Laporan Praktikum Psikologi Perkembangan (Gerontologi)
TEMA KAJIAN : Penyesuaian Pekerjaan dan Keluarga pada
Usia Lanjut
“Tingkat Attachment Lansia di Jogja terhadap
Keluarganya”
TIM :
Trias N.Ellsa, Lilik
H, Olivia
E, Farida, Ismi
H
Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Menurut World Health
Organisation (WHO) Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60
tahun keatas (Nugroho, 2008: 34).Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti
akan di alami oleh semua orang yang dikarunia usia panjang, dan tidak bisa
dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk menghambat
kejadiannya. Menua ( Menjadi tua : anging) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Ranah,
2008:1).
Lansia atau lanjut usia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Pada kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process. Ilmu yang mempelajari fenomena
bersamaan dengan proses kemunduran (Nugroho, 2008:1)
Menurut
Paris Constantinides (1994) Menua adalah suatu proses
menghilangnya secra perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
atau mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi normal, ketahanan
terhadap injuri termasuk adanya infeksi. Proses menua sudah berlangsung sejak
seorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada
otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tumbuh “mati” sedikit demi
sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan
seorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya
sangat berbeda, baik dalam penyampaian puncak maupun saat menurunya, namun
umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun.
Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh
beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.
Usia lanjut dikatakan sebagai
tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Mariam. R. Siti, 2008:
32). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) No. 13 tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun (Mariam. R. Siti, 2008 :32).
2.1.2 Batasan Umur Lansia
Batasan umur menurut organisasi
kesehatan dunia World Health Organisation (WHO), ada empat tahap lanjut
usia meliputi :
a. Usia
pertengahan (Middle Age) = kelompok usia 45-59 tahun;
b.
Lanjut usia (Elderly) =
antara 60-74 tahun;
c.
Lanjut usia tua (Old) =
antara 75-90 tahun;
d.
Usia sangat tua (Very Old)
= diatas 90 tahun.
Klasifikasi
pada lansia ada 5 (Mariam. R. Siti, 2008:33), yakni :
1. Pralansia (Prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehattan (Depkes
RI, 2003).
4. Lansia
Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan aktifitas.
5. Lansia Tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. (Depkes RI, 2003).
2.2 Attachment
2.2.1 Definisi
Attachment
Ikatan emosional mendalam yang
berkembang antara bayi dan pengasuhnya dikenal sebagai attachment. Attachment
ini akan menjadi penentu hubungan anak dengan orang lain di masa depannya
kelak (Franzoi, 2003). Attachment berfokus pada hubungan antara anak dan
pengasuh utama. Bowlby
menyatakan bahwa hubungan antara ibu dan bayi pada tahun pertama kehidupan
merupakan kunci yang menentukan pertumbuhan bayi, kemampuan individu untuk
mengembangkan hubungan yang berkualitas tinggi pada saat dewasa, dan
kesejahteraan psikologisnya (dikutip oleh Bengtson, Acock, & Allen, 2005).
Bowlby menggunakan kata attachment untuk
menggambarkan interaksi antara tingkah laku orang tua dan adaptasi dari bayi.
Karena interaksi ini, bayi akan mengembangkan working models atau
representasi mental internal, yang menentukan bagaimana seseorang akan
bertingkah laku dan merespon dalam suatu hubungan di dalam dan di luar keluarga
(Bengtson, Acock, & Allen, 2005). Attachment
bersifat timbal balik. Bayi dan pengasuhnya
masing-masing berperan dalam menentukan kualitas hubungan. Berdasarkan teori
etologi, bayi dan orang tua secara biologis akan terikat satu sama lain. Dalam
hal ini, ibu dan bayi memiliki peran dalam attachment, yaitu dengan cara
bagaimana mereka merespon satu sama lain. Aktivitas apa pun dari bayi yang
mendapat respon dari ibunya dapat menjadi tingkah laku attachment.
Tingkah laku tersebut dapat berupa menghisap ibu jari, menangis, tersenyum,
melekat erat pada ibu atau menatap mata ibu. Attachment yang aman akan
terbentuk apabila si ibu merespon dengan hangat, mengekspresikan kebahagiaan,
dan memberi kontak fisik kepada bayi (Papalia, Olds, & Feldman,
2004).
Bowlby (dikutip oleh Franzoi, 2003)
mengatakan bahwa attachment adalah bagian dari warisan genetic beberapa
spesies yang berfungsi untuk menjaga binatang yang belum dewasa untuk tetap dekat
dengan orang tuanya agar terlindungi dari musuh. Dari hal ini diketahui bayi
yang dekat dengan ibunya akan lebih bertahan hidup disbanding mereka yang
tidak. Bowlby
(dikutip oleh Rathus, 2005) mengatakan attachment yang dikarakteristikan
dengan rasa takut terhadap orang asing muncul pada usia delapan sampai sepuluh
bulan. Tapi, ia mengatakan rasa takut ini tidak berkembang pada semua bayi,
hanya pada beberapa bayi saja.
2.2.2 Aspek Attachment
Menurut Cassidy (dalam
Wilson dan & Daveport, 2003), Bowlby membedakan tiga aspek attachment
menjadi:
a. Attachment
Behaviour
Tingkah laku
lekat (attachment behavior) adalah beberapa bentuk perilaku yang
dihasilkan dari usaha seseorang untuk mempertahankan kedekatan dengan seseorang
yang dianggap mampu memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan terutama
saat seseorang merasa takut, sakit dan terancam.
b. Attachment
Bond
Attachment bond
merupakan suatu ikatan afeksi; ikatan ini bukan diantara dua orang, namun suatu
ikatan yang dimiliki seorang individu terhadap individu lainnya yang dirasa lebih kuat dan
bijaksana. Individu dapat melekat pada seseorang yang tidak terikat dengannya.
Affectional bonds yaitu ikatan yang
secara
relative kekal dimana pasangan merupakan seseorang yang unik dan tidak dapat tergantikan oleh orang lain.
Hubungan ini ditandai dengan adanya kebutuhan untuk mempertahankan kedekatan,
distress yang tidak dapat dipahami saat perpisahan, senang atau
gembira saat bertemu, dan sedih saat kehilangan. Ikatan ibu-anak, ayah-anak,
pasangan seksual, dan hubungan saudara kandung serta teman dekat adalah contoh
affectional bonds. Hubungan ini
digerakkan oleh sistem perilaku
tambahan, seperti reproduktif, pengasuhan, dan sociable system (Ainsworth,
Greenberg, & Marvin dalam Lemme, 1995).
c. Attachment
Behaviour System
Sistem perilaku kelekatan adalah konsep yang penting dan
disebut juga system motivasional karena system ini memberikan hubungan
konseptual antara etologi dari perkembangan manusia dan teori modern dalam
pengaturan emosi dan kepribadian. Menurut Bowlby (1982) system kelekatan pada
pokoknya “menanyakan” pertanyaan yang mendasar seperti: apakah figure kelekatan
mempunyai hubungan yang dekat, penuh perhatian? Jika jawabannya iya, maka ia
akan merasa dicintai, aman, percaya dirim tetapi jika jawabannya tidak, maka ia
akan mengalami kecemasan dan perilakunya cenderung tidak mudah bersosialisasi
dan tidak mudah percaya kepada orang lain. Sistem ini secara berkala dirancang
oleh seleksi alami untuk mengatur kedekatan dengan figure kelekatan.
2.2.3 Dimensi Attachment
Bartholomew et al. (dikutip oleh Baron
& Byrne, 2004) menekankan pada dua sikap dasar dari Bowlby (tentang diri
dan orang lain), yang diasumsikan bahwa banyak dari aspek tingkah laku
interpersonal dipengaruhi dari sejauh mana evaluasi diri seseorang apakah
positif atau negatif dan sejauh mana orang lain merasa dapat dipercaya. Baron
& Byrne (2004) menyatakan kedua dimensi ini mencakupperasaan berharga dari
seseorang (self worth) dan persepsi yang dimiliki terhadap orang lain
sebagai orang yang dapat dipercayai (trustworthy).
Individu dengan gambaran diri positif
cenderung menilai orang lain akan merespon
positif. Individu tersebut juga cenderung lebih disukai, diterima dan dapat
lebih mudah memiliki teman. Ia juga merasa nyaman dalam suatu hubungan. Individu dengan
gambaran diri negative dihubungkan dengan pikiran bahwa orang lain akan
menolak. Oleh karena itu, hubungan intim cenderung membangkitkan perasaan
cemas, tidak berharga, dan ketergantungan. Individu dengan gambaran diri
negatif termotivasi untuk menjauhi hubungan intim karena mereka berpikir orang
lain tidak pernah ada saat mereka butuhkan (Baron & Byrne, 2004).
Individu yang memiliki gambaran diri
positif dan pandangan positif tentang orang lain (secure) mencari
kedekatan dengan orang lain. Sedangkan individu yang memiliki gambaran diri
negatif dan pandangan negatif tentang orang lain (avoidant atau fearful)
menghindari penolakan dengan menghindari kedekatan. Mereka cenderung
menjaga jarak dengan orang lain. Individu preoccupied memiliki self
view (sudut pandang diri) yang negative dengan kepercayaan bahwa orang lain
akan mencintai dan menerima. Akibatnya, individu mencari kedekatan dalam
hubungan (terkadang berlebih), tapi tertekan saat kebutuhan emosionalnya tidak
tercapai. Individu dismissing menghindari kedekatan karena mereka
memiliki pikiran-pikiran yang buruk tentang orang lain, tapi mereka tetap
mempertahankan gambaran diri positif. Mereka melihat dunia hanya dari kacamata
mereka saja atau egocentris (Baron & Byrne, 2004).
2.2.4 Pola Attachment
Cara seorang bayi bertingkah laku pada
suatu situasi asing berhubungan dengan ikatan attachmentnya dengan
pengasuh mereka. Ainsworth menggambarkan strange situation (situasi
asing) sebagai suatu teknik laboratorium yang diciptakan sedemikian rupa untuk
menetapkan pola attachment antara bayi dan orang dewasa (ibu) (Papalia,
Olds, & Feldman, 2004; Rathus, 2005). Ainsworth (dikutip oleh Rathus, 2005)
menggunakan metode situasi asing untuk mempelajari bagaimana bayi merespon pada
perpisahan dan pertemuan kembali dengan pengasuhnya (umumnya ibu) dan orang
asing. Usia bayi dalam penelitian ini berkisar antara 10 - 24 bulan. Strange
situation (situasi asing) terdiri dari delapan episode yang memakan waktu
kurang lebih satu setengah jam. Selama waktu itu, sang ibu dua kali
meninggalkan bayi pada ruangan yang asing, pertama dengan orang asing. Kedua
kali ibu meninggalkan bayi sendirian, dan orang asing akan memasuki ruangan
sebelum ibunya. Sang ibu memberanikan bayi untuk menjelajah dan bermain serta
memberi kenyamanan atau perhatian saatbayi membutuhkan (Ainsworth,
Blehar,Waters, & Wall, dikutip oleh Papalia, Olds, & Feldman, 2004).
Dari penelitian ini, Ainsworth et al. menemukan tiga pola utama dari attachment:
secure (66%), avoidant (20%) dan ambivalent atau resistant
(12%) (Papalia, Olds, & Feldman, 2004).
Bayi dengan secure attachment akan
bermain ketika ibunya ada bersama mereka, bahagia menjelajah lingkungan asing
tersebut. Ketika ibunya pergi, mereka menangis, dan pada saat ibunya kembali,
mereka akan menyambutnya dengan berlari padanya, memeluknya, lalu menjadi
santai dan kembali bermain. Mereka umumnya sangat kooperatif dan tidak mudah
marah. Gaya kelekatan (attachment) ini merupakan bentuk dari keintiman.
Individu dengan kelekatan yang aman (secure attachment) akan mudah untuk
menjadi dekat dengan seseorang, mandiri dan tidak resah akan ditinggalkan orang
lain. Sebagai pasangan, mereka
menikmati hubungan seksual dengan konteks yang aman, hubungan penuh komitmen,
dan hubungan mereka cenderung memuaskan dan bertahan lama. Bayi dengan avoidant
attachment jarang menangis saat ibunya meninggalkannya, mereka lebih suka
bermain sendiri dan ketika ibunya kembali, mereka akan mengabaikannya. Mereka
memperlihatkan sedikit tekanan selama perpisahan dan menghindari kedekatan.
Mereka cenderung menjadi marah apabila kebutuhannya tidak terpenuhi tepat pada
waktunya. Individu dewasa dengan pola attachment ini cenderung kurang
tertanam dalam hubungan dan lebih suka untuk meninggalkan pasangan. Mereka juga
lebih suka berhubungan seksual 1 malam tanpa cinta (Myers, 2005).
Bayi dengan ambivalent atau resistant
attachment menjadi cemas bahkan sebelum ibunya pergi, mereka lebih suka
berdiri di dekat ibunya dan menjadi sangat kesal saat ia pergi. Ketika ibunya
kembali, mereka menunjukkan ambivalensi dengan mencari kontak dengan ibunya dan
disaat yang bersamaan menolaknya (Papalia, Olds, & Feldman, 2004; Rathus,
2005). Sebagai
individu dewasa, mereka cenderung menjadi orang yang kurang percaya, sehingga
lebih posesif dan pencemburu. Saat mendiskusikan konflik, mereka menjadi cepat
emosi dan sering marah (Myers, 2005).
BAB III
3.1 Definisi Operasional
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud tingkah laku lekat adalah beberapa bentuk perilaku yang
dihasilkan dari usaha seseorang untuk mempertahankan kedekatan dengan seseorang
yang dianggap mampu memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan terutama
saat anak merasa takut, sakit dan terancam, tujuannya adalah mendapatkan
kenyamanan dari figur lekat.
3.2 Indikator
a. Attachment
Behaviour
Tingkah laku
lekat (attachment behavior) adalah beberapa bentuk perilaku yang
dihasilkan dari usaha seseorang untuk mempertahankan kedekatan dengan seseorang
yang dianggap mampu memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan terutama
saat seseorang merasa takut, sakit dan terancam.
b. Attachment
Bond
Attachment bond
merupakan suatu ikatan afeksi; ikatan ini bukan diantara dua orang, namun suatu
ikatan yang dimiliki seorang individu terhadap individu lainnya yang dirasa lebih kuat dan
bijaksana. Individu dapat melekat pada seseorang yang tidak terikat dengannya.
Affectional bonds yaitu ikatan yang
secara
relative kekal dimana pasangan merupakan seseorang yang unik dan tidak dapat tergantikan oleh orang lain.
Hubungan ini ditandai dengan adanya kebutuhan untuk mempertahankan kedekatan,
distress yang tidak dapat dipahamisaat perpisahan, senang atau
gembira saat bertemu, dan sedih saat kehilangan.Ikatan ibu-anak, ayah-anak, pasangan
seksual, dan hubungan saudara kandung serta teman dekat adalah contoh
affectional bonds. Hubungan ini
digerakkan oleh sistem perilaku
tambahan, seperti reproduktif, pengasuhan, dan sociable system (Ainsworth,
Greenberg, & Marvin dalam Lemme, 1995).
c. Attachment
Behaviour System
Sistem perilaku kelekatan adalah konsep yang penting dan
disebut juga system motivasional karena system ini memberikan hubungan
konseptual antara etologi dari perkembangan manusia dan teori modern dalam
pengaturan emosi dan kepribadian. Menurut Bowlby (1982) system kelekatan pada
pokoknya “menanyakan” pertanyaan yang mendasar seperti: apakah figure kelekatan
mempunyai hubungan yang dekat, penuh perhatian? Jika jawabannya iya, maka ia
akan merasa dicintai, aman, percaya dirim tetapi jika jawabannya tidak, maka ia
akan mengalami kecemasan dan perilakunya cenderung tidak mudah bersosialisasi
dan tidak mudah percaya kepada orang lain. Sistem ini secara berkala dirancang
oleh seleksi alami untuk mengatur kedekatan dengan figure kelekatan.
3.3 Panduan Wawancara
No
|
Aspek
|
Pertanyaan
|
1
|
Attachment Behaviour
|
a. Bagaimana
perilaku keluarga anda terhadap anda ?
b. Ketika
keluarga anda mendapatkan masalah, apakah anda dimintai pendapat?
c. Bagaimana
sikap keluarga anda, Jika pendapat anda bertentangan dengan keluarga anda ?
d. Bagaimana
perilaku keluarga anda, Jika anda mempunyai masalah dengan teman anda ?
|
2
|
Attachment Bond
|
a. Apakah
di kehidupan anda, anda mempercayai orang lain selain keluarga anda ?
b. Apakah
tali persaudaraan keluarga anda satu dengan yang lain erat?
|
3
|
Attachment Behaviour System
|
a. Apakah
anda mendapatkan perlindungan dari keluarga anda ?
b. Apakah
anda membeda-bedakan perhatian terhadap anak anda satu dengan yang lainya ?
c. Apakah
pendidikan dalam keluarga anda sangat anda perhatikan ?
d.
Apakah pola hidup
keluarga anda sangat anda perhatikan?
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.2 Catatan Lapangan
Kondisi wawancara tempat
|
Wawancara ini kami lakukan di
jalan Malioboro tepatnya di taman depan mall Malioboro. Di depan tempat
lokasi wawancara terdapat parkiran sepedah motor dan mobil orang yang
berkunjung di mall tersebut. Di tempat tersebut suasananya ramai karena
banyaknya kendaraan yang berlalu lalang, terdapat banyak pemusik yang memamerkan
keahliannya sehingga menyebabkan proses wawancara terganggu karena
suara-suara tersebut.
|
Pelaku partisipan secara umum
|
Saat kami mendatangi subjek,
subjek sedang duduk di taman yang di depannya terdapat parkiran sepedah
motor, subjek memakai kaos putih berkerah biru bergaris putih dengan lengan
kaos bergaris biru dan putih dan memakai celana kain berwarna hitam. Subjek memakai
jam tangan berwarna hitam, memakai topi berwarna coklat yang di lepaskan oleh
subjek ketika proses wawancara berlangsung. Subjek memiliki rambut yang
panjang dan berwarna putih di ikat ke
atas, subjek memakai alat bantu pendengaran. Selama proses wawancara
berlangsung sesekali subjek menggerak-gerakan
tangannya keatas untuk memperbaiki rambutnya dan subjek sering tertawa
saat proses wawancara berlangsung.
|
4.3 Verbatim
Nama Interviewee : NN
Usia : 63 tahun
Tanggal Interview :
26 September 2013
Kode Interviewee :
NN260913
Nama
Interviewer : Trias Novita Ellsadayna
Kode
Interviewer : TNE260913
Lokasi : Depan Mall Marlioboro
Waktu : 22.05 WIB
Dari hasil
interview yang telah dilakukan
berdasarkan indicator dan daftar pertanyaan yang telah disusun
maka diperoleh kesimpulan bahwa :
a. Attachment
Behaviour
Subyek
memiliki saudara yang jauh darinya yang berada di Jakarta dan Banjarmasin.
Subyek hanya bertemu dengan mereka saat hari raya Lebaran dan natal, setahun
dua kali. Biasanya beliau yang datang berkunjung ke jakarta. Dan saat
menghadapi permasalahan ia megatasinya seorag diri dengan berdoa. Beliau juga pernah mengalami perdebatan atau
perbedaan pendapat dengan anaknya yang saat ini bekerja di solo, tetapi beliau
tidak mau ambil pusing dengan hal tersebut. Ia lebih banyak mengalah, tidak mau
‘ngotot’ yang dapat mengakibatkan perkara bertambah panjang. Jika anaknya
sedang marah, tidak dilayani karena bisa
bertambah marah, tetapi disikapi dengan lemah lembut, dan sabar dan
menyikapinya dengan tenang untuk mempertahankan kedekatan dengan anak. Tingkah
laku lekatnya ini memberikan
perlindungan dan kenyamanan terhadap
dirinya untuk tetap menjaga relasi baik dengan orang-orag disekitarnya agar
hidupnya
di lingkungan tidak terancam.
b. Attachment
Bond
Subyek
memiliki teman dekat dan teman sharing pada saat masih mudanya. Tetapi untuk
saat ini, meskipun ia masih memiliki teman, tetapi untuk permasalahan yang
diceritakan tidak sampai kepada hal-hal pribadi. Beliau juga berinteraksi
dengan orang-orang lanjut seusianya di kumpulan komunitas kaum lanjut usia. Mereka berkumpul setiap satu bulan sekali, perkumpulan itu disebut
PKLU, perkumpulan kaum lanjut usia. Ia
merasa di dalam komunitas itu saling mengasihi, saling membantu, saling
mendoakan. Hubungan ini ditandai dengan adanya
kebutuhan untuk mempertahankan kedekatan, merasa
senang
atau gembira saat bertemu, dan rindu saat
tidak bertemu.
c. Attachment
Behaviour System
Beliau tetap mendapatkan perhatian dari anak
semata wayangnya. Karena beliau pernah dua kali mempunyai istri tapi tidak bertahan.
Masa lalunya yang pernah ditinggal oleh istri pertama akibat perselingkuhan,
membuat ia menjadi depresi dan membutuhkan kasih saying dari orang lain, itu
membuatnya berani mengambil seorang wanita untuk mejadi istrinya meskipun tidak
resmi, ia mengaku bahwa ia dan istrikeduanya hanya kumpul kebo, dan kemudian
hubungan itu akhirnya putus dan berakhir. Ia memiliki dua anak dari istri
pertama, hanya saja anaknya yang sulung meninggal dunia, dan ia hanya
membesarkan satu anak bungsunya. Perhatian yang ditunjukkan misalnya dengan
menanyakan sudah beribadah apa belum. Karena bentuk perhatian inilah maka ia masih merasa dicintai, aman, percaya
diri untuk tetap bisa mengatasi masalahnya sendiri di usia lanjutnya ini.
Sehingga ia mudah bersosialisasi dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
akses 19 desember 2013
thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-01076-PS%20Bab2001.pdf
akses 19 desember 2013
Nugroho, 2008:
34
Ranah, 2008:1
Paris
Constantinides, 1994
Mariam. R. Siti,
2008: 32
Franzoi, 2003
Bengtson, Acock,
& Allen, 2005
Papalia, Olds,
& Feldman, 2004
Rathus, 2005
Wilson dan &
Daveport, 2003
Bartholomew et
al. dikutip oleh Baron & Byrne, 2004
Myers, 2005
Comments
Post a Comment