<--TERPUTUS
Beberapa hari yang lalu aku menceritakan seorang peselancar hebat
bernama Kamga kan?
Ya benar,
Kamga, laki-laki tampan dan sempurna itu. Aku tidak menggambarkan dia secara
detail waktu itu, karena terlalu sulit buatku untuk mengungkapkannya dengan
bahasa tulisan. Tapi kali ini aku akan mencoba mendeskripsikannya untukmu,
supaya kamupun bisa membayangkan seperti apa sosok yang bernama Kamga itu. Dia
laki-laki berdarah campuran Jepang-Bali, dan yang kutangkap pertama kali adalah
matanya. Benar! Matanya yang sipit tetapi tajam, dan aku tertangkap oleh mata
itu, mata yang bisa membaca arti dan aura lukisanku. Kulitnya kuning langsat,
oleh sebab itu aku tidak khawatir jika dia benar-benar peselancar hebat, karena
kulitnya tidak akan pernah bisa terpanggang sinar matahari, seterik apapun.
Rambutnya lurus, dengan potongan spiky. Tinggi badannya 175 cm, aku
mengetahuinya bukan karena aku telah mengukurnya, tetapi karena dia
mengatakannya pada saat pertemuan kami yang pertama. Dan, tahukah kamu bahwa
aku hanya setinggi bahunya saja. Agak malu sih ketika aku harus berdiri
berjalan disampingnya, karena yah perbedaannya terlalu jauh. Satu lagi, jarak
alis, hidung, bibir, dan telinganya
proporsional. Kurasa banyak gadis akan menyukai bagian ini, bibirnya yang tipis
dan memerah. Apakah ini cukup detail? Aku takut jika aku mengungkapkannya
terlalu banyak, maka malah akan menjadi seperti cerita bohong atau terlihat
sebagai khayalanku saja tentang seorang pria. Banyak orang bilang bahwa tidak
ada satu manusiapun yang sempurna, jadi jika kuungkapkan semua pasti tidak akan
memepercayaiku, karena kenyataannya fisiknya memang sempurna. Tapi sama halnya
dengan kebanyakan orang yang meyakini pepatah itu, aku juga mempercayainya.
Percaya bahwa sebenarnya didalam diri Kamga ada sesuatu yang tidak sempurna,
bayangan masa lalunya.
Pagi ini, Kamga meneleponku untuk datang ke pantai. Nomor teleponku?
Beberapa hari yang lalu
saat aku
mengantarnya pulang ia meminta nomor teleponku, dia bilang hanya untuk
berkomunikasi saat dia membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkannya. Dan ini
pertama kalinya ia menghubungiku jadi mungkin ini adalah kondisi penting dimana
dia sangat membutuhkanku, jadi aku sangat senang bahwa ternyata ia menganggap
aku ada. Aku bergegas mengendarai mobilku, sampai tiba di pantai. Dan kali ini
ia berdiri diatas pasir putih dengan bertelanjang kaki namun tidak membawa
papan seluncurnya. Ia telah menungguku. Aku menghampirinya
"hei..
Tidak terlalu pagikah ini untuk berselancar?" aku menyapanya
"ah,
aku tidak berselancar hari ini" timpalnya
"lalu?
Apakah hanya untuk berbicara denganku?"
"ya
tentu saja, aku tidak akan menghubungimu jika aku tidak membutuhkanmu"
ucapnya tandas. Sedikit mencekikkku, selain kalimat terakhir 'jika tidak membutuhkanku' yang agak menusuk, ia
berbicara tidak memandang ke arahku
"oh,
ah. Ehm. Begitu. Baik, apa yang bisa kulakukan untukmu?" tanyaku dnegan
terbata
"Bisakah
aku memintamu untuk melakukan operasi?" sekali lagi, dia mengatakan
kalimat yang membuat aku tak bisa berpikir apapun. Tanpa basa-basi dan sekali
lagi, tanpa menadang ke arahku. Untuk sesaat aku terdiam, aku mencoba
menenangkan hati dan pikiranku, aku mencoba mecerna setiap perkataannya, aku
menghela napas dan aku menyadari keseriusannya
"Hh, operasi apa yang bisa kulakukan
untukmu?"
"ikutlah
aku, ke rumah sakit sekarang. Setelah pemeriksaan, kamu akan tahu. Kuharap kamu
cocok untuk ini."
"apa?
Hari ini juga?"
"ya
tentu saja, hari ini! Tidak ada waktu lagi! Mari kita pergi dengan
mobilmu" Kamga dengan segera menarik tanganku, dan duduk di kursi
pengemudi. Ia meminta kunci mobilku, dan dia menuju ke rumah sakit tanpa
menunggu jawaban dariku. Andai saja aku bisa, aku ingin berteriak KAAMMGAAAA!!
Apa yang baru saja kau katakan?? Apa yang baru saja kau lakukan?? Rumah sakit?
Pemeriksaan? Operasi?? Heii, what are you talking about? Sesepele itukah ? Kau
keterlaluaan! Sungguh, bagaimana mungkin gadis yang baru 3 minggu kau kenal,
dengan tiba-tiba kau menyuruhnya untuk melakukan operasi. Tanpa basa-basi,
tanpa menceritakan apapun secara detail. Sepanjang perjalanan aku terus
merutukinya dalam hati, aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran orang ini.
Tetapi aku tidak bisa mengungkapkannya. Terlalu bodoh sebagai wanita, jika
hanya diam membisu karena tersekap oleh pesonanya itu. Tetapi memang inilah
kenyataannya, aku tidak bisa membantah setiap ucapannya, entah mengapa.
"kamu
boleh saja mengutukiku dalam hatimu, for. Aku tahu, bahwa kamu sedang berpikir
bahwa aku laki-laki kejam dan keterlaluan, sampai melakukan ini semua padamu.
Tapi …" kamga menghentikan ucapannya sekaligus menghentikan mobil.
"Kenapa
berhenti?"
"tapi
kita sudah sampai. Ayo turun"
Arrgh, benar saja. Tanpa terasa mobil sudah terparkir di halaman parkir
rumah sakit. Ternyata memikirkan hal ini, membuatku tidak fokus kepada apapun
yang ada di depanku. Aku mengikutinya dari belakang memasuki area rumah sakit
dengan kekesalan yang luar biasa.
Aku memasuki lorong-lorong rumah sakit, melihat ke kanan dan ke
kiri. Banyak wajah-wajah orang
yang
tidak berdaya, terbaring lemah dengan di dampingi oleh orang-orang terdekat
mereka. Tetapi langkahku terhenti ketika berdiri di hadapanku 5 orang asing. Ah, tidak 4 orang asing karena 1 orang
aku pernah melihatnya di suatu tempat. Oh, iya aku ingat wanita ini, ya wanita
yang datang menjemput Kamga dengan paksa waktu itu. Sedangkan 2 orang laki-laki
asing ini berpakaian formal, berjas berjaga didepan pintu kamar, seperti
penjaga. 2 orang lagi, adalah seorang
pria dan wanita kupikir mereka pasangan dan seumuran orang tuaku. Kalau begitu,
apakah mereka semua yang didepanku sekarang keluarga Kamga? Selintas,
sepertinya mereka keluarga kaya. Yah, rumah yang kulihat sewaktu mengantar
Kamga terlihat sangat mewah.
"Maafkan,
kalau aku terlalu lama" ucap kamga tiba-tiba
"Tidak
apa-apa nak." ucap wanita yang lebih tua
"Perkenalkan
ini Fortuna,kurasa dia pilihan yang tepat untuk ini. Bisakah dia memulai
pemeriksaannya, bu?" ibu? Jadi wanita paruh baya di hadapanku ini, adalah
ibu Kamga? Pantas saja. Cantik. Wanita jepang.
"Apakah ini tidak apa-apa nak? Jika kamu
sudah siap, kami akan pergi sejenak. Lakukanlah seperti apa yang dokter
katakan. Kamga akan menemanimu" ibu kamga mendekatiku, dan berkata padaku.
Menyentuh pundakku, dan tidakkah ia bisa membaca ekspresi ketakutanku? Ahhh,
aku sudah terjebak dalam situasi ini. Menolak? Kabur? Lalu dikejar-kejar
beramai-ramai, waw dramatis sekali. Dan aku membencinya!
"ah,
ehm. Iya tidak apa-apa." balasku singkat dengan menampilkan sedikit senyum
simpul yang sangat amat terpaksa.
Tidak berapa lama kemudian, tim medis datang dan meghampiri kami
menanyakan apakah aku
sudah
siap untuk menjalani beberapa pemeriksaan,kemudian Kamga meminta waktu 10 menit
kepada tim medis untuk menyiapkan segala sesuatunya bagiku dan juga untuk
berbicara denganku.
"Fortuna,
aku tahu ini sangat mengganjal dihatimu. Aku tahu bahwa ada begitu banyak
keterpaksaan, ketegangan dan amarah. Tetapi, bisakah kamu mempercayaiku sekali
lagi? Sejak pertemuan kita di awal, dengan mudah kita menceritakan segala
sesuatu yang kita alami, bukan? Kamu percaya bahwa aku bisa memegang semua
ceritamu, dan aku mempercayaimu untuk menyimpan apapun yang sudah kuceritakan,
bahkan yang akan kuceritakan. Seperti itu saja, bagaimana?"
"Baiklah,
aku akan melakukannya sekali lagi. Mempercayaimu." Aku berusaha untuk
menempatkan emosiku ditempat yang tepat, aku tahu bahwakalaupun aku meluap-luap
saat ini itu hanya akan menjadi hal buruk untuk semuanya. Meski tanpa alasan
aku tetap menjalani pemeriksaan ini.
***
Comments
Post a Comment