Paper : Perilaku Pacaran Anak Kelas 6 SD
PERILAKU
PACARAN ANAK KELAS VI SEKOLAH DASAR DITINJAU DARI PERANAN SINETRON REMAJA
Ellsadayna, T.N. Tahun 2015. Prodi Psikologi
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura
ABSTRAK
Anak
usia sekolah dasar yang duduk di kelas 5 atau kelas 6 saat ini mengalami
perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun psikologis. Ciri khas
kematangan psikologis ini ditandai dengan ketertarikan terhadap lawan jenis
yang biasanya muncul dalam bentuk lebih senang bergaul dengan lawan jenis dan
sampai pada perilaku berpacaran. Pesatnya arus perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, terutama media elektronik seperti televisi juga ikut andil dalam
pendemonstrasian makna pacaran bagi anak. Televisi telah lama menayangkan
sinetron-sinetron dengan tema utama percintaan dan pacaran yang dapat ditonton
juga oleh anak-anak, hal ini tentu dapat membawa dampak tertentu bagi
perkembangannya yang sedang bergejolak. Anak mudah menirukan apa yang ada
ditayangkan oleh televisi tanpa tahu makna yang sebenarnya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Pemilihan lokasi pnelitian ini
adalah di salah satu sekolah dasar negeri di kecamatan Socah, Kabupaten
Bangkalan. Subjek penelitian adalah seorang anak perempuan kelas 6 SD yang
sudah berpacaran dan menyukai sinetron remaja yang tayang di televisi. Penelitian
ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara semi berstruktur.
Dari hasil
penelitian yang diperoleh dan pembahasan secara singkat maka didapatkan
kesimpulan bahwa subjek memiliki pengetahuan, pandangan, keyakinan, terhadap
sinetron yang ditontonnya dan ia dapat mempersepsikannya. Hal ini berkaitan
dengan komponen kognitifnya (komponen perseptual). Kemudian ada kecenderungan subjek
bertindak untuk selalu menonton sinetron apabila tidak memiliki kesibukan. Hal
ini disebut dengan komponen konatif (komponen perilaku atau action component). Perilaku berpacaran
pada umumnya didasarkan pada nilai-nilai budaya yang berlaku. Subjek tinggal di
lingkungan rumah yang dekat dengan sekolah dan padat penduduk, dan nilai budaya
yang ada di sekitarnya juga adalah budaya madura yang kental. Hal ini juga yang
bisa memengaruhi gaya berpacaran subjek yang tidak berani bertemu dengan
pacarnya di luar lingkungan sekolah. Meskipun subjek tahu mengenai
adegan-adegan romantis yang hanya boleh dilakukan orang dewasa, namun subjek
tetap merasa suka dan senang ketika melihat sinetron tersebut. Saran yang dapat
diberikan adalah adanya pengawasan dan peran aktif orang tua serta keluarga
dalam menonton tayangan sinetron. Perlu adanya pendidikan seks dari usia dini
dan pemahaman pengertian mengenai perilaku pacaran yang ditayangkan dalam
televisi. Hal ini penting dilakukan untuk mengantisipasi perilaku pacaran yang
negatif saat anak beranjak remaja dan dewasa.
Kata kunci: Sinetron remaja, Perilaku
pacaran, Anak SD
A.
PENDAHULUAN
Anak usia sekolah dasar yang duduk di kelas 5 atau kelas 6 saat
ini mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun psikologis.
Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matangnya organ-organ tubuh
termasuk organ reproduksi. Sedangkan secara psikologis perkembangan ini nampak
pada kematangan pribadi dan kemandirian. Ciri khas kematangan psikologis ini
ditandai dengan ketertarikan terhadap lawan jenis yang biasanya muncul dalam
bentuk lebih senang bergaul dengan lawan jenis dan sampai pada perilaku
berpacaran. Pacaran sebenarnya adalah suatu proses alami untuk mencari seorang
teman akrab yang di dalamnya terdapat hubungan dekat dalam berkomunikasi, membangun
kedekatan emosi dan proses pendewasaan kepribadian. Namun pacaran yang pada
awalnya merupakan langkah positif sebagai masa penjajagan menuju jenjang
pernikahan, sekarang ini justru merupakan awal dari kehidupan yang rawan
menimbulkan berbagai konflik, kecemasan dan ketidakbahagiaan.
Pesatnya arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
terutama media elektronik seperti televisi juga ikut andil dalam
pendemonstrasian makna pacaran bagi anak. Televisi telah lama menayangkan
sinetron-sinetron dengan tema utama percintaan dan pacaran yang dapat ditonton
juga oleh anak-anak, hal ini tentu dapat membawa dampak tertentu bagi
perkembangannya yang sedang bergejolak. Anak mudah menirukan apa yang ada ditayangkan
oleh televisi tanpa tahu makna yang sebenarnya. Sinetron-sinetron remaja di
televisi yang seringkali mengusung istilah percintaan dan pacaran membuat kata
pacaran menjadi hal yang tidak asing lagi. Bahkan banyak anak-anak memiliki
anggapan bahwa berpacaran sudah menjadi hal umum, dan jika tidak berpacaran
justru dianggap kuno, kolot, dan tidak mengikuti perubahan jaman.
Pacaran yang disalahartikan dapat saja mengarah pada hal yang
negatif, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh. Rony Setiawan
dan Siti Nurhidayah tahun 2008 tentang “Pengaruh
Pacaran Terhadap Perilaku Seks Pranikah”, hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa ada hubungan positif yang signifikan
antara pacaran dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di SMAN I dan SMA
YPI “45” Bekasi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan
hubungan seks antara lain: pacaran, waktu usia dari pubertas sampai menikah
diperpanjang, adanya kesempatan untuk melakukan perilaku seksual pranikah,
paparan media massa tentang seks, kurangnya informasi/ pengetahuan tentang
seks, komu-nikasi yang kurang efektif dengan orang tua, mudah menemukan alat
kontrasepsi yang tersedia bebas dan kurangnya pemahaman etika moral dan agama.
Hal-hal inilah yang membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana
peranan sinetron remaja yang mengusung kisah percintaan dan pacaran terhadap
perilaku pacaran anak sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan agar ada langkah
antisipatif dan kuratif yang dapat diambil setelah mengetahui dampak sinetron
pada anak.
B.
METODE
Penelitian ini
menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong
2007) mendefinisikan “Metodologi Kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati Pemilihan lokasi pnelitian ini
adalah di salah satu sekolah dasar negeri di kecamatan Socah, Kabupaten
Bangkalan. Subjek penelitian adalah seorang anak perempuan kelas 6 SD yang
sudah berpacaran dan menyukai sinetron remaja yang tayang di televisi. Penelitian
ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara semi berstruktur. Adapun
definisi operasional dalam penelitian ini adalah
1.
Perilaku
berpacaran atau pacaran adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang
aktif maupun tidak aktif diwarnai keintiman, keduanya terlibat dalam perasaan
cinta dan saling mengakui pasangan pacar dan bertujuan untuk saling mengenal
sebelum memutuskan untuk melangkah pada pernikahan. Perilaku berpacaran terdiri
dari kecenderungan berperilaku dalam memilih pacar, waktu berpacaran, cara
berpacaran, dan tempat berpacaran sesuai dengan norma-norma dan budaya yang
berlaku di masyarakat
2.
Anak
Usia Sekolah Dasar dalam penelitian adalah siswa perermpuan yang memiliki
karakteristik yang berbeda-beda dan menginjak usia puber yaitu mereka yang
duduk di kelas VI
C.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
1.
Anak Usia
Sekolah Dasar
Anak usia
sekolah adalah anak yang berada dalam rentang perkembangan antara masa
kanak-kanak awal sampai dengan masa kanak-kanak akhir. Di dalam setiap masa,
anak memiliki tahap perkembangan dan tugas perkembangan yang berbeda. Perbedaan
ini antara lain terjadi pada fungsi perkembangan kognitif dan perkembangan
moralnya. Charlotte Buhler membagi fase perkembangan menjadi lima fase, dan anak usia sekolah
dasar masuk ke dalam fase yang ketiga dan fase yang keempat. Pada fase ketiga (5-8 Tahun), anak mulai bersosialisasi, pada masa
ini anak mulai memasuki masyarakat luas, misalnya Taman Kanak-kanak, pergaulan
dengan teman sepermainan, dan Sekolah Dasar, yang penting dari fase ini adalah
berlangsungnya sosialisasi. Sedangkan pada fase keempat (9-11 Tahun), anak mencapai objektivitas tertinggi,
mereka suka menyelidik, mencoba dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan
menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Hal ini menekankan bahwa sejak usia 5
sampai 11 tahun, anak sudah berada di lingkungan luar rumah yaitu sekolah.
Masa
usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian
sekolah. Pada umumnya, anak mulai matang untuk berada di lingkungan sekolah
dasar adalah pada usia 6 atau 7 tahun (Ahmadi, Soleh. 2005, hal.38). Menurut
Sujanto (1984, hal 74) masa ini disebut juga masa anak sekolah, matang untuk
belajar, maupun masa matang untuk sekolah. Masa ini disebut masa anak sekolah,
karena mereka telah menamatkan taman kanak-kanak sebagai lembaga persiapan
bersekolah yang sebenarnya. Masa ini disebut masa matang untuk belajar karena
mereka sudah berusaha untuk mencapai sesuatu sebagai perkembangan aktivitas
bermain yang bertujuan untuk mendapatkan eksenangan. Lalu disebut masa matang
untuk bersekolah, karena mereka sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru
yang diberikan oleh sekolah.
Adapun
perkembangan jiwa anak pada masa sekolah ini, menurut Ahmadi dan Soleh (2005.
Hal 111-112) antara lain:
1.
Adanya
keinginan yang cukup tinggi, terutama yang menyangkut perkembangan intelektual
anak, biasanya dalam bentuk pertanyaan atau senang melakukan
percobaan-percobaan
2.
Energi
yang melimpah, sehingga kadangkala anak itu tidak memerdulikan bahwa dirinya
lelah atau capek. Energi yang cukup inilah yang menjadi sumber potensi dan
dorongan belajar
3.
Perasaan
sosial yang berkembang pesat, sehingga anak menyukai untuk mematuhi grup teman
sebayanya (peer group), anak lebih
suka mementingkan peer groupnya daripada orang tuanya.
4.
Sudah
dapat berpikir secara abstrak, sehingga memungkinkan bagi anak untuk menerima
hal-hal yang berupa teori ataupun norma-norma tertentu.
5.
Minat
istimewanya tertuju pada kegemaran dirinya (gemar bermain gitar, pelihara
binatang, dan lain-lain) yang mengakibatkan anak melalaikan tugas sekolahya.
6.
Adanya
kekejaman yaitu: “perhatian anak ditujukan pada dunia luar, akan tetapi dirinya
tidak mendapat perhatian, saat itu juga anak belum mengenal jiwa orang lain.”
Akibatnya anak berlaku kejam kepada orang lain, tetapi anak belum menyadari
tindakan kekejamannya itu.
Anak yang
memasuki sekolah dasar mulai mengembangkan daya pikirnya. Minat anak pada
dekade ini lebih banyak dipusatkan pada sesuatu yang bergerak dinamis. Segala
sesuatu yang aktif dan bergerak akan sangat menarik perhatian anak (Kartono,
1986, hal.138). Kecenderungan tertarik terhadap sesuatu yang bergerak juga
ditemui dalam hal memuaskan kesenangan anak. Anak merasa senang ketika ia
mendapat hiburan yang menarik dan sesuai dengannya. Salah satu jenis media yang
dapat memenuhi kebutuhan dan minat anak karena memiliki objek yang bergerak dan
suara yang mendukung adalah televisi.
2.
Perilaku
Perilaku adalah tindakan/aksi yang
mengubah hubungan antara organisme dan lingkungannya. Perilaku dapat terjadi
sebagai akibat stimulus dari luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus,
saraf diperlukan untuk mengoordinasikan respon dan efektor untuk melaksanakan
aksi. Perilaku dapat pula terjadi sebagai stimulus dari dalam. Stimulus dari
dalam, misalnya rasa lapar, memberikan motivasi akan aksi yang akan diambil
bila makanan benar-benar terlihat atau tercium. Umumnya perilaku suatu
organisme merupakan akibat gabungan stimulus dari dalam dan dari luar.
Chaplin dalam Hamidi (2007:100) perilaku
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang.
Dalam pengertian yang lebih sempit perilaku dapat dirumuskan hanya mencakup
reaksi yang dapat diamati secara umum atau obyektif. Menurut Walgito (2003:13),
yang dimaksud perilaku atau aktivitas dalam pengertian yang luas yaitu perilaku
yang menampak (overt behavior) dan
perilaku yang tidak menampak (inner
behavior), demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut disamping aktivitas
motorik juga termasuk aktivitas emosional dan kognitif.
Walgito (2003) menjelaskan bahwa
perilaku terdiri dari :
1)
Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana mempersepsi terhadap obyek tersebut.
2)
Komponen afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan
rasa senang atau tidak senang terhadap suatu obyek sikap. Rasa senang merupakan
hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.
Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif,
3)
Komponen konatif (komponen perilaku atau action
component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak
terhadap obyek sikap. Komponen ini menunjukkan besar kecilnya kecenderungan
bertindak atau berperilaku seseorang terhadap obyek sikap.
3.
Berpacaran
Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
ditulis oleh Poerwadharminto (1989:623) disebutkan bahwa "pacaran adalah
teman lawan jenis tetap dan mempunyai hubungan intim biasanya untuk menjadi
tunangan kekasih". Hidayat (1986:134) mengemukakan bahwa "pacaran
adalah proses pergaulan antara pria dan wanita yang lebih inten". Kartono
(1986:186) menyebutkan bahwa "pacar adalah seorang pemuda ideal, seorang partner tetap atau calon jodoh".
Adapun Suyono (1985:289) "pacaran adalah suatu cara bergaul secara lebih
efektif antara remaja usia kawin yang berlainan jenis, yaitu pria dan wanita
yang berlangsung akrab sekali dalam rangka menentukan pilihan dan mencari
jodoh".
Mastudli Sahli (1981:40) mengatakan
bahwa masa "berpacaran adalah masa untuk menemukan calon teman hidup yang
diinginkan oleh keduanya agar kelak setelah menjadi suami-istri dapat hidup
yang ideal dan harmonis”. Adapun hal-hal yang berkaitan berpacaran antara lain:
a.
Pasangan
dalam Berpacaran
Anak-anak memulai perkenalan dan
pemahaman terhadap lawan jenisnya tersebut dengan cara bergaul lebih akrab dan
lebih dekat dengan teman sebaya dan sepermainannya. Setelah semakin dekat akan
terjalin rasa saling membutuhkan satu sama lain dan terciptalah komitmen untuk
selalu bersama di antara keduanya itulah yang disebut berpacaran. "pada
masa ini timbul rasa kesadaran bahwa anak laki-laki dan perempuan senang saling
bergaul. Pada umumnya dalam waktu ini kencan (dating) dan pacaran (romance)
merupakan hal penting dalam hidupnya" (Windradini, tanpa tahun:159).
Hubungan percintaan yang diawali dengan
pertemanan, kemudian persahabatan dan berpacaran ini sering terjadi pada anak
pada tahap perkembangan akhir. Ada yang berlangsung lama dan juga ada yang
sebentar saja, karena anak belum memiliki pengalaman dalam hal memilih teman
dan pacar. Windradini (tanpa tahun:177) menyimpulkan bahwa "ada beberapa
syarat yang harus diperhatikan dalam mereka mencari teman yaitu: mempunyai
minat yang sama, dapat mengerti jiwanya, membuat mereka nyaman. mereka yang
dapat memenuhi syarat-syarat ini adalah mereka yang sama status
sosio-ekonominya".
b.
Waktu
berpacaran
Waktu berpacaran yang dimaksud adalah
jangka waktu lama tidaknya berpacaran. Proses berpacaran antara individu dengan
individu lainnya berbeda-beda jangka waktunya yaitu ada yang berpacaran 2-3
minggu, 3 minggu-2 bulan yang dimulai ketika masih berada di kelas V SD. Selain
itu juga ada yang berpacaran dalam jangka waktu 2 bulan- 1 tahun dan bahkan ada
yang berpacaran lebih dari 2 tahun yang dimulai dari SD – SMA.
c.
Frekuensi
Berpacaran
Frekuensi berpacaran itu tergantung dari
sejak kapan mereka pertama kali melakukan pacaran. Lebih dini mereka mulai
berpacaran maka pengalaman berpacaran mereka lebih banyak. Keinginan pada
masa-masa pubertas untuk bersosialisasi sangat besar terutama dengan lawan
jenisnya. Pada akhirnya para anak ini seringkali membuat kesalahan dalam
pemilihan teman dari lawan jenis dan seringkali persahabatan tidak berlangsung
lama dan berakhir pertengkaran karena emosi yang masih labil dan sikap ceroboh.
Windradini (tanpa tahun:177) menyatakan bahwa "dengan bertambahnya umur anak
lebih berpengalaman dalam menilai teman sebayanya dan selanjutnya persahabatan
atau berpacaran dapat berlangsung lama". Semakin anak itu menginjak usia
remaja semakin memiliki pengalaman tentang persahabatan atau bahkan pacaran
dengan lawan jenis, mereka lebih mampu menentukan teman lawan jenis sesuai
dengan dirinya.
d.
Cara-cara
Berpacaran
Perilaku
berpacaran pada umumnya didasarkan pada nilai-nilai budaya yang berlaku dan
akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila seorang anak
laki-laki mulai tertarik pada teman perempuannya maka ia berkunjung ke
rumahnya, kemudian berkencan dan sebagainya. Berkembangnya teknologi dan
informasi sekarang membuat cara berpacaran berubah pada sebagian masyarakat.
Sarwono (1981) mengatakan bahwa "perilaku pacaran sebagai perwujudan cinta
kasih, tidak cukup dengan perasaan hati, pandangan mata, senyuman penuh arti,
namun juga melakukan sentuhan". Hal ini menimbulkan perilaku pacaran yang
bermacam-macam mulai berkunjung ke rumah, berkencan, bercumbu sampai bersenggama.
4.
Perilaku Pacaran
Menurut pernyataan-pernyatan para ahli
di atas, berpacaran adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai
keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya
ketertarikan emosi antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan
saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai
pertimbangan sebelum menikah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku pacaran
terbentuk akibat adanya stimulus yang menyenangkan yang diberikan atau yang datang
dan didasari rasa cinta, kasih sayang kemudian stimulus itu direspon dalam
bentuk perilaku yang ditunjukan dengan cara saling memberi perhatian,
melengkapi kebutuhan orang yang memberikan stimulus, dan keduanya saling
memberikan respon yang positif serta berkomitmen untuk melakukan serangkaian
aktivitas bersama-sama.
5.
Televisi dan
Sinetron Remaja
Televisi
berasal dari dua kata yang berbeda yaitu “Tele” yang berarti jauh dan “Visi”
yang berarti penglihatan. Dengan demikian televisi dapat diartikan dengan
melihat jauh. Melihat jauh dalam hal ini mempunyai pengertian melihat gambar
ataupun mendengar suara yang diproduksi di suatu tempat melalui suatu alat /
perangkat (Wahyudi, 1986 : 49). Sebagai media elektronik, televisi memiliki
ciri–ciri seperti yang disebutkan (Effendy, 1984 : 24) yakni berlangsung satu
arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan
keserempakan dan komunikasinya heterogen. Para pembina televisi (television
watcher, TV Viewer) adalah sasaran komunikasi melalui televisi siaran yang
karena heterogen masing – masing mempunyai kerangka acuan (Frame of reference) yang berbeda satu sama lain. Mereka juga bukan
saja dalam usia dan jenis kelamin, tetapi juga dalam latar belakang sosial dan
kebudayaan sehingga pada gilirannya berbeda pula dalam pekerjaan, pandangan
hidup, agama, pendidikan, cita-cita, keinginan, kesenangan dan lain sebagainya
(Effendy, 1984 : 73).
Sinetron pada dasarnya merupakan “soap
opera”, sebuah siaran drama berseri di radio Amerika pada sekitar 1930-an.
Opera sabun ini baru masuk ke televisi di era 50-an. Istilah “sinetron” di
Indonesia merupakan singkatan dari “sinema elektronik” dan disebutkan bahwa
yang pertama kali mencetuskan istilah tersebut adalah Soemardjono (pendiri
Institut Kesnian Jakarta). Sinetron merupakan suatu tayangan yang berisikan
tentang kehidupan manusia yang dianggap mewakili citra atau identitas komunitas
tertentu yang ditata sedemikian rupa sehingga hasilnya menarik perhatian dan
memikat hati penontonnya. Hal ini memungkinkan bertambahnya durasi atau jam
tayang sinetron-sinetron lokal. Hal inilah yang membedakan sinetron dengan
film, jika film berdurasi pendek dan tidak berlanjut menjadi beberapa seri,
maka sinetron bisa memiliki banyak seri. Bagi sebagian orang, berbicara tentang
sinetron Indonesia identik dengan membicarakan alur cerita yang berbelit-belit,
mengada-ada, mengabaikan logika, dan tidak mewakili realitas masyarakat pada
umumnya Sinetron sudah menjadi bagian
dari wacana publik dalam ruang sosial masyarakat. Cerita sinetron tidak hanya
sekedar menjadi sajian menarik dilayar kaca, tetapi juga telah menjadi bahan
diskusi atau bahan ngrumpi baru diantara para penikmat sinetron, bahkan tidak
jarang nilai-niai sosial didalamnya hadir sebagai rujukan perilaku para
penggemarnya.
Di Indonesia salah satu tema sinetron
yang paling digemari adalah sinetron drama yang merupakan komposisi cerita atau
kisah, syair lagu-lagu yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dam watak
melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang melibatkan konflik atau emosi
yang dikemas secara khusus untuk ditayangkan di televisi. Menurut AGB Nielsen
(2007), ibu rumah tangga merupakan kalangan yang paling banyak menonton
tayangan sinetron. Hal ini didukung dengan pernyataan Andini Wijendru, Manajer
Media Client Services Nielsen, bahwa sebagian besar penonton sinetron adalah
wanita berusia 30 tahun ke atas dari kelas menengah ke bawah. Dikatakan juga
bahwa 55 persen pemirsa TV merupakan perempuan usia 10-24 tahun, 27 persennya
merupakan siswi SMA dan 20 persennya siswi SD.
Dari data tersebut dapat diketahui
minat siswa SD terhadap sinetron cukup besar, selain karena sinetron remaja
memuat unsur drama dan cerita yang menarik bagi anak, sinetron ini juga
menampilkan figur artis yang dalam kategori ABG dan populer di kalangan
anak-anak. Setting yang digunakan dalam sinetron remaja adalah setting di
sekolah dengan pakaian seragam serba minim, setting di mall dan di rumah yang
mewah. Karakter yang khas dalam semua sinetron remaja adalah adanya peer group
yang kuat atau dalam istilah remaja disebut geng, ada geng yang diketuai oleh
pemeran antagonis, dan ada kelompok yang tertindas sebagai peran protagonisnya.
Hal-hal yang digunakan sebagai pemicu konflik di antara remaja ini adalah
konflik mengenai popularitas di sekolah, perebutan cinta dan perhatian antara
tokoh antagonis dengan protagonis, adanya aksi pembalasan dendam satu dengan
yang lain. Di dalam sinetron remaja juga menyajikan kesan masa-masa ABG yang
penuh dengan pencarian jati diri dan cinta dari sesama temannya, hal ini juga
dimanifestasikan dalam adegan pacaran atau saling rayu, saling mencari
perhatian misal dengan adanya adegan memeluk di depan umum, mengusap air mata
ketika ada tokoh yang sedih di depan unum, saling menatap mata dalam waktu yang
lama, menggendong di depan umum dan banyak hal lain yang memamerkan
keromantisan-keromantisan ala ABG yang tidak semestinya ditonton oleh anak-anak
usia sekolah dasar.
Dari sekian banyak sinetron remaja yang
bermunculan di televisi, dapat ditarik sebuah benang merah mengenai ciri-ciri
atau stereotipnya yang sama secara signifikan, antara lain:
1.
Menggunakan
lagu cinta sebagai soundtrack
2.
Menampilkan
karakter gadis baik hati dari golongan ekonomi menengah ke bawah
3.
Adanya
karakter pria ‘tampan’ dari golongan ekonomi menengah ke atas yang menyukai
karakter utama wanita dari golongan menengah ke bawah setelah pertemuan yang
tak disengaja
4.
Adanya
karakter antagonis yang tega mencelakai orang lain (seringkali dnegan cara yang
sadis)
5.
Karakter
utama sering menangis dan bertindak pasrah
6.
Gerakan
kamera yang seringkali zoom-in zoo-out untuk mendramatisir peristiwa
Ini berkaitan dengan konsep yang
diungkap oleh Theosor Adorno (1991), ia mengatakan bahwa kapitalisme telah
menyajikan kepada masyarakat apa yang disebut ‘industri budaya’, yang ia
katakan sebagai kebalikan dari ‘seni yang sebenarnya’, untuk membuat mereka
puas secara pasif yang akhirnya membuat mereka ‘pasrah’ secara politik. Ia
mengungkapkan bahwa industri budaya terus menciptakan ‘produk-produk massal’
yang tidak sophisticated, yang telah
mengganti bentuk seni yang lebih kritis dan lebih ‘sulit dimengerti’ yang
memiliki kemungkinan bagi masyarakat untuk mempertanyakan kehidupan dengan
produksi sinetron yang murah dan tidak memiliki sisi edukasi yang tinggi.
6.
Guide Interview
Materi
wawancara yang disusun adalah sebagai berikut:
a.
Sinetron
apa yang kamu sukai?
b.
Apa
alasan suka sinetron itu?
c.
Siapa
tokoh yang paling kamu sukai dan sejauh mana subjek mengetahui
d.
isi
cerita sinetron remaja
e.
Perilaku
atau adegan mana yang paling diingat dan menarik perhatian
f.
subjek
di dalam sinetron remaja
g.
Bagaimana
penampilan fisik pemain sinetron yang kamu sukai?
h.
Apakah
pemain sinetron sesuai dengan peran yang dimainkannya?
i.
Seberapa
sering pemain sinetron yang kamu sukai muncul dalam sebuah
j.
sinetron?
k.
Bagaimana
menurutmu kesesuaian adegan terhadap norma dan budaya
l.
masyarakat?
m.
Apakah
cerita dalam sinetron memiliki kesesuaian dengan pengalaman
n.
pribadimu?
o.
Menurutmu
apa manfaat dari menonton sinetron?
p.
Bagaimana
perasaanmu terhadap adegan-adegan yang ada dalam
q.
sinetron?
r.
Bagaimana
reaksi dan responmu terhadap adegan-adegan dalam sinetron?
s.
Kapan
kamu mulai berpacaran?
t.
Berapa
kali kamu ganti pacar?
u.
Setiap
berpacaran, maksimal berapa lama?
v.
Berapa
kali frekuensi untuk pertemuanmu dengan pacar?
w.
Dimana
biasanya kamu berpacaran?
x.
Bagaimana
cara kalian bertemu?
y.
Aktivitas
apa saja yang dilakukan saat bersama pasangan?
7.
Hasil Wawancara
Kode
|
Baris
|
Transkrip
|
TNE18062014
|
1
|
Nama panggilannya?
|
VI18062014
|
|
Via
|
TNE18062014
|
|
Kelas?
|
VI18062014
|
|
Kelas 6
|
TNE18062014
|
5
|
Ya, aku kak ellsa ya. Terus kamu ngapain aja dirumah?
|
VI18062014
|
|
Berantem sama adek, berantem sama kakak, liat tivi, makan, tidur, mandi
lain lain.. ehhehe
|
TNE18062014
|
|
Terus liat tivinya kamu sukanya apa?
|
VI18062014
|
|
Diam-diam suka, GGS
|
TNE18062014
|
|
Terus tokohnya yang kamu sukai?
|
VI18062014
|
10
|
Dava terus sama neyla
|
TNE18062014
|
|
Kenapa kok suka itu, tokohnya?
|
VI18062014
|
|
Tokohnya ada yang cantik, ada yang baik.sifatnya ramah, eehh udah
|
TNE18062014
|
|
Terus adegan mana yang kamu sukai dari sinetron-sinetron itu?
|
VI18062014
|
|
Adegannya itu yang diam-diam suka itu yang si sri cemburu sama dafanya
waktu dafa sama si chelsea.
|
TNE18062014
|
15
|
Itu tau gak kamu cemburu itu apa?
|
VI18062014
|
|
Cemburu itu tanda cinta
|
TNE18062014
|
|
Suka ya cinta-cinta?
|
VI18062014
|
|
Nggak terlalu
|
TNE18062014
|
|
Kamu suka yang mana lagi cerita yang mana lagi?
|
VI18062014
|
20
|
Ceritanya itu tentang persahabatannya
|
TNE18062014
|
|
Terus?
|
VI18062014
|
|
Udah
|
TNE18062014
|
|
Ehm kalo adegan pacarannya suka nggak? Sukanya siapa pacaran sama siapa?
|
VI18062014
|
|
Sri pacaran sama dafa
|
TNE18062014
|
25
|
Sukanya dimananya? Romantis nggak itu?
|
VI18062014
|
|
Iya..
|
TNE18062014
|
|
Adegan yang mana romantis itu?
|
VI18062014
|
|
(berpikir) pas berdua ituu..sebenernya itu agak .. agak..
|
TNE18062014
|
|
Agak agak gimana?
|
VI18062014
|
30
|
Agak agak gimana ya, saling melengkapi lah
|
TNE18062014
|
|
Terus kamu berapa sering liat sinetronnya? Kalo setiap hari apa..???
|
VI18062014
|
|
Setiap hari
|
TNE18062014
|
|
Setiap hari selalu nonton?
|
VI18062014
|
|
Nggak terlalu sih, kalo nggak ada kerjaan ya liat gitu
|
TNE18062014
|
35
|
Nah apa ada pengalaman yang sama sama kayak cerita yang ditampilkan
gitu?
|
VI18062014
|
|
Ada..
|
TNE18062014
|
|
Kayak gimana? Samanya yang kaya apa?
|
VI18062014
|
|
(malu... senyum-senyum saja, tanpa menjawab.. diam lama)
|
TNE18062014
|
|
Ehm, tapi ada ya?
|
VI18062014
|
40
|
Ada, iya..
|
TNE18062014
|
|
Mau tanya, kamu kalo pacaran,pacarannya udah berapa lama?
|
VI18062014
|
|
Labil
|
TNE18062014
|
|
Maksudnya?
|
VI18062014
|
|
Ya maksudnya, nyambung putus nyambung putus gitu dah
|
TNE18062014
|
45
|
Dari kapan?
|
VI18062014
|
|
Dari kelas satu
|
TNE18062014
|
|
Dari kelas satu? Ohh.. ini kamu sudah berapa kali pacaran?
|
VI18062014
|
|
Sudah tiga.
|
TNE18062014
|
|
Sudah tiga kali, terus yang ketiga ini sudah berapa lama?
|
VI18062014
|
50
|
Nggak tahu, nggak sampe tahunan. Ya 2 minggu
|
TNE18062014
|
|
Ohh, baru kelas 6 ini?
|
VI18062014
|
|
Nggak, dari kelas satu
|
TNE18062014
|
|
Nggak maksudnya sama pacaran yang terakhir ini pas kamu dari kelas 6?
|
VI18062014
|
|
Ohh aa kelas 5 naik kelas 6
|
TNE18062014
|
55
|
Nah kamu tahu pacaran itu darimana pertamanya?
|
VI18062014
|
|
ee.. nggak tahu. Tahu.. tahu sendiri, dari temen-temen juga
|
TNE18062014
|
|
Gimana? Kelas satu kamu suka suka gitu apa gimana pertamanya?
|
VI18062014
|
|
Ya suka suka gitu
|
TNE18062014
VI18062014
|
|
Terus?
|
60
|
Ya udah pacaran daah, ya udah
|
|
TNE18062014
|
|
Pacarannya itu siapa yang mulai ndeketin?
|
VI18062014
|
|
Ya yang cowok
|
TNE18062014
|
|
Lewat apa?
|
VI18062014
|
|
Sms
|
TNE18062014
|
65
|
Terus pernah ketemu gak?
|
VI18062014
|
|
Setiap hari ketemu
|
TNE18062014
|
|
Ketemunya dimana?
|
VI18062014
|
|
Sekolah
|
TNE18062014
|
|
Pernah duduk berdua gitu?
|
VI18062014
|
70
|
Nggak nggak
|
TNE18062014
|
|
Nggak pernah?
|
VI18062014
|
|
Namanya anak kecil mbak.. nggak, nggak pernah..
|
TNE18062014
|
|
Terus ini kan kamu udah 3 kali pacaran, yang paling lama masih ingat gak
berapa lama?
|
VI18062014
|
|
Berapa ya? 2 bulan
|
TNE18062014
|
75
|
Kalo misalkan apa kalo ketemu itu biasanya gimana caranya?
|
VI18062014
|
|
Nggak, nggak pernah ketemu cuman smsan tok
|
TNE18062014
|
|
Itu pacarnya gak temen sekelas?
|
VI18062014
|
|
Satu sekelas, yang dua itu kakak kelas
|
TNE18062014
|
|
Terus kalo misal ketemu di sekolah gimana? Ngapain aja? Apa belajar
bareng apa Cuma nyapa biasa?
|
VI18062014
|
80
|
Nyapa biasa
|
TNE18062014
|
|
Ngobrol berdua nggak pernah?
|
VI18062014
|
|
Pernah
|
TNE18062014
|
|
Dimana biasanya?
|
VI18062014
|
|
Di kelas
|
TNE18062014
|
85
|
Oh, waktu yang sekelas ya, duduknya sebangku atau..??
|
VI18062014
|
|
Nggak nggak sebangku
|
TNE18062014
|
|
Waktu apa? Istirahat apa pulang sekolah?
|
VI18062014
|
|
Istirahat
|
TNE18062014
|
|
Oh itu sampe sekarang?
|
VI18062014
|
90
|
Nggak, sekarang jomblo
|
TNE18062014
|
|
Oh mulai kapan?
|
VI18062014
|
|
Ya kelas 6 ini
|
TNE18062014
|
|
Trus kalo malem pas ada sinetron gitu kamu ngapain?
|
VI18062014
|
|
Ya main di depan rumahnya mantan
|
TNE18062014
|
95
|
Tapi kamu niru gak adegan-adegan yang di sinetron yang pernah kamu
tonton itu?
|
VI18062014
TNE18062014
|
|
Nggak
|
|
Kenapa?
|
|
VI18062014
|
|
Nggak mau
|
TNE18062014
|
100
|
kamu ngeliatnya adegan-adegannya ceritanya itu cocok nggak buat diliat
anak-anak seumuranmu?
|
VI18062014
|
|
Soalnya itu adegannya buat orang-orang dewasa gitu
|
TNE18062014
|
|
Trus kamu masih, tapi masih suka?
|
VI18062014
|
|
Agak-agak lah..
|
TNE18062014
|
|
Kamu setelah nonton sinetron itu gimana? Seneng apa biasa aja?
|
VI18062014
|
105
|
Biasa aja
|
TNE18062014
|
|
Biasa aja, tapi tetep suka?
|
VI18062014
|
|
Ya iyaa..
|
8.
Pembahasan
Subjek menyukai tokoh-tokoh yang ada
dalam sinetron remaja, contohnya tokoh-tokoh yang ada di sinetron
Ganteng-ganteng serigala dan diam-diam suka. Subjek memahami cerita sinetron
tersebut dengan baik. Subjek juga memahami adegan-adegan yang dikategorikan sebagai
adegan romantis. Subjek sering menonton sinetron remaja karena apabila subjek
tidak memiliki sesuatu yang dikerjakan, maka ia menonton sinetron setiap hari. Subjek
mengaku bahwa ia memiliki pengalaman pribadi yang sama dengan yang ada dalam
sinetron. Subjek bercerita bahwa ia mulai mengenal pacaran sejak kelas 1 SD, ia
mengetahui dengan sendirinya istilah pacaran dan juga karena ejekan-ejekan dari
teman-temannya. Di usianya saat ini subjek sudah berpacaran sebanyak 3 kali. dan
gaya berpacarannya sering putus nyambung. Hal ini bisa dikatakan sebagai
karakter labil dalam membina hubungan. Subjek mulai berpacaran ketika ia masih
berada di kelas V SD. Ada yang berlangsung lama dan juga ada yang sebentar
saja, karena anak belum memiliki pengalaman dalam hal memilih teman dan pacar. Jangka
waktu subjek berpacaran antara satu individu dengan individu lainnya berbeda-beda,
ada yang berpacaran 2-3 minggu, 3 minggu, dan ada yang sampai 2 bulan. Subjek
menceritakan bahwa awal mula ia berpacaran, karena teman laki-lakinya
mendekatinya lewat SMS. Sejak saat itu, ia semakin mengerti tentang berpacaran
melalui sosialisasi teman-temannya dan orang yang mendekatinya.
Subjek mengatakan bahwa ia jarang
bertemu dengan pacarnya di luar sekolah dan saat bertemu disekolah ia hanya ngobrol berdua di dalam kelas di jam
istirahat. Ia mengaku malu untuk berpacaran di luar lingkungan sekolah. Menurut
penuturannya, subjek tidak meniru adegan yang ada dalam sinetron ketika
berpacaran karena adegan yang ditayangkan itu untuk orang dewasa. Subjek
mengetahui bahwa adegan dalam sinetron tidak pantas untuk ditiru oleh anak-anak.
Subjek dapat berpikir secara abstrak, sehingga memungkinkan bagi anak untuk
menerima hal-hal yang berupa teori ataupun norma-norma tertentu
9.
Perilaku
Berpacaran Anak Kelas 6 SD ditinjau dari Peranan Sinetron Remaja
Peranan sinetron remaja yang bertema
percintaan di televisi apabila dikaitkan dengan perilaku berpacaran dapat
ditunjukkan bahwa perilaku anak yang mengalami masa pacaran dapat berpotensi
suatu hari akan berperilaku seperti yang disaksikannya di televisi tersebut. Mereka
dapat merubah sikap dan perilaku sehari-hari dengan meniru berbagai hal yang
telah disaksikannya di televisi. Perilaku anak dapat berubah setelah
menyaksikan sinetron bertema percintaan karena mereka benar-benar mengetahui
sinetron tersebut (Azwar, 1998). Subjek penelitian mengetahui dengan baik alur
cerita dan semua yang ada dalam sinetron tersebut. Komponen afektif merupakan
reaksi emosional dari suatu sikap yang dipengaruhi oleh pengetahuan atas
sinetron bertema percintaan. Apabila anak tersebut menganggap sinetron bertema
percintaan benar maka siswa tersebut akan menggemari tayangan tentang sinetron
bertema percintaan di televisi. Komponen perilaku atau konatif merupakan
kecenderungan anak untuk menonton sinetron-sinetron bertema percintaan apabila
anak ini mempercayai bahwa sinetron tersebut baik dan menyenanginya.
Berdasarkan beberapa hal di atas yang dimaksud dengan perilaku pacaran yang
ditinjau dari peran sinetron remaja bertema percintaan pada anak usia sekolah
dasar adalah perasaan positif atau favorable
dan perasaan negatif yang dirasakannya ketika menonton tayangan tersebut.
Setelah anak menyaksikan sinetron, mereka memiliki pemikiran dan sudut pandang
lain terhadap suatu adegan yang ditayangkan dalam sinetron tersebut.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dan
pembahasan secara singkat mengenai jawaban-jawaban yang diberikan pada saat
melakukan wawancara, maka didapatkan kesimpulan bahwa subjek memiliki
pengetahuan, pandangan, keyakinan, terhadap sinetron yang ditontonnya dan ia
dapat mempersepsikannya. Hal ini berkaitan dengan komponen kognitifnya
(komponen perseptual). Kemudian ada kecenderungan subjek bertindak untuk selalu
menonton sinetron apabila tidak memiliki kesibukan. Hal ini disebut dengan komponen
konatif (komponen perilaku atau action
component). Keinginan pada masa-masa pubertas untuk bersosialisasi dengan
lawan jenisnya merupakan ciri perkembangan anak usia sekolah dasar, dan
keinginan ini direalisasikan dengan pacaran. Proses pacaran anak diawali dengan
pertemanan, kemudian persahabatan lalu berpacaran. Proses ini dipicu juga
dengan adanya perasaan sosial yang berkembang pesat, sehingga anak menyukai
untuk mematuhi grup dan suka mementingkan teman sebayanya (peer group). Perilaku berpacaran pada umumnya didasarkan pada nilai-nilai
budaya yang berlaku. Subjek tinggal di lingkungan rumah yang dekat dengan
sekolah dan padat penduduk, dan nilai budaya yang ada di sekitarnya juga adalah
budaya madura yang kental. Hal ini juga yang bisa memengaruhi gaya berpacaran
subjek yang tidak berani bertemu dengan pacarnya di luar lingkungan sekolah.
Sekalipun subjek tahu mengenai adegan-adegan romantis yang hanya boleh
dilakukan orang dewasa, namun subjek tetap merasa suka dan senang ketika
melihat sinetron tersebut. Saran yang dapat diberikan adalah adanya pengawasan
dan peran aktif orang tua serta keluarga dalam menonton tayangan sinetron.
Perlu adanya pendidikan seks dari usia dini dan pemahaman pengertian mengenai
perilaku pacaran yang ditayangkan dalam televisi. Hal ini penting untuk
dilakukan untuk mengantisipasi perilaku pacaran yang negatif saat anak beranjak
remaja dan dewasa.
D.
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, Rony dan Siti Nurhidayah.
(2008). “Pengaruh Pacaran Terhadap
Perilaku Seks Pranikah” Jurnal Soul, Vol. 1, No. 2
Moleong, L.J.
(2007). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Ahmadi, Abu. Sholen, Munawar. 2005.
Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Poerwadharminto (1989:623) Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Kartono (1986) Psikologi Umum. Bandung:
Mandar Maju
Sarwono, S Wirawan (1981). Psikologi
Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Azwar, Saifuddin. (1998). Metodologi
Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Charlotte Buhler (1930) The First tear
of Life
Comments
Post a Comment