Pendidikan Inklusi (Mawapres)

Oleh Trias Novita Ellsadayna
Mahasiswa Psikologi Universitas Trunojoyo Madura
BAB I
PENDAHULUAN


1.1         Latar Belakang
Pendidikan bagi sebagian orang, berarti berusaha membimbing anak dan mempersiapkan anak untuk menjadi orang dewasa. Tetapi dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Sedangkan arti luas pendidikan meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah di masa yang akan datang. Artinya pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan anak yang memiliki tanggung jawab moril dalam segala perbuatannya.
Pendidikan di Indonesia umumnya berlangsung  dimulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi. Pemerintah Indonesia juga telah mencanangkan program Pendidikan Untuk Semua (PUS) dengan indikator keberhasilan meliputi: pendidikan dan perawatan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan kecakapan hidup, kemelekaksaraan, kesetaraan gender, dan mutu pendidikan. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan, program ini telah mencapai target secara signifikan. Namun ini hanya berkisar pada pendidikan formal yang dapat dinikmati oleh anak-anak normal pada umumnya. Sedangkan Indonesia juga memiliki anak-anak bangsa yang berkebutuhan khusus dan mereka juga memerlukan pendidikan. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Direktorat PPK-LPK Dikdas ,Kemendiknas, dari 356.192 anak berkebutuhan khusus, baru sekitar 110.789 anak yang baru terlayani. (http://www.psikologizone.com/, 18 Maret 2013). Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat banyaknya jumlah anak-anak berkebutuhan khusus yang memerlukan banyak dukungan dan perhatian dari segala pihak, pada kenyataannya hanya dipandang sebelah mata baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
   Perlu adanya alternatif solusi dalam dunia pendidikan untuk menyentuh ranah yang seringkali tidak terjamah ini. Anak-anak berkebutuhan khusus di seluruh pelosok negeri juga berhak mendapatkan hak dan kesempatan yang sama untuk bersekolah tidak hanya di sekolah formal, namun juga di sekolah-sekolah nonformal dan informal. Oleh sebab itu, penulis berinisiatif untuk memberikan sebuah inovasi tentang penyelenggaraan pendidikan yang dapat dijangkau oleh semua anak berkebutuhan khusus di Indonesia, dan mestode pendidikan yang dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sebagai tindak lanjut dari apa yang sudah dimulai oleh pemerintah, yaitu dengan cara penerapan pendidikan inklusi bagi semua tingkatan sekolah mulai dari SD, SMP, SMA. Sehingga muncul sebuah gagasan dari penulis untuk mengangkat judul “Sekolah Inklusi sebagai alternatif solusi Pendidikan untuk Semua”
1.2         Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan gagasan ini adalah :
1.    Hambatan-hambatan apa sajakah yang menyebabkan tidak meratanya pendidikan khusus di Indonesia?
2.      Bagaimana solusi agar pendidikan khusus dapat merata?
3.      Bagaimana layanan pendidikan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus?

1.3         Tujuan
Tujuan dari penulisan gagasan ini adalah :
1.    Mengidentifikasi hambatan yang menyebabkan tidak meratanya pendidikan khusus di Indonesia
2.    Memberikan solusi penanganan demi pemerataan pendidikan khusus di Indonesia
3.    Mengetahui dan merekomendasikan layanan pendidikan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus

1.4         Manfaat
Dengan penulisan gagasan inovatif mengenai inovasi pendidikan khusus demi terwujudnya pendidikan untuk semua anak bangsa di seluruh pelosok negeri, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis yaitu:
a.    Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis yang ingin dicapai adalah dapat mengembangkan pemikiran dan ide kreatif untuk membangun bangsa menjadi lebih produktif menghasilkan anak bangsa yang cemerlang, meskipun dalam keterbatasan.
b.    Manfaat Praktis
Adapun manfaat secara praktis yang ingin dicapai adalah dapat menjadi gagasan yang diterapkan secara nyata di lapangan oleh pemerintah guna membantu mengembangkan secara optimal potensi yang dimiliki oleh anak-anak berkebutuhan khusus, serta dapat menjadi masukan untuk pihak-pihak terkait seperti orang tua, masyarakat, guru, untuk menentukan sikap yang tepat ketika berhadapan dengan anak berkebutuhan khusus dan memotivasi mereka.
 
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1  Pendidikan
2.1.1   Hakekat pendidikan
Pendidikan sangat penting untuk mengubah dan membaharui suatu masyarakat. Pendidikan berfungsi sebagai sarana peningkatan keberanian dan pembentukan inteligensi. Pendidikan merupakan kekuatan yang dapat diandalkan untuk menghancurkan kebiasaan lama dan membangun kembali kebiasaan baru yang baik. Sedangkan sekolah adalah wadah untuk mewujudkan pendidikan yang terstruktur dan terorganisir. Adapun maksud dan tujuan keberadaan sekolah adalah untuk membangkitkan sikap hidup yang demokratis. Sikap hidup yang demokratis ini dimulai dari adanya kebebasan akademik dalam lingkungan pendidikan. Kebebasan akademik akan melahirkan interaksi, kerja sama, sikap saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain, serta berpikir kreatif untuk menemukan solusi atas masalah yang dihadapi bersama.

2.1.2   Tujuan pendidikan
Pendidikan memiliki beberapa tujuan menurut John Locke, yakni pertama, pendidikan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap manusia (bangsa). Oleh sebab itu, sebagai bagian akhir dari pendidikan, pengetahuan hendaknya membantu manusia untuk memperoleh kebenaran, keutamaan dan kebijaksanaan hidup. Kedua, pendidikan juga bertujuan untuk mencapai kecerdasan setiap individu dalam menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkatannya. Dalam konteks itu, Locke melihat pengetahuan sebagai usaha untuk memberantas kebodohan dalam hidup masyarakat. Ketiga, pendidikan juga membentuk karakter dasar manusia yakni kedewasaan dan tanggungjawab. Dalam arti ini, pengetahuan dilihat oleh John Locke sebagai sarana untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang bermoral. Keempat, pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan membaharui sistem pemerintahan yang ada. (http://leonardoansis.wordpress.com/, 18 maret 2013)

2.2         Anak berkebutuhan khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to learning and development).   
Menurut Sunan & Rizzo (1979), Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang memiliki perbedaan dalam beberapa dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya. Menurut Mangunsong (2009), ABK sebagai anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Perbedaannya meliputi: ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan neuromuscular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi ataupun kombinasi 2 atau lebih dari berbagai hal tersebut. Di Indonesia diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus.

2.3         Pendidikan Khusus
Pendidikan Khusus (special education) atau ortopedogik berasal dari Bahasa Yunani, ortos yang berarti lurus, baik, normal, paedos yang berarti anak, dan agogos artinya pendidikan atau bimbingan. Jadi, pendidikan luar biasa berarti pendidikan yang bersifat meluruskan, memperbaiki, dan menormalkan.

Pendidikan khusus/luar biasa didesain khusus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari siswa berkebutuhan khusus. Pendidikan itu untuk mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki. Contohnya anak autis ringan masih dapat memotret-motret, maka potensi itulah yang dioptimalkan. Tujuan utamanya : menemukan dan menitikberatkan kemampuan siswa berkebutuhan khusus. Pendidikan khusus yang mengelompokkan anak-anak berkebutuhan khusus dalam satu tempat memiliki dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah anak mendapat perlakuan dan penerimaan yang tepat dari lingkungan sedangkan dampak negatif nya dapat membuat lingkungan memandang anak secara negatif, begitu juga dengan dirinya.
Tujuan Pendidikan Khusus :
1. Untuk mengembangkan kehidupan anak didik & siswa sebagai pribadi
2. Mengembangkan kehidupan anak didik dan siswa sebagai anggota masyarakat
3. Mempersiapkan siswa untuk dapat memiliki keterampilan untuk memasuki dunia kerja
4. Mempersiapkan anak didik dan siswa untuk megikuti pendidikan lanjutan
Model Penyelenggaraan Pendidikan Khusus di Indonesia
1. Segregasi : Anak berkebutuhan khusus belajar dalam lingkungan yang berisi anak-anak berkebutuhan khusus juga
Jenis : TKLB, SDLB, SMPLB, SMLB
Kelemahan :
·      Sering fokus pada apa yang tidak dapat dilakukan anak sehingga dapat menimbulkan masalah konsep diri
·      Anak cenderung terisolasi sehingga kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan belajar tentang perilaku dalam keterampilan yang tepat
2.    Integrasi : anak berkebutuhan khusus diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan anak normal di sekolah reguler.
Bentuknya :
·      Integrasi dalam acara-acara tertentu
·      Berada dalam satu kompleks sekolah namun dengan gedung dan jadwal berbeda
·      Jam istirahatnya sama tetapi tidak begitu berinteraksi

BAB III
METODE PENULISAN
Penulisan gagasan ilmiah ini menggunakan metode:
·         Studi pustaka dalam referensi
·         Analisa data dan kajian pemikiran secara kualitatif dalam pemecahan masalah


BAB IV
ANASILIS DAN SINTESIS
4.1         Pendidikan khusus di Indonesia
Selama ini anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme ini tanpa disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Pemerintah menyamaratakan sistem pendidikan khusus di Indonesia dengan sistem pendidikan segregasi yang mengelompokkan anak-anak yang memiliki ketunaan dalam hal yang sama dan memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh mereka. Sistem pendidikan regresi dimana sistem ini memisahkan anak berkebutuan khusus dan dilaksanakan secara khusus , terpisah dari sistem pendidikan anak normal.
Ø Keuntungan sistem pendidikan segregasi
- Rasa ketenangan pada anak luar biasa
- Komunikasi yang mudah dan lancar
- Metode pembelajaran khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak
- Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa
- Sarana dan prasarana yang sesuai
Ø Kelemahan sistem pendidikan segregasi
- Sosialisasi terbatas
- Penyelenggaraan pendidikan yang relatif mahal
- Monotonnya metode pembelajaran
- Kejenuhan peserta didik dalam lingkungan bermainnya
4.2         Penyebab tidak meratanya Pendidikan khusus di Indonesia
Pada dasarnya urusan pendidikan adalah hak untuk semua anak bangsa di seluruh pelosok negeri. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah agar pendidikan dapat diakses oleh berbagai kalangan. Tidak hanya anak kaya, miskin, normal, namun juga untuk anak berkebutuhan khusus. Namun pada kenyataannya masih terdapat kesenjangan dan beberapa daerah yang tidak memiliki layanan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Adapun faktor-faktor penyebab pendidikan khusus tidak terselenggara secara menyeluruh antara lain:
-  Anggaran pemerintah daerah yang tidak diprioritaskan untuk pembangunan
sekolah negeri bagi anak berkebutuhan khusus, sehingga sekolah untuk anak berkebutuhan khusus ini lebih banyak disediakan pihak swasta yang biaya  pendidikannya relatif mahal.
- Tenaga profesional yang berlatar belakang pendidikan guru khusus bagi ABK yang terbatas.
- Sulitnya akses jalan menuju sekolah luar biasa yang ada di masing-masing daerah.
- Pandangan orangtua yang mengecilkan kemampuan anaknya untuk bersekolah, dan terbatasnya ekonomi mereka untuk membayar biaya pendidikan.

4.3         Solusi agar terjadi pemerataan pendidikan khusus di Indonesia
Pada tahun 2003 pemerintah mengeluarkan Undang- Undang No 20 tentang sistem Pendidikan Nasional ( UUSPN ) telah mengatur mengenai pendidikan khusus dalam Bab V Bagian 11 (Pasal 32 Ayat 1 ). Keseluruhan undang-undang pendidikan pada dasarnya menyebutkan bahwa setiap anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan tidak dibeda-bedakan dengan anak normal lainnya. Namun yang terjadi di lapangan saat ini, masih terdapat diskriminasi dalam hal pendidikan, padahal ABK pun dapat menjadi anak yang mandiri jika dididik sesuai dengan kebutuhannya.

Ada tiga alasan mengapa ABK memerlukan layanan pendidikan khusus, yaitu
1. Individual differences, Tuhan menciptakan manusia dengan ciri khasnya masing-masing, dengan kapasitas intelektual, sosial, fisik, suku, agama yang berbeda, sehingga memerlukan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya
2. Potensi siswa akan lebih terlihat dan dapat berkembang secara optimal sesuai
dengan kapasitasnya.
3. Siswa ABK akan lebih terbantu dalam melakukan adaptasi sosial.

Layanan pendidikan khusus yang sangat penting ini harus sampai ke seluruh Indonesia dimulai dari pembangunan infrastruktur seperti: akses jalan yang mudah, sehingga peserta didik dapat menjangkau sekolah yang memfasilitasi kebutuhan khusus mereka di daerahnya masing-masing, kemudian didukung oleh perekrutan tenaga pengajar profesional yang memadai, kurikulum yang diatur oleh pemerintah pusat dengan standar yang sama, serta penyediaan fasilitas bagi kebutuhan pembelajaran dan terapi.

4.4         Inovasi Pendidikan Khusus
Setelah menelaah masalah yang ada mengenai sistem pendidikan pada anak berkebutuhan khusus, maka diusulkan tentang terselenggaranya sistem pendidikan inklusi yang memenuhi segala kebutuhan peserta didik. Pendidikan inklusi adalah pendidikan dimana sekolah umum dapat melayani semua anak tidak peduli apakah orang itu cacat atau normal, kaya atau miskin, dan juga tidak membedakan warna kulit, ras, suku, dan agama.
Sapon-Shevin (O’Neil, 1995),  profesor pendidikan inklusi di Syracuse University – New York, mendefinisikan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Susan Bray Stainback juga mengeluarkan pendapat yang sama bahwa yang dimaksud dengan sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama, sekolah ini menyediakan pendidikan yang layak, dan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid.

Pendidikan inklusi telah dicanangkan pemerintah sejak tahun 2004, tetapi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi di Indonesia sampai saat ini memang masih mengundang kontroversi. Hal itu terkait dengan pihak sekolah yang tidak bisa memberikan guru professional yang dapat mengajar dengan dua metode sekaligus, karena tingkat kognitif peserta didik yang berbeda-beda. Oleh sebab itu penulis memiliki gagasan untuk menyelesaikan masalah dengan tetap menerapkan sekolah inklusi namun dengan rancangan dan pelaksanaan yang sedikit berbeda dari rancangan pemerintah. Hal ini untuk memudahkan pihak pemerintah, pihak sekolah, terlebih juga untuk menguntungkan peserta didik dalam menangkap materi ajar dan tidak ada lagi alasan anak-anak berkebutuhan khusus untuk tidak bersekolah.  teryakni mengenai sekolah umum yang menyediakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Adapun pelaksanaan sekolah umum yang akan dirombak menjadi sekolah yang menerpakan pendidikan inklusi (Sekolah Inklusi) tergambar sebagai berikut :
1.             Sekolah umum yang ada di masing-masing daerah atau kota diberi subsidi oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan khusus dimana sekolah tersebut menyediakan kelas khusus dan fasilitas yang menunjang tidak hanya keperluan pembelajaran anak normal, namun juga bagi anak berkebutuhan khusus.
2.             Pembagian kelas di sekolah inklusi ini berbeda dengan sekolah umum lainnya. Sekolah inklusi ini menyediakan kelas-kelas khusus bagi ABK dengan tingkat ketunaan yang sama dikelompokkan dalam satu kelas. Adapun setiap ABK yang akan masuk ke sekolah ini menjalani sejumlah assessment atau pengetesan untuk menempatkan anak di kelas yang sesuai dengan kebutuhannya.
3.             Metode pembelajaran yang diajarkan kepada ABK di kelas khusus ini menyesuaikan dengan kurikulum yang memperhatikan perkembangan dari setiap peserta didik. Misalnya ada anak yang butuh belajar komunikasi secara intensif, ada yang perlu belajar bagaimana mengurus dirinya sendiri dan ada juga yang focus pada masalah akademis.
4.             Rancangan kurikulum juga mengatur alokasi waktu yang berbeda di masing-masing kelas sesuai dengan tingkat kognisi peserta didik.
5.             Terdapat mata pelajaran umum yang akan ditempuh secara bersama-sama oleh seluruh peserta didik baik itu yang berkebutuhan khusus maupun peserta didik normal. Mata pelajaran ini dapat berupa pelajaran: kesenian (seni lukis, tari, musik), keterampilan (hasta karya, tata boga, tata busana, elektronika), dan olahraga. Seluruh peserta didik berada di satu tempat yang sama, dapat di dalam ruangan ataupun di luar ruangan sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran.
6.             Terdapat kegiatan yang juga melibatkan anak berkebutuhan khusus dan anak normal pada waktu yang sama. Kegiatan ini dapat berupa : Upacara bendera, latihan baris-berbaris, pramuka, kerja bakti, jalan sehat dan rekreasi sekolah.
7.             Setiap guru yang sudah ada dilatih dan diperlengkapi dengan metode khusus agar materi yang disampaikan kepada peserta didik, baik di dalam kelas maupun di luar kelas dapat diterima dengan baik bagi anak berkebutuhan khusus maupun anak normal lainnya. Keberadaan guru yang berlatar belakang pendidikan luar biasa juga sangat dibutuhkan dalam sekolah inklusi ini, sehingga ABK yang berada di kelas khusus benar-benar tertangani dengan baik. Kemudian guru pembimbing khusus ini juga dapat memberikan pengaruh positif dalam kaitannya mengenalkan pendidikan luar biasa bagi guru yang lain.
8.             Sekolah inklusi ini akan menempatkan anak berbakat dan anak berkelainan dengan berbagai tingkatan yakni tingkat ringan, sedang dan berat dalam kelas khusus, adapun tingkat sekolah umum yang dijadikan contoh sekolah inklusi dengan rincian kelas khusus yang akan diselenggarakan adalah :
·                SD Inklusi:
 a. Kelas A : untuk tuna netra, syarat peserta didik : ada keterangan dari dokter mata, usia  3-7 tahun dan tidak lebih dari 14 tahun.
b. Kelas B : untuk tuna rungu, syarat peserta didik : ada keterangan dari dokter
THT, rentang usia 5-11 tahun.
c. Kelas C : untuk tuna grahita IQ 50 – 75, untuk anak mampu dididik, dan
C1 : untuk tuna grahita IQ 25 – 50, untuk anak mampu dilatih, syarat peserta didik: keterangan IQ dari psikolog, dan rentang usia 5,5 – 11  
d. Kelas D : untuk tuna daksa dengan IQ normal dan
D1 : untuk tuna daksa dengan IQ ˂ normal : double handicap, syarat peserta didik: keterangan dokter umum, ortopedi, dan syaraf dan keterangan psikolog, usia 3 – 9 tahun.
Sekolah inklusi dengan metode seperti ini pada perjalanannya nanti juga akan berlaku di jenjang SMP dan SMA dengan rentang usia yang akan disepakati bersama oleh pihak-pihak terkait. Gagasan inovasi diatas hanya sebagai rancangan model yang dapat diterapkan oleh semua sekolah di Indonesia tanpa terkecuali. Meskipun pendidikan inklusi adalah hal yang baru di Indonesia, namun pendidikan inklusi ini dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Sekolah dan layanan pendidikan khusus juga harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Pihak sekolah juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
Demi tercapainya kesetaraan kualitas seluruh sekolah inklusi di Indonesia maka harus ada pengembangan kurikulum yang awalnya kurikulum sekolah regular dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap:
1.             Alokasi waktu
Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar siswa. Misalnya: materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi waktunya selama 6 jam.
·  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal (anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4 jam.
·  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam;
·  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18 jam, atau lebih; dan seterusnya.
2.             Isi/materi kurikulum
·  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal, materi  dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam)
·  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.
·  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.
3.             Proses belajar-mengajar
·  Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal;
·  Menggunakan pendekatan student centered, yang menekankan perbedaan individual setiap anak.
·  Lebih terbuka (divergent);
·  Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi dengan cara berkompetisi secara jujur. Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif, setiap anak dikembangkan jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Misalnya, mereka diberi tugas dalam kelompok, secara bersama mengerjakan tugas dan mendiskusikannya. Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok, dan kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai. Dengan cara ini sosialisasi anak dan jiwa kerjasama serta saling tolong menolong akan berkembang dengan baik.
·  Proses pembelajaran disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa misalnya: tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan; tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran; tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan. Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga tidak hanya menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.
4.             Sarana prasarana
·      Tersedianya alat-alat peraga yang dapat memudahlan peserta didik menerima materi ajar.
·      Tersedianya alat-alat tes untuk mengukr tingkat inteligensi siswa
·      Tersedianya alat-alat terapi anak berkebutuhan khsusus
·      Sarana buku materi pelajaran yang terkemas dengan rapi dan mudah dipahami.
·      Serta prasarana lain yang mendukung kegiatan belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
5.       Lingkungan belajar yang kondusif dan saling menghargai perbedaan satu dengan yang lainnya
6.       Pengelolaan kelas yang nyaman, komunikasi antara peserta didik dengan guru yang seimbang , dan mendorong terciptanya siswa yang mandiri
Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Dasar Inklusi (Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.

                                                
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam program yang sama. Keinginan menyediakan pendidikan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus tanpa terkecuali di seluruh wilayah di Indonesia menjadi alasan pentingnya pendidikan inklusi, tidak hanya untuk sekedar memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah, akan tetapi yang lebih penting adalah untuk memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak akan pendidikan yang layak dan terjangkau baik dari segi finansial maupun akses jalan.
Pendidikan inklusi akan merubah persepsi masyarakat mengenai keberadaan anak berkebutuhan khusus. Masyarakat akan belajar menerima dan menghargai perbedaan secara nyata serta menumbuhkan kedewasaan dalam cara mereka memperlakukan sesamanya, sedangkan anak berkebutuhan khusus melatih diri dalam beradaptasi dan bersosialisasi di tengah masyarakat. Lambat laun anak berkebutuhan khusus akan menjadi bagian dari keseluruhan masyarakat secara nyata, dan mereka akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dan dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri..
Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak.
 5.2 Rekomendasi
          Adapun rekomendasi yang dapat diberikan penulis adalah pemerintah hendaknya memperhatikan kebutuhan dana yang dialokasikan bagi pendidikan khusus, yang nantinya dana itu sangat dibutuhkan untuk terselenggaranya sekolah inklusi yang menerima berbagai macam perbedaan namun tetap memberikan kesempatan yang sama terhadap masing-masing individu dalam kepentingannya menikmati bangku sekolah. Penulis juga menyarankan adanya kerjasama, toleransi dan saling pengertian dari pihak sekolah dan pihak orangtua baik itu orangtua siswa yang normal dengan orangtua siswa berkebutuhan khusus, supaya tidak terjadi kecemburuan sosial. Hal ini supaya mental seluruh peserta didik tetap terjaga dan tetap ingin melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Adanya kesadaran dari pihak orangtua ABK terhadap pentingnya pendidikan guna menunjang kehidupan anak di masa depan. Peserta didik diharapkan mampu mengembangkan potensi diri di tengah-tengah perbedaan, belajar menghargai, mengerti cara bersosialisasi yang baik, saling tolong-menolong dan memecahkan masalah bersama-sama dengan teman sebayanya.

 DAFTAR PUSTAKA


http://11036 nurfazrina.blogspot.com/2012/05/pendidikan-anak-berkebutuhan-khusus.html (akses 17 maret 2013)
http://pendidikanabk.blogspot.com/ (Akses 18 maret 2013)





 Created by Szaiko 
"From Szaiko to Indonesia"

Comments

Popular posts from this blog

CARA SKORING TES PSIKOLOGI VSMS

Laporan dan Deskripsi Observasi VSMS

Analisis Film menurut Teori Psikologi Sosial