TINGKAT INTROYEKSI OTAKU-ANIME TERHADAP TAYANGAN ANIME YANG DISUKA
KONSTRUKSI
ALAT UKUR
“TINGKAT
INTROYEKSI OTAKU-ANIME TERHADAP TAYANGAN ANIME YANG DISUKAI”
Disusun
untuk memenuhi Ujian Tengah Semester
Mata
kuliah Konstruksi Alat Ukur
Dosen
Pengampu Dr Netty Herawati S.Psi, M.Psi, Psi
Oleh:
Trias Novita Ellsadayna (120541100031)
Ade Nur
Rohmad (120541100079)
Kelas VI
B
PROGRAM
STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
2015
KATA
PENGANTAR
Pujian, hormat dan kemuliaan bagi Allah yang maha kasih dan sumber
segala kekuatan dan pengharapan. Penulis sangat bersyukur atas anugrah besar
yang telah Tuhan berikan dalam kesempatan menyusun laporan
konstruksi alat ukur dengan judul “Tingkat Introyeksi Otaku-anime terhadap
Tayangan Anime yang Disukai” dari mata kuliah konstruksi alat ukur.
Proses penyelesaian laporan ini bukanlah hal yang mudah, karena dalam
perjalanannya penulis menemukan banyak pengalaman berharga. Pengalaman demi
pengalaman tidak penulis rasakan sendiri, namun pengalaman itu juga dirasakan
bersama-sama dengan orang-orang yang setia membimbing, memberikan bantuan,
serta mendukung baik secara moril dan materiil. Oleh karenanya, penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1.
Dr. Netty Herawati S.Psi M.Psi selaku dosen pembimbing dan pengampu
mata kuliah konstruksi alat ukur yang
telah memberikan perhatian, semangat, bimbingan, arahan dan nasihat kepada penulis
Akhir kata, segala ucapan terima kasih tercurah atas segala bantuan yang
diberikan oleh berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Apabila
di dalam penulisan skripsi ini terdapat berbagai kesalahan, penulis mohon maaf
atas kesalahan yang terjadi dan sangat berharap akan adanya kritik dan saran demi
kelanjutan penulisan laporan selanjutnya.
Bangkalan, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
KATA
PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2
Rumusan
Masalah ...................................................................................... 1
1.3
Tujuan
Penelitian ........................................................................................ 2
1.4
Manfaat Penelitian ....................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Introyeksi…………..................................................................................... 3
2.2 Faktor-faktor
yang mempengaruhi Introyeksi…………..
............................. 5
2.3 Definisi
Operasional…………….................................................................. 5
2.4 Dimensi/aspek…………….......................................................................... 5
BAB III METODOLOGI PENGUKURAN
3.1 Pendekatan
pengukuran................................................................................ 7
3.2 Populasi
dan Sampel ................................................................................... 7
3.3 Teknik
Sampling .......................................................................................... 8
3.4 Pengumpulan
Data ....................................................................................... 8
3.5 Analisa
Data ................................................................................................ 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ........................................................................................................... 13
4.2 Pembahasan…………….. .......................................................................... 20
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 22
5.2 Saran .......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 23
LAMPIRAN ..................................................................................................... 24
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Remaja Indonesia pada
masa saat ini lebih menyukai tayangan yang bersifat fantasi (khayalan) dan
tidak realistis. Hal ini didukung oleh pemasaran kartun jepang (anime) yang semakin meluas dan menyebar
di Indonesia. Para remaja yang sedang
mencari jati diri mudah terpengaruh dengan tayangan-tayangan yang dapat
merepresentasikan dirinya atau yang dapat membuat dirinya nyaman dan puas.
Namun, tanpa disadari tayangan kartun jepang (anime) ini sangat mudah diadopsi nilai-nilai yang terkandung
didalamnya oleh remaja yang belum memiliki konsep diri yang kuat. Proses
pengadopsian nilai-nilai yang ada pada diri orang lain kedalam diri pribadi
individu disebut introyeksi.
Instrumen untuk mengukur
atribut psikologis harus reliabel dan valid, sehingga penelitian secara
psikometris dengan skala psikologi menjadi penting dilaksanakan, termasuk skala
introyeksi yang diperuntukkan bagi para remaja yang sangat menggemari anime (otaku-anime). Penelitian tentang reliabilitas dan validitas konstruk
skala introyeksi belum banyak. Padahal introyeksi adalah konsep penting dalam
mekanisme pertahanan diri individu dan individu yang seringkali melakukan
pertahanan diri semacam ini adalah para remaja. Oleh sebab itu peneliti sangat
tertarik untuk dapat membuat alat ukur dengan instrumen introyeksi. Harapannya
di masa depan, skala introyeksi ini akan berguna sebagai instrumen diagnostik
dalam meramalkan/memprediksikan perilaku yang muncul ketika remaja
mempertahankan dirinya dengan nilai-nilai yang diadopsinya dari tayangan anime. Sehingga pihak terdekat dapat
memberikan intervensi preventif kepada remaja yang sangat fanatik terhadap anime.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
tingkat introyeksi remaja penggemar anime
(otaku-anime) terhadap tayangan anime
yang disukai?
2. Bagaimana
validitas dan reliabilitas alat ukur introyeksi yang dibuat oleh peneliti?
1.3 Tujuan Pengukuran
Pengukuran
ini bertujuan untuk mengembangkan suatu alat ukur yang valid dan reliabel dan dapat
digunakan oleh para praktisi yang bergerak di bidang sosial dan klinis untuk
dapat membantu mereka yang memiliki introyeksi tinggi terhadap anime. Sebab alat ukur ini merupakan
alat ukur praktis yang dapat digunakan sebagai penjaringan/sensor awal atau
bahan untuk para praktisi melakukan konseling awal, sebelum dilanjutkan oleh
profesional jika dirasakan perlu. Bantuan yang dapat diberikan adalah dengan
terapi mengembalikan mereka terhadap nilai-nilai realistis yang ada di dalam
lingkungan sosialnya.
1.4 Manfaat Pengukuran
Adapun manfaat dari pengukuran ini,
antara lain:
1) Terciptanya
alat ukur baru yang mengukur introyeksi atau pengadopsian nilai-nilai yang
dilakukan oleh otaku-anime.
2) Mendeskripsikan
fenomena otaku-anime yang mengadopsi
nilai-nilai dalam anime sebagai suatu
kajian, sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu psikologi,
khususnya psikologi klinis dan sosial.
3) Diharapkan pada otaku-anime dapat menerapkan mekanisme
pertahanan ego yang sewajarnya agar tidak mengarah pada perilaku neurosis dan
penelitian ini dapat membantu para otaku-anime
untuk lebih mengenal kepribadiannya..
4) Diharapkan juga
hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan kepada orang-orang yang
berada di sekitar otaku-anime untuk
membantu dalam mensejahterakan kehidupan para otaku-anime.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
Introyeksi
Mekanisme
pertahanan adalah strategi yang dipakai individu untuk bertahan melawan
ekspresi impuls id serta menentang tekanan super ego. Mekanisme-mekanisme ini
beroperasi pada tingkat tak sadar, dan mekanisme ini selalu menolak, memalsu
atau memutar-balikkan kenyataan, serta mengubah persepsi nyata seseorang sehingga
kecemasan menjadi kurang mengancam. Mekanisme pertahanan memiliki banyak jenis,
salah satu diantaranya adalah identifikasi. Menurut Freud, macam-macam mekanisme
pertahanan antara lain: identification,
displacement, repression, fictation, regression, reaction, formation,
projection; dan yang paling banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari adalah
identifikasi. Identifikasi adalah suatu proses dimana individu
mengidentifikasikan dirinya dengan sesuatu, seseorang, atau institusi dan
berfikir, merasa, serta bertingkah laku secara konsisten sesuai dengan gambaran
mental dan model tersebut. Tujuan dari proses identifikasi adalah untuk melindungi
individu dari ancaman devaluasi diri dan untuk meningkatkan harga diri individu
tersebut. (Alwisol. 2011. hlm 24)
Identifikasi
adalah cara mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau
mengidentifkasikan diri dengan orang yang dianggap lebih memuaskan hasratnya
dibanding dirinya. Identifikasi umumnya tidak disadari, dan tidak perlu total.
Diri orang lain diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat
membantu mencapai tujuan diri. Identifikasi meliputi introyeksi yang adalah
proses pengembangan superego, yaitu dengan mengadopsi nilai-nilai dari orang
lain untuk meredakan tegangan. Ketika ego mengintroyeksi khayalan mental dengan
kenyataan hasil persepsi, itu berarti suatu hal internal dicocokkan dengan
eksternal. Introyeksi sebagai mekanisme yang terdiri dari mengambilalih dan
mengadopsi nilai-nilai standar orang lain. Misalnya seorang anak yang mengalami
penganiayaan, mengambil alih cara orang tuanya menanggulangi stres dan dengan demikian
mengabadikan siklus penganiayaan anak. Introyeksi dapat pula positif, misal
memasukkan dalam pribadi dirinya sifat-sifat pribadi orang lain dan mengambil
alih nilai-nilai positif dari orang lain. Contohnya seorang wanita mencintai
seorang pria, lalu ia memasukkan pandangan dan pemikiran pribadi pria tersebut
ke dalam pribadinya. Introyeksi juga bisa terjadi bila seseorang menerima dan
memasukkan ke dalam pendiriannya berbagai aspek keadaan yang akan mengancam.
Hal ini dimulai sejak kecil, pada waktu seseorang anak belajar mematuhi dan
menerima segala informasi serta akan menjadi miliknya. Contohnya beberapa nilai
serta peraturan masyarakat. dapat mengendalikan perilakunya dan dapat mencegah
pelanggaran serta hukuman sebagai akibatnya. Contoh lain yaitu pada pemerintahan
dan kekuasaan yang otoriter menyebabkan banyak orang mengintroyeksikan
nilai-nilai kepercayaan baru sebagai perlindungan terhadap perilaku yang dapat
menyusahkan mereka.
Intoyeksi
dalam hal ini berarti bahwa jiwa dan keseluruhan cara bertingkah laku orang
lain, batin dan kegiatan khas orang lain itu, seakan akan sudah mendarah daging
dalam diri individu (orang pertama). Ia -orang yang mengintroyeksi itu- seakan
akan mengandung gambaran dari keseluruhan ciri, sikap, pandangan, dan tingkah
laku dari orang lain yang ditiru dan sedemikian “hidup” dalam dirinya, serta
seakan akan “berbicara” dalam dirinya pada keadaan keadaan tertentu, seperti
juga patner yang sebenarnya akan berbicara dalam keadaan keadaan yang serupa.
Seakan–akan gambaran jiwa dan batin orang lain itu senantiasa dikandungnya, dan
dengan demikian hubungan itu masih ada. Kejadian introyeksi itu tidak sering
terjadi, tetapi jika sering terjadi hal itu dapat berlangsung demikian mendalam
sehingga introyeksi itu bisa bertahan seumur hidup (Gerungan,
W.A. 2010. hlm 76).
Menurut
Erickson remaja tidak hanya memodel atau mencontoh sesuatu dari orang lain
tetapi juga memodifikasi dan menyatukan hasil identifikasi awal menjadi suatu
struktur psikologis yang baru, dan lebih besar penjumlahan bagian-bagianya. Struktur
psikologis yang dibentuk melalui introyeksi ada lima hal yakni struktur
kognitif, emosi, sosial, nilai moral dan gambaran fisik. Hal inilah yang
kemudian diakumulasi menjadi gambaran kepribadian yang kuat pada diri otaku-anime yang bersumber dari stimulus
model/khayalan mental yang ia terima dan cukup merepresentasikan jiwanya.
2.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi Introyeksi
1. Seseorang kehilangan obyek atau
sesuatu hal yang sangat berharga dalam dirinya. Contoh: anak yang merasa
ditolak orang tuanya cenderung mengintroyeksi hal-hal yang ia terima dari orang
tuanya dan melakukan sesuatu yang disenangi orang tuanya agar ia diterima.
2. Seseorang memiliki ketakutan / fearness terhadap sesuatu. Contoh: anak
berusaha mengintroyeksi larangan-larangan yang ditetapkan orang tuanya agar
terhindar dari hukuman.
3. Seseorang memperoleh informasi baru
dan mencocokkan khayalan mental dengan kenyataannya. Contoh: anak memperoleh
informasi baru tentang tubuh wanita seksi melalui video game kemudian mulai
mencocokkan apa yang tersimpan dalam khayalannya dengan realita teman perempuannya.
2.3
Definisi Operasional
Introyeksi
pada anime adalah bentuk pertahanan diri seseorang yang dilakukan dengan cara
mencari informasi, mencocokkan khayalan mentalnya dengan tayangan anime yang disukai dan mulai mengadopsi
nilai-nilai yang ada pada tayangan anime
yang menjadi figur lekat dari seorang remaja penggemar anime. Proses pengadopsian yang dilakukan, memengaruhi remaja baik
secara fisik, kognitif, emosi, dan caranya bersosialisasi.
2.4
Dimensi/aspek Introyeksi
1. Nilai moral
Aspek yang berkaitan
dengan penilaian atau keyakinan individu mengenai hubungannya dengan Tuhan dan
sesama dan penilaianya tentang sesuatu yang dianggap baik dan tidak baik. Hal
ini dipengaruhi oleh tokoh moralitas yang sesuai dan tepat dengan tipe idolanya
(tokoh anime). Dengan bertambahnya
tingkat pengertian dan sejalan dengann perkembangan kognitif, maka semakin banyak
pula nilai nilai yang di tangkap dan diserap dari tayangan tersebut.
Nilai-nilai seksualitas yang ada dalam tayangan anime juga dapat mempengaruhi penggambaran moral mengenai hal-hal
yang baik dan tidak baik.
2. Fisik
Aspek ini berkaitan dengan cara pandang seorang
individu dalam melihat dirinya dari segi fisik, proporsi ukuran tinggi, dan
berat badan, kesehatan, penampilan luar, dan gerak motoriknya yang diidentikan
dengan tokoh anime.
3. Kognitif
Proses berfikirnya
memodifikasi dan menyatukan hasil pengamatannya terhadap tayangan anime dan menggunakan kaidah logika
normal (asosiasi, difrensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak.
Kecakapan dasar intelektual menunjukan kecenderungan dan perkembangan yang
lebih jelas.
4. Emosi
Emosi adalah pengalaman
afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan
mentral dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Aksi, reaksi
dan ekspresi emosional berubah ubah dan silih berganti. Seringkali emosinya dipengaruhi
oleh genre tayangan anime yang
disukai. Hal ini sebagai reaksi terhadap tuntutan untuk memperoleh kemandirian
secara emosional.
5. Sosial
Aspek ini berkaitan dengan bagaimana seorang
individu menilai dirinya dalam melakukan interaksi sosial dengan individu lain
dan lingkungannya. Biasanya di tandai dengan keinginan menyendiri dan bergaul
dengan banyak teman tetapi bersifat temporer, serta adanya kebergantungan dan
kelekatan yang kuat kepada peer group yang memiliki ketertarikan yang sama
(komunitas). Lingkungan sosial menuntut individu untuk memainkan peran suapya
dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan
yang telah di tentukan oleh anggotanya. Untuk dapat bersosialisai dengan baik, otaku-anime harus menyukai hal-hal yang
banyak digemari oleh otaku anime
lainnya.
BAB
III
METODOLOGI
PENGUKURAN
3.1
Pendekatan
Pengukuran
Pengukuran ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif berakar pada paradigma
tradisional, positivistik, eksperimental atau empiricist. Metode ini berkembang
dari tradisi pemikiran empiris Comte, Mill, Durkeim, Newton dan John Locke.
“Gaya” pengukuran kuantitatif biasanya mengukur fakta objektif melalui konsep
yang diturunkan pada variabel-variabel dan dijabarkan pada indikator-indikator
dengan memperhatikan aspek reliabilitas. Pengukuran kuantitatif bersifat bebas
nilai dan konteks, mempunyai banyak “kasus” dan subjek yang diteliti, sehingga
dapat ditampilkan dalam bentuk data statistik yang berarti.
Pengukuran kuantitatif
mempunyai filsafat positivistik. Pada pengukuran kuantitaif, generalisasi
dikonstruksi dari rerata keragaman individu atau rerata frekuensi, dengan
memantau kesalahan-kesalahan yang mungkin. Metodologi pengukuran kuantitatif
menuntut adanya rancangan pengukuran yang menspesifikasikan objeknya secara
eksplisit dieliminasikan dari objek-objek lain yang tidak diteliti. (Supratiknya. A. 2014. hlm 269)
3.2
Populasi
dan Sampel
Populasi
merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan
diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua otaku anime. Sampel merupakan bagian
populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang
dimiliki oleh populasi. Pemilihan kriteria sampel dalam pengukuran ini adalah
sebagai berikut :
a.
Menyukai anime sebagai tayangan favorit
b.
Berjenis kelamin
laki-laki atau perempuan
c.
Berlatar-belakang
mahasiswa
3.3
Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Quota-purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel
dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan kriteria yang di
kehendaki peneliti dan yang telah ditetapkan quota sampelnya terlebih dahulu
untuk membuktikan validitas dan reliabilitas alat ukur, sehingga sampel
tersebut dapat mewakili karakteristik populasi. Subjek dalam penelitian
ini adalah 40 otaku-anime yang berlatar
belakang mahasiswa. Komposisi subyek penelitian adalah 30 orang-orang
laki-laki, dan 10 orang perempuan. Hal ini dilakukan sebagai data proporsi
populasi antara laki-laki dan perempuan yang menyukai anime adalah 1:3.
3.4
Pengumpulan
Data
Cara
pengumpulan data dalam pengukuran ini adalah kuesioner yang disusun sendiri
oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep teori yang ada pada tinjauan pustaka.
Kuesioner pengukuran ini terdiri dari dua bagian. Pertama data demografi
mencakup data mengenai nama/identitas responden, status dalam keluarga, usia
responden, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
agama, genre anime favorit, dan lama (kurun
waktu) menyukai anime. Kedua,
kuesioner tentang aspek nilai moral yang terdiri dari 16 pernyataan dengan 5 alternatif
jawaban dari skala sangat setuju hingga sangat tidak setuju. Kuesioner ini
terdiri dari lima pernyataan tentang kebebasan menentukan obyek cinta, dan enam
pernyataan tentang keinginan, harapan, impian dan kekuatan manusia tidak
terbatas. Kuisioner tentang aspek
fisik terdiri dari 6 pernyataan. Empat pernyataan membahas tentang performa
fisik, dan dua lainnya membahas tentang gesture/gerak motorik. Selain itu ada
aspek kognitif yang terdiri dari 5 pernyataan, 3 pernyataan mengungkapkan
tentang asosiasi dan diferensiasi dengan tokoh, dan 2 lainnya membahas tentang
komparasi dengan tokoh. Aspek keempat yakni empat pernyataan tentang emosi, dua
pernyataan mengungkapkan reaksi dan ekspresi wajah, dan dua lainnya membahas
kelekatan dengan tokoh. Aspek kelima adalah tentang hubungan/perilaku sosial
yang terdiri dari 4 pernyataan. Dua pernyataan membahas tentang perilaku
menyendiri/introvert, dan dua pernyataan lainnya membahas tentang relasi sosial
yang terbatas. Kuesioner diambil langsung oleh peneliti dan data yang
telah terkumpul kemudian diolah atau dianalisa.
3.5
Analisa
Data
Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap
dimulai dari editing untuk menambah
kelengkapan data, kemudian memberi kode untuk memudahkan melakukan tabulasi,
selanjutnya memasukkan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dan
teknik komputerisasi dimana data akan dianalisis secara statistik deskriptif
dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi yaitu dengan
menggunakan teknik manual dan program aplikasi SPSS 16.0. Dalam penelitian ini,
ada beberapa metode analisis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
penelitian. Analisis pertama menggunakan formula Alpha Cronbach untuk
mencari reliabilitas setiap sub skala atau komponen skala introyeksi yang
digunakan dalam penelitian ini. Analisis kedua menggunakan formula Correlate
Bivariate untuk menentukan validitas setiap sub skala dalam pengukuran ini.
BLUE PRINT
No
|
Dimensi
|
Indikator
|
%
|
Fav
|
Unfav
|
∑
item
|
∑item
gugur
|
1
|
Nilai moral
|
a.
Manusia memiliki kehendak bebas
dalam menentukan obyek cinta
b.
Manusia memiliki keinginan dan
kekuatan tidak terbatas.
|
16 %
20%
|
11, 21, 27
1, 6, 25
|
16, 23
8, 17, 30
|
5
6
|
2
6
|
2
|
Fisik
|
a.Performa
fisik
b.
Gesture / gerak motorik.
|
13%
6%
|
2, 26
18
|
7, 12
24
|
4
2
|
2
1
|
3
|
Kognitif
|
a.
Asosiasi dan dirfensiasi tokoh
b.
Komparasi tokoh
|
10%
7%
|
3, 28
13
|
22,
29
|
3
2
|
1
1
|
4
|
Emosi
|
a.
Reaksi dan ekspresi wajah
b.
Kelekatan dengan toikoh
|
7%
7%
|
4
19
|
9,
14
|
2
2
|
1
1
|
5
|
Sosial
|
a.
Menyendiri / introvet
b.
Relasi sosial terbatas.
Total
|
7%
7%
43,13%
|
5,
15
|
10,
20
|
2
2
|
1
1
|
Blue Print Tahap 1
No
|
Dimensi
|
Indikator
|
Fav
|
Unfav
|
∑ item valid
|
∑item gugur
|
% item valid
|
1
|
Nilai
moral
|
a.
Manusia memiliki kehendak bebas
dalam menentukan obyek cinta
b.
Manusia memiliki keinginan dan
kekuatan tidak terbatas.
|
11,
21, 27
1,
6, 25
|
16,
23
8,
17, 30
|
3
0
|
2
6
|
10%
0%
|
2
|
Fisik
|
a.
Performa fisik
b.
Gesture / gerak motorik.
|
2,
26
18
|
7,
12
24
|
2
1
|
2
1
|
6,6%
3,3%
|
3
|
Kognitif
|
Asosiasi dan
dirfensiasi tokoh
a.
Komparasi tokoh
|
3,
28
13
|
22,
29
|
2
1
|
1
1
|
6,6%
3,3%
|
4
|
Emosi
|
a.
Reaksi dan ekspresi wajah
b.
Kelekatan dengan toikoh
|
4
19
|
9,
14
|
1
1
|
1
1
|
3,3%
3,3%
|
5
|
Sosial
|
a.
Menyendiri / introvet
b.
Relasi sosial terbatas.
|
5,
15
|
10,
20
|
1
1
|
1
1
|
3,3%
3,3%
|
Blue Print Tahap 2
No
|
Dimensi
|
Indikator
|
Fav
|
Unfav
|
∑ item valid
|
% item valid
|
1
|
Nilai
moral
|
a. Manusia
memiliki kehendak bebas dalam menentukan obyek cinta
|
11,
21, 27
|
-
|
3
|
23%
|
2
|
Fisik
|
a. Performa
fisik
b. Gesture / gerak motorik.
|
26
18
|
12
-
|
2
1
|
15,3%
7,7%
|
3
|
Kognitif
|
a. Asosiasi
dan dirfensiasi tokoh
b. Komparasi
tokoh
|
3,
28
13
|
-
-
|
2
1
|
15,3%
7,7%
|
4
|
Emosi
|
a. Reaksi
dan ekspresi wajah
b. Kelekatan
dengan toikoh
|
-
19
|
9
-
|
1
1
|
7,8%
7,8%
|
5
|
Sosial
|
a. Menyendiri
/ introvet
b. Relasi
sosial terbatas.
|
5,
15
|
-
-
|
1
1
|
7,7%
7,7%
|
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
a. Dari
30 item yang dianalisis oleh SPSS, menunjukkan bahwa item X1 pearson corelation
-0,50; X2 pearson corelation -30; X3
pearson corelation -367; X4 pearson corelation .003; X5 pearson corelation
.554; X6 pearson .241; X7 pearson corelation -090; X8 pearson corelation .011; X9
pearson corelation .450; X10 pearson corelation .090, X11 pearson corelation
.352, X12 pearson corelation .435, X13 pearson corelation .542, X14pearson
corelation .232, X15 pearson corelation .555, X16 pearson corelation .068,
X17pearson corelation .071, X18 pearson corelation .421, X19 pearson corelation
.464, X20 pearson corelation .017, X21 pearson corelation .538, X22 pearson
corelation .051, X23 pearson corelation.222 , X24 pearson corelation .001, X25 pearson
corelation.270, X26 pearson corelation .573, X27 pearson corelation .437, X28
pearson corelation .660, X29 pearson corelation -104. X30 pearson corelation
.060.
Dari data corelation tersebut terdapat 13 item yang valid dan 17 item yang
gugur. Menurut analisis Pearson Correlation item-item yang gugur diantaranya;
X1, X2, X4, X6, X7, X8, X10, X11, 12, X13, X14, X18, X19, X20, X23, X25,X26,
dan X29. Item-item tersebut dinyatakan gugur karena memiliki pearson
correlation kurang dari sama dengan 0,3. Dan dinyatakan valid apabila lebih
dari 0,7, rincian item-item yang valid diantaranya item ; X3, X5, X9, X15, X16,
X17, X21, X22, X24, X27, X28 dan X30. Kemudian dilakukan analisis tahap kedua
untuk menguji validitas item yang valid.
Berdasarkan tabel diatas,
maka diketahui bahwa item X3, X5, X9, X11, X2, X13, X15, X18, X19, X21, X26,
X27, dan X28.dinyatakan valid dengan ketentuan pearson correlation diatas 0,3.
Jadi ketiga-belas item.tersebut dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai
alat ukur introyeksi.
b.
Reliabilitas item
-
Tahap 1. Item keseluruhan
Berdasarkan tabel
diatas, reliabilitas keseluruhan item adalah 0,653 yaitu kurang dari
reliabilitas standard yaitu 0,7. Maka diperlukan tahap dua untuk menentukan
reliabilitas setelah item gugur dikeluarkan
-
Tahap 2. Reliabilitas setelah item gugur
dikeluarkan
Hasil analisis dengan menggunakan teknik
alpha cronbach didapatkan koefisien reliabilitas alat ukur cukup tinggi,
dengan ketentuan:
-
Alpha < 0.7 : kurang meyakinkan
(inadequate)
-
Alpha > 0.7 : baik (good)
-
Alpha > 0.8 : istimewa (excellent)
(Nunally, 1978)
Jadi, reliabilitas setelah item gugur
dikeluarkan meningkat menjadi 0,809. Angka ini lebih dari reliabilitas standar
yang adalah 0,7. Kesimpulannya skala Introyeksi ini dapat digunakan oleh
peneliti lain di tempat dan populasi yang lain.
4.2 Pembahasan
Pada
analisis validitas yang dilakukan terhadap subyek yang suka menonton anime menunjukkan bahwa alat ukur introyeksi
anime terdiri dari 9 indikator yang valid. Hal ini tidak sesuai
dengan indikator yang telah disusun peneliti sebelumnya, yaitu 10 indikator.
Pada tahap analisis yang pertama menunjukkan bahwa validitas konstruk alat ukur
introyeksi anime yang diambil dari berbagai sumber, tidak terbukti. Hasil
analisis validitas pada tahap ini menjelaskan bahwa ada item-item yang tidak
mendukung indikatornya, dan didapati hasil bahwa item yang tidak mendukung
indikator adalah item yang tidak valid. Indikator pertama dari dimensi pertama menjelaskan
prosentase validitas 10%. Indikator kedua dari dimensi pertama
menjelaskan bahwa prosentase validitas adalah 0%, dalam hal ini indikator kedua
dinyatakan gugur. Kemudian pada dimensi kedua indikator pertama menjelaskan
prosentase validitas 6,6%. Indikator kedua dari dimensi kedua menjelaskan
prosentase validitasnya 3,3%. Dimensi ketiga indikator pertama memiliki
prosentase validitas 6,6%. Dimensi ketiga indikator kedua memiliki prosentase
validitas 3,3%. Dimensi keempat indikator pertama dan kedua memiliki prosentase
validitas yang sama yaitu 3,3%. Begitupun pada dimensi kelima indikator pertama
dan kedua juga memiliki prosentase validtas yang sama yaitu 3,3%. Dari 30 item
diantaranya; item X1 pearson corelation -0,50, X2 pearson corelation -30, X3
pearson corelation -367, X4 pearson corelation .003, X5 pearson corelation
.554, X6 pearson .241, X7 pearson corelation -090, X8 pearson corelation .011,
X9 pearson corelation .450, X10 pearson corelation .090, X11 pearson corelation
.352, X12 pearson corelation .435, X13 pearson corelation .542, X14pearson
corelation .232, X15 pearson corelation .555, X16 pearson corelation .068,
X17pearson corelation .071, X18pearson corelation .421, X19 pearson corelation
.464, X20 pearson corelation .017, X21 pearson corelation .538, X22 pearson corelation
.051, X23 pearson corelation.222 , X24 pearson corelation .001, X25 pearson
corelation.270, X26 pearson corelation .573, X27 pearson corelation .437, X28
pearson corelation .660, X29 pearson corelation -104. X30 pearson corelation
.060. Maka corelation item yang gugur
ada 17. Menurut analisis Pearson Correlation item-item yang gugur diantaranya;
X1, X2, X4, X6, X7, X8, X10, X11, 12, X13, X14, X18, X19, X20, X23, X25,X26,
dan X29 dinyatakan gugur apabila kurang dari sama dengan 0,3. Kemudian item-item
yang gugur ini dikeluarkan dan datanya di analisis lagi.
Pada
analisis validitas tahap kedua, yakni pada saat item-item gugur dibuang, dan
item-item yang valid dianalisis lagi maka didapati prosentase validitasnya
mencapai 100% dengan rincian Indikator pertama dari dimensi pertama menjelaskan
prosentase validitas 23%. Kemudian pada dimensi kedua
indikator pertama menjelaskan prosentase validitas 15,3%. Indikator kedua dari
dimensi kedua menjelaskan prosentase validitasnya 7,7%. Dimensi ketiga indikator
pertama memiliki prosentase validitas 15,3%. Dimensi ketiga indikator kedua
memiliki prosentase validitas 7,7%. Dimensi keempat indikator pertama dan kedua
memiliki prosentase validitas yang sama yaitu 7,8%. Begitupun pada dimensi
kelima indikator pertama dan kedua juga memiliki prosentase validtas yang sama
yaitu 7,7%. Dari keseluruhan indikator, maka item-item yang dinyatakan valid diantaranya
item ; X3, X5, X9, X15, X16, X17, X21, X22, X24, X27, X28 dan X30. Secara keseluruhan prosentase validitas item-item yang
telah dianalisa tahap kedua menjelaskan sebesar 100% Hal ini sesuai pendapat Cronbach
(1955) bahwa validitas tes yang baik dicapai bila angka yang diperoleh >0,70.
Selanjutnya hasil
analisis dengan menggunakan teknik alpha cronbach tahap kedua didapatkan koefisien reliabilitas alat ukur
cukup tinggi. Reliabilitas setelah item gugur dikeluarkan meningkat
menjadi 0,809. Angka ini lebih dari reliabilitas standar yang adalah 0,7. Dengan
begitu maka skala introyeksi ini dapat digunakan oleh peneliti lain di tempat
dan populasi yang lain.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pengukuran yang dilakukan kepada 40 orang otaku-anime dengan berbagai macam latar belakang genre/jenis yang
disukai, dan jenis kelamin yang berbeda, menunjukkan signifikansi data yang
valid dan reliabel. Setiap subyek dalam pengukuran ini memiliki kecenderungan
untuk mengintroyeksikan nilai-nilai yang ada di dalam tayangan anime yang disukai. Adapun hal-hal yang
diadopsi oleh keempat puluh subyek antara lain: manusia memiliki kehendak bebas
dalam menentukan obyek cintanya, performa fisik yang diadopsi, gesture/gerak
motorik yang diidentifikasi, asosiasi dan komparasi tokoh anime, reaksi dan ekspresi serta ketergantungan dengan tokoh anime, dan aspek yang terakhir adalah
relasi sosial yang terbatas dan tertutup. Alat ukur ini telah diuji validitas
dan reliabilitasnya menggunakan SPSS 16,0. Angka relibilitas pada alat ukur ini
adalah 0,809. Kesimpulannya alat ukur introyeksi ini dapat digunakan oleh
populasi otaku-anime di tempat/lokasi
penelitian yang berbeda dan digunakan pada subyek yang tepat sasaran.
5.2
Saran
1. Untuk
pengukuran introyeksi yang dilakukan oleh peneliti selanjutnya dapat
mengembangkan indikator yang telah dibuat. Peneliti selanjutnya dapat mengganti
indikator dan item-item yang gugur dengan item-item yang baru dan
dikombinasikan dengan alat ukur introyeksi ini. Hal ini penting demi
penyususnan alat ukur introyeksi yang lebih valid dan mencakup aspek-aspek yang
belum terukur.
2. Diharapkan
para otaku-anime dapat menerapkan
mekanisme pertahanan ego yang sewajarnya agar tidak mengarah pada perilaku
neurosis dan penelitian ini dapat membantu para otaku-anime untuk lebih mengenal kepribadiannya..
3. Diharapkan
kepada orang-orang yang berada di sekitar para otaku-anime untuk turut membantu dalam mensejahterakan kehidupan para
otaku-anime.
DAFTAR
PUSTAKA
Gerungan, W.A. (2010). PSIKOLOGI
SOSIAL (hlm 76). Bandung: Refika
Aditama, Alwisol. (2011). PSIKOLOGI
KEPRIBADIAN (hlm 24). Malang: UMM
Press.
Supratiknya. A.(2014) PENGUKURAN
PSIKOLOGIS. (hlm 269).Yogyakarta:
USD.
(Akses
tanggal 18 Maret 2015)
LAMPIRAN
Item Pernyataan:
No
|
Dimensi
|
Indikator
|
Favorabel
|
Unfavorabel
|
1
|
Nilai
moral
|
a.
Manusia memiliki kehendak bebas dalam menentukan
dan obyek cinta
|
1.
Saya tertarik dengan karakter gadis kecil yang
imut dan menggemaskan (moe atau loli) dalam anime.
2.
Saya mampu membayangkan karakteristik pria macho
dan pria cantik (uke / seme) secara detail.
3.
Saya menganggap jika ada seorang laki-laki
dikelilingi dengan banyak wanita atau sebaliknya (harem / reverse harem)
adalah hal yang menyenangkan.
|
1.
Saya merasa mual jika melihat dua orang laki-laki
atau dua orang wanita sedang berhubungan intim (dalam anime yuri /
yaoi)
2.
Saya enggan melihat / mengarahkan pandangan saya
pada rok teman yang terkibas angin.
|
b.
Manusia memiliki keinginan, harapan, impian dan
kekuatan tidak terbatas.
|
1.
Saya memiliki ambisi terhadap sesuatu yang harus
dipenuhi.
2. Saya mampu
mengubah suatu keadaan menjadi lebih kondusif bagi saya.
3. Saya percaya
kematian orang yang dikasihi bisa memberikan saya semangat dan daya juang
hidup.
|
1.
Saya membutuhkan orang lain untuk memenuhi
keinginan saya.
2.
Saya sering meremehkan
pentingnya kerja keras.
3.
Bagi saya anime
yang berkaitan dengan kerjasama adalah membosankan.
|
||
2
|
Fisik
|
a.
Performa fisik
|
1. Saya memiliki sedikitnya
satu kostum/merchandise yang berkaitan dengan karakter anime.
2. Saya merasa memiliki ciri
fisik yang sama dengan karakter anime
(misal: tinggi badan, berkacamata, dll)
|
1.
Saya bangga dengan penampilan fisik saya yang apa
adanya.
2.
Meskipun saya memiliki kesempatan, saya enggan
melakukan perubahan pada bentuk fisik saya. (operasi plastik, atau make up
sekalipun).
|
b.
Gesture / gerak motorik.
|
1.
Saya suka menirukan gaya berjalan dan gaya duduk
tokoh anime.
|
1.
Saya memiliki suara yang khas.
|
||
3
|
Kognitif
|
a.
Asosiasi dan dirfensiasi tokoh
|
1.
Saya suka berandai andai menjadi tokoh anime.
2.
Cara saya menyelesaikan masalah seringkali
terinspirasi dari cerita anime yang
saya tonton.
|
1.
Saya memiliki cerita hidup yang berbeda dengan
cerita dalam anime
|
b.
Komparasi tokoh
|
1.
Saya suka membandingkan diri saya dengan tokoh
dalam anime.
|
1.
Saat saya melihat / mendengar cerita hidup teman
di dunia nyata, saya sering merasa iri
|
||
4
|
Emosi
|
a.
Reaksi dan ekspresi wajah
|
1.
Saya merasa sedih dan kecewa saat tokoh yang saya
sukai memiliki akhir yang buruk.
|
1.
Perasaan saya biasa saja, saat menonton anime dalam genre apapun.
|
b.
Kelekatan dengan toikoh
|
1.
Saya memasang gambar tokoh anime yang saya suka di setiap sudut ruangan
pribadi/laptop/kendaraan saya
|
1. Jika laptop/hardisk yang berisi penuh
dengan karakter anime favorit saya
rusak, saya cuek.
|
||
5
|
Sosial
|
a.
Menyendiri / introvet
|
1.
Bagi saya menonton anime sendirian adalah hal yang paling seru.
|
1.
Saya suka menonton koleksi anime bersama teman teman saya, meski yang bukan otaku
|
b.
Relasi sosial terbatas.
|
1.
Saya hanya merasa nyaman dengan teman teman yang
mengerti tentang anime.
|
1.
Saya suka menjalin hubungan dengan bermacam- macam
orang.
|
Comments
Post a Comment