat saya melihat / mendengar cerita hidup teman di dunia nyata, saya sering merasa iri
4
Emosi
a.    Reaksi dan ekspresi wajah
1. Saya merasa sedih dan kecewa saat tokoh yang saya sukai memiliki akhir yang buruk.

1.   Perasaan saya biasa saja, saat menonton anime dalam genre apapun.


b. Kelekatan dengan toikoh
1. Saya memasang gambar tokoh anime yang saya suka di setiap sudut ruangan pribadi/laptop/kendaraan saya

1.  Jika laptop/hardisk yang berisi penuh dengan karakter anime favorit saya rusak, saya cuek.
5
Sosial
a. Menyendiri / introvet
1. Bagi saya menonton anime sendirian adalah hal yang paling seru.
1.   Saya suka menonton koleksi anime bersama teman teman saya, meski yang bukan otaku

b. Relasi sosial terbatas.
1. Saya hanya merasa nyaman dengan teman teman yang mengerti tentang anime.
1.   Saya suka menjalin hubungan dengan bermacam- macam orang.



Comments

Popular posts from this blog

CARA SKORING TES PSIKOLOGI VSMS

Laporan dan Deskripsi Observasi VSMS

Analisis Film menurut Teori Psikologi Sosial