TEORI DAN ANALISA KASUS KETIDAKADILAN GENDER DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI GENDER

  1. TEORI DAN ANALISA KASUS KETIDAKADILAN GENDER 
DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI GENDER

Oleh : Trias Novita Ellsadayna


1.1  LATAR BELAKANG MASALAH
Seperti kita tahu bersama bahwa akhir – akhir ini marak sekali diberitakan oleh berbagai media baik media cetak maupun media elektronik mengenai berbagai kasus yang menimpa TKW asal Indonesia yang bekerja di negara tetangga. Para pahlawan devisa ini menerima perlakuan yang sungguh sangat tidak manusiawi. Dimana mereka yang awalnya berniat bekerja untuk merubah nasib mereka namun justru memperoleh perlakuan sebaliknya. Ada banyak faktor yang menyebabkan para TKW ini memperoleh perlakuan tidak manusiawi dari para majikannya mulai dari kurang baiknya kinerja mereka yang dikarenakan kurangnya bekal berupa keahlian dan ketrampilan yang mereka miliki hingga adanya asumsi gender pada masyarakat berkaitan dengan jenis kelamin yang menganggap rendah wanita karena stereotype yang telah mengakar di masyarakat tentang wanita.
Faktanya berdasarkan data BPS angkatan kerja usia 15-19 tahun pada 2005 berjenis kelamin laki – laki sebanyak 4.554.518 orang dan perempuan 3.166.239. Sedangkan tahun 2006, laki – laki sebanyak 4.450.060 orang dan perempuan sebanyak 3.213.997 orang. BPS juga menyebutkan data dari tahun 2004 – 2006 pendidikan wanita mengalami penurunan sedangkan pada pria sebaliknya. Rendahnya tingkat pendididkan pada kaum wanita menyebabkan pula rendahnya tingkat melek huruf. Masih menurut BPS (2007) terdapat data yang menyebutkan rata – rata lama sekolah wanita masih rendah dibandingkan dengan pria. Hasil penelitian Prof. Mulyono (1993) menyebutkan 93% anak putus sekolah akibat banyak orang tua yang memandang pendidikan tidak penting. Harbison (1981) menyebutkan latar belakang orang tua untuk memperkerjakan anaknya adalah dalam rangka kelangsungan hidup keluarga. (Henrylaksono.wordpress.com)
Sehingga dari fenomena inilah kami ingin melakukan pengkajian lebih lanjut mengenai diskriminasi gender, gender, dan work. Kami ingin mengetahui lebih lanjut mengenai diskriminasi gender yang menimpa kaum wanita ini dan apa penyebabnya kasus – kasus yang menimpa para TKW ini terus berlanjut serta bagaimana solusi terbaik untuk keluar dari permasalahan ini.

1.2  RUMUSAN MASALAH
Berdasar latar belakang yang sudah dipaparkan di atas maka terbentuk rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut :
1      Apa bentuk diskriminasi gender yang menimpa para wanita di dunia kerja?

1.3  TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui bentuk diskriminasi gender yang menimpa para wanita di dunia kerja.
1.4  MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis dapat memberikan sumbangan ilmu pada bidang psikologi khususnya
Psikologi gender dan Psikologi Sosial.
1.4.2 Manfaat Praktis
a)      Bagi Penyusun
Makalah ini diharapkan dapat menambah pemahaman kami dan juga pengalaman keilmuan kami dalam bidang Psikologi khususnya pada bidang Psikologi gender mengenai apa itu ketidakadilan gender serta bentuk – bentuk ketidakadilan di masyarakat.
b)      Bagi Korban
Makalah ini diharapkan dapat membuka wawasan korban akan pentingnya memilki hardskill dan softskill jika memang ingin bekerja baik di luar negeri maupun di dalam negeri karena hal itu mutlak dibutuhkan.
c)      Bagi Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengertian pada masyarakat mengenai pentingnya menghargai perbedaan gender yang ada. Menjadikan wanita bukan lagi sebagai obyek yang selalu dipandang rendah, melainkan mencoba sedikit menghilangkan stereotype buruk mengenai wanita.
d)     Bagi Pemerintah
Makalah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah agar lebih tegas dalam memberlakukan peraturan – peraturan berkenaan dengan ketenagakerjaan dan menindak tegas para oknum – oknum yang melanggar, agar tidak banyak terjadi kasus – kasus semacam ini dan menjadi tugas pemerintah untuk memberikan sosialisasi bagi masyarakat untuk tidak memandang rendah pada jenis kelamin tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.    Pengertian Gender

Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (John M. echols dan Hassan Sadhily, 1983: 256). Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9).
Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.

2.    Pengertian Ketidakadilan gender

Ketidakadilan gender adalah berbagai tindak ketidakadilan atau diskriminasi yang bersumber padakeyakinan gender. Ketidaksetaraan didepan hukum, ketidaksetaraan peluang danketidaksetaraan dalam hak bersuara dimana baik kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
  
2.1 Bentuk-bentuk ketidakadilan gender
A. Marjinalisasi atau Pemiskinan

Suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagiperempuan atau laki-laki. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok.
            Bentuknya macam-macam:
  1. Terpinggirkannya karier perempuan untuk menjadi pimpinan, promosi atau pendidikan lanjut karena dianggap tidak sesuai jadi pimpinan
  2. Perempuan tidak perlu pendidikan tinggi karena akhirnya nanti juga ke dapur
  3. Pada laki-laki, adanya anggapan bahwa mereka sebagai penyangga ekonomi keluarga, akibatnya banyak yang drop-out karena harus bekerja
(http://www.rudifebriamansyah.webege.com/web_documents/sessi_4_ketidakadilan_gender.pdf)
Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender.
Contoh :
1). Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima.
2). Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti  sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.
3). Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan pekerja perempuan.
B.     Subordinasi atau penomorduaan

Sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan padaposisi yang lebih rendah dibanding laki-laki dibangun atas dasar keyakinan satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding yang lain. Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan public atau produksi.(http://www.rudifebriamansyah.webege.com/web_documents/sessi_4_ketidakadilan_gender.pdf)
Bentuknya macam-macam:
  1.     Perempuan lebih dikalahkan dari laki-laki dalam pendidikan oleh keluarganya
  2.       Perempuan dianggap tidak cocok untuk berbagai pekerjaan
  3. c)     Mengurus rumahtangga dianggap sebagai kodrat perempuan, dll

Contoh :
  1.      Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran pengambil keputusan atau penentu kebijakan disbanding laki-laki.
  2.     Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai lajang, karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak.
  3.  Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik (anggota legislative dan eksekutif ).
C.    Stereotype atau Pelabelan Negatif.

Stereotype berarti pemberian citra bakuatau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain.Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan.
Bentuknya macam-macam:
1.      Perempuan bersolek dianggap memancing perhatian lawan jenis, sehingga jika terjadi pelecehan seksual maka perempuan yang disalahkan.
2.      Bayi perempuan diberi warna pink (feminim) dan laki-laki warna biru (maskulin) dll
3.      Perempuan perayu, mudah selingkuh.
Contoh :
a)      Perempuan dianggap cengeng, suka digoda.
b)      Perempuan tidak rasional, emosional.
c)      Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting.
d)      Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan.
e)      Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.

D.    Violence atau Kekerasan terhadap perempuan

Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya akibatnya berupa kerusakan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis pada perempuan termasuk ancaman-ancaman dari perbuatan semacam itu, seperti paksaan atau perampasan yang semena-mena atas kemerdekaan, baik yang terjadi di tempat umum atau di dalam kehidupan pribadi seseorang.  (http://sofyaneffendi.wordpress.com/2011/07/26/macam-macam-ketidakadilan-gender/)
Contoh :
  1. Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya di dalam rumah  tangga.
  2. Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan. Perkosaan juga bisa terjadi dalam rumah tangga karena konsekuensi tertententu yang dibebankan kepada istri untuk harus melayani suaminya. Hal ini bisa terjadi karena konstruksi yang melekatinya.
  3. Pelecehan seksual (molestation), yaitu jenis kekerasan yang terselubung dengan cara memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.
  4. Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.
  5. Genital mutilation: penyunatan terhadap anak perempuan. Hal ini terjadi karena alasan untuk mengontrol perempuan.
  6. Prostitution: pelacuran. Pelacuran dilarang oleh pemerintah tetapi juga dipungut pajak darinya. Inilah bentuk ketidakadilan yang diakibatkan oleh sistem tertentu dan pekerjaan pelacuran juga dianggap rendah.

E.     Beban ganda

Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.
Segala bentuk ketidakadilan gender tersebut di atas termanifestasikan dalam banyak tingkatan yaitu di tingkat negara, tempat kerja, organisasi, adat istiadat masyarakat dan rumah tangga.Tidak ada prioritas atau anggapan bahwa bentuk ketidakadilan satu lebih utama atau berbahaya dari bentuk yang lain. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut saling berhubungan, misalnya seorang perempuan yang dianggap emosional dan dianggap cocok untuk menempati suatu bentuk pekerjaan tertentu, maka juga bisa melahirkan subordinasi.Perbedaan gender akan melahirkan ketidakadilan yang saling berhubungan dengan perbedaan tersebut berikut tabelnya analisanya:
Keyakinan Gender
Bentuk Ketidakadilan Gender
Perempuan: lembut dan bersifat emosional
Tidak boleh menjadi manajer atau pemimpin sebuah institusi
Perempuan: pekerjaan utamanya di rumah dan kalau bekerja hanya membantu suami (tambahan)
Dibayar lebih rendah dan tidak perlu kedudukan yang tinggi/penting
Lelaki: berwatak tegas dan rasional
Cocok menjadi pemimpin dan tidak pantas kerja dirumah dan memasak

 3.      Work

Konteks kerja dalam banyak hal sangat berbeda. Para wanita dalam sebuah penelitian bekerja di perguruan tinggi, universitas, rumah sakit, pemerintah daerahkantor, kantor telekomunikasi, di toko-toko, dan beberapa di pos penyortiran. Di banyakorganisasi di mana para wanita bekerja, hierarki yang didominasi oleh laki-laki. Di Amerika, perempuan  yang memegang peran penting adalah perempuan berkulit putih, meskipun ini cenderung lebih sedikit jumlahnya. Dalam pelayanan kesehatan, perempuan melaporkan:hanya satu manajer berkulit hitam dan orang berkulit hitam yang lainnya bekerja dikantin.Dalam dunia kerja orang berkulit hitam bekerja  pada tingkat yang lebih rendah, tetapi dalam hal pengelolaan keuangan pada perusahaan diduduki oleh orang berkulit putih.


  BAB III
KASUS
3.1 Ketidakadilan Gender yang Dialamioleh TKW Indonesia
May 13, 2012 
Kemiskinan telah menjadi masalah pelik yang tidak kunjung selesai di negara-negara berkembang terutama Indonesia dengan jumlah kemiskinan di Indonesia berdasarkan pernyataan Menteri Koordinastor Kesejahteraan Rakyat Indonesia pada tahun 2011 sebesar 12,36%. Menurut dara Badan Nasuonal Penempatan dan Perlindungan / Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) jumlah tenaga kerja Indonesia di luar negeri pada tahun 2011 sekitar 3,27 juta orang. Sementara menurut Lembaga Migrant Care, jumlah TKI mencapai 4,5 juta orang. Skeitar 70% adalah TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Berdasarkan data BNP2TKI sebagian besar TKW terdisik dan terampil yang mayoritas di sektor informal. Sedang Tenaga kerja laki-laki meski lulusan sekolah menengah pertama ditempatkan pada posisi-posisi yang lebih layak dari TKW karena mereka dianggap lebih mampu. Selain itu faktor kebudayaan Negara tertentu lebih menjunjung laki-laki daripada perempuan misalnya seperti di Negara-negara Islam seperti Arab Saudi. TKI yang bekerja di Malaysia merupakan jumlah TKI terbesar, yaitu sekitar 2juta orang. Tindakan memilih untuk bekerja sebagai TKW membuat wanita terutama yang tinggal di pedesaan tanpa bekal hardskill dan softskill yang mapan harus menelan pahit keadaan-keadaan sepeerti penyiksaan oleh majikan, pelecehan seksual, korban human trafficking, perbudakan dengan keji, dibayar dengan gaji yang rendah dengan tuntutan jam kerja yang berlebih, bahkan ada yang harus mengalami hukuman gantung dari pemerintah negara pengimpornya akibat difitnah oleh majikannya. 

Berdasarkan BNP2TKI, tahun 2008 terdapat 45.626 kasus yang menimpa 4,3 juta TKI di Luar Negeri Jumlahkasus terbesar terjadi di Arab, 22.035.kasus, dan beberapa Negara Timur Tengah lainnya, seperti UEA 3.866 kasus, dan Qatar 1.516 kasus.

3.2 Kasus Kekerasan Perempuan Indonesia Capai 119
TEMPO.CO, Jakarta - Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan Sedunia telah dicanangkan sejak 1981. Namun, hingga 2012 ini, kasus kekerasan pada wanita terus terjadi. Dalam periode 2011 saja, perkara kekerasan terhadap perempuan di Indonesia mencapai angka 119.107."Jumlah ini meningkat dari 2010, sekitar 105.103 kasus," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan, Masruchah, di Koran Tempo, Ahad, 24 November 2012.Dari jumlah kasus itu, Masruchah melanjutkan, 96 persennya merupakan kekerasan domestik. Artinya, si pelaku adalah orang terdekat korban. Entah itu suami, pacar, keluarga, atau saudaranya. Bentuk kekerasan itu sendiri tak melulu berupa penyiksaan fisik. Tapi bisa juga tindakan yang menyakiti secara psikologis dan seksual. "Pelakunya bisa individu atau komunitas, seperti kelompok, organisasi, maupun lembaga negara," kata Masruchah.Kekerasan yang terjadi terhadap perempuan biasanya disebabkan ketimpangan atau ketidakadilan gender. Seperti perbedaan peran serta hak antara perempuan dan laki-laki di masyarakat. Dengan demikian menempatkan perempuan dalam status lebih rendah daripada pria.Hak istimewa pria inilah yang menjadikan perempuan seperti barang milik pria yang bisa diperlakukan semaunya. Termasuk dengan tindak kekerasan.
Dalam konteks kekerasan terhadap perempuan, negaralah yang seharusnya memberi perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Namun yang terjadi adalah kebalikannya. Pelanggaran negara dalam soal penegakan hak asasi manusia lebih sering dialami perempuan. “Karena tubuh perempuan dikriminalkan,” katanya.Masruchah mencontohkan peraturan daerah yang tidak bersahabat dengan perempuan. Yakni Peraturan Pemerintah Kota Tangerang yang menyatakan perempuan pulang malam disamakan dengan pelacur. "Dan peraturan ini sudah memakan korban,” ujarnya.
(Sumber : http://Koran Tempo.co/)

3.3 Kekerasan dan Jurnalisme Perspektif Gender

Komposisi jurnalis perempuan dan pria masih sangat timpang. Riset aliansi jurnalistik Indonesia (AJI) tahun 2012 mencatat dari 10 jurnalis hanya ada 2-3 kaum perempuan. Atau dari 1000 jurnalis hanya ada 200-300jurnalis perempuan. Dari komposisi yang memprihatinkan tersebut menurut riset AJI hanya 17% jurnalis perempuan yang pernah mengikuti pelatihan isu gender. Ketimpangan yang sangat terasa terutama di daerah – daerah kecuali Jakarta yang komposisinya mencapai 40 % : 60 %.(Sumber : http:// Koran Opini.com/)

BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kesempatan ini kelompok kami mengangkat tiga  kasus mengenai isu gender di tempat kerja. Kasus 1 mengenai kasus diskriminasi yang menimpa para TKW asal Indonesia di tempat kerja mereka. Banyak perlakuan yang tidak manusiawi yang mereka terima baik perlakuan yang tidak menyenangkan berupa fisik maupun psikis. Sedangkan kasus 2 mengenai stereotype yang telah mengakar di masyarakat mengenai perempuan, hingga dari sinilah bermunculan banyak sekali perlakuan yang tidak adil menimpa perempuan baik dalam kehidupan di masyarakat maupun dalam lingkungan pekerjaan. Sedangakan pada kasus 3 mengenai diskriminasi gender pada lingkungan pekerjaan di bidang jurnalistik, yang mana terjadi ketimpangan antara jumlah jurnalis wanita dan jurnalis laki – laki karena stereotype yang mengekar di masyarakat bahwa wanita itu lemah sehingga tidak mungkin efektif dalam menjalankan tugasnya serta sedikitnya para jurnalis perempuan yang ikut pelatihan isu gender. 
Setelah penjabaran dari teori dan kasus pada bab sebelumnya kini kami akan mencoba untuk mengkajinya berdasar teori yang telah kami jabarkan sebelumnya mengenai ketidak adilan gender, gender, dan work.
Menurut kelompok kami ada beberapa bentuk diskriminasi gender yang terjadi di Indonesia, diantaranya sebagai berikut :
a.                   Marjinalisasi atau pemiskinan.
Marjinalisasi merupakan suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagiperempuan atau laki-laki dengan menggunakan asumsi gender.Pada ketiga kasus ini ada bentuk diskriminasi gender yaitu marjinalisasi dimana para wanita dipandang lebih rendah sehingga mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dari masyarakat setempat seperti pelecehanseksual, korbanhuman trafficking, perbudakandengankeji, dibayardengangaji yang rendahatautidakdigajidengantuntutan jam kerja yang berlebih. Sehingga secara tidak langsung hal ini sama dengan proses pemiskinan pada kaum perempuan.
b.                  Subordinasi atau penomorduaan.
Subordinasi atau penomorduaan merupakan sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan padaposisi yang lebih rendah dibanding laki-laki dibangun atas dasar keyakinan satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding yang lain. Pada ketiga kasus ini ada bentuk diskriminasi gender subordinasi atau penomorduaan dimana perempuan diberikan posisi yang informal pada suatu pekerjaan meskipun mereka memiliki ketrampilan dan juga keahlian dibanding laki – laki. Namun, tetap saja misalkan pada kasus pertama para TKW ini diberikan posisi dibawah para pekerja laki – laki. Sebagai wujudnya adalah dengan ditempatkannya mereka pada posisi – posisi yang informal pada suatu pekerjaan yang hanya didasarkan pada asumsi gender bahwa mereka ini hanya pencari nafkah sampingan sehingga tidak perlu menempati posisi – posisi yang formal dalam suatu pekerjaan.
c.                   Stereotype
Stereotype berarti pemberian citra bakuatau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.Pada ketiga  kasus ini ada bentuk pemberian sterotype atau pelabelan dari masyarakat pada wanita. Bahwa mereka hanya wanita yang lemah, tidak terdidik, tidak memilki ketrampilan, dan stereotype negatif lainnya sehingga memunculkan diskriminasi pada kaum wanita dalam hal posisi pada suatu pekerjaan serta perlakuan yang mereka terima dari masyarakat sekitar.
d.                  Violance atau Kekerasan
Violence atau kekerasan berarti tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya akibatnya berupa kerusakan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis pada perempuan termasuk ancaman-ancaman dari perbuatan semacam itu, seperti paksaan atau perampasan yang semena-mena atas kemerdekaan, baik yang terjadi di tempat umum atau di dalam kehidupan pribadi seseorang. Pada ketiga kasus ini banyak terjadi bentuk ketidakadilan gender atau kekerasan pada wanita dari masyarakat sekitar tempat dimana mereka bekerja mulai dari kekerasan fisik seperti menyetrika tubuh mereka, menyiram mereka dengan minyak panas, memperkosa dan kekerasan fisik lainnya hingga kekerasan non fisik seperti menghina mereka, mengancam, dan kekerasan non fisik lainnya yang diterima para wanita.
e.                   Beban Ganda.
Beban ganda adalah beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Pada ketiga kasus ini banyak diantara para TKW ini yang mengalami diskriminasi gender. Selain sebagai pencari nafkah para wanita  ini juga menjadi figur seorang ibu dan juga istri. Sehingga mereka memilki beban ganda.

BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perbedaan gender bukanlah masalah, sepanjang perbedaan ini tidak menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan.Oleh karena itu perlu adanya pemahaman yang tuntas mengenai konsep gender dan seks. Karena konsep gender yang telah melekat dalam masyarakat dengan proses yang panjang maka pelurusan pemahaman juga membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Semua permasalahan yang terjadi akibat asumsi gender yang sudah melekat pada masyarakat memberikan dampak yang sangat buruk bagi fisik dan psikis korban ketidak adilan gender. Kurangnya jaminan perlindungan dari pemerintah Indonesia serta lemahnya pelaksanaan undang-undang yang mengatur urusan diskriminasi, pemiskinan, sub ordinasi, stereotype, maupun kekerasan yang dialami oleh korban yang membuat masalah ini kian marak. Peristiwa yang terjadi dalam contoh kasus telah menggambarkan betapa banyaknya ketidak adilan gender yang dirasakan oleh wanita. Dari semua macam-macam bentuk ketidakadilan gender yang dapat terjadi di tempat kerja, hal yang paling sering terjadi adalah adanya stereotype terhadap kaum wanita yang dapat melemahkan semangat dan potensinya sehingga berpengaruh pada kinerjanya dan mengakibatkan pemiskinan pada pihak perempuan.

 5.2 Saran
Perlu adanya solusi untuk mengurangi masalah ketidak adilan gender di kalangan pekerja wanita. Salah satu upayanya berupa pemberdayaan wanita yang sesuai dengan kondisi lingkungan tempat dia berasal. Misalnya dia berasal dari daerah pesisir, pemberdayaan di bidang perikanan baik itu dalam kegiatan budidaya perikanan maupun kegiatan pengolahan hasil-hasil perikanan. Jika dia berasal dari daerah pertanian, pemberdayaannya di bidang budidaya hasil panen dan pengolahannya. Dimana para wanita diikutsertakan dalam kegaitan entrepreneurship di bidangnya masing-masing yang dapat dikelola oleh mereka sendiri serta home industry untuk pengolahan hasil produknya. Hal ini untuk menurunkan tingkat human trafficking yang kebanyakan korbannya adalah wanita ke luar negeri maupun di dalam negeri sendiri. 
Selanjutnya perlu adanya bantuan dna pinjaman lunak dari pemerintah agar mereka mampu memulai usaha mereka Dengan kebijakan ini diharapkan pilihan hidup untuk menjadi TKW dapat dikurangi hingga ketidak adilan gender pun dapat dikurangi. Karena solusi ini memperkuat peran wanita pada sektor publik sebagai sumber pemasukan bagi peningkatan perekonomian bangsa.

Comments

Popular posts from this blog

CARA SKORING TES PSIKOLOGI VSMS

Laporan dan Deskripsi Observasi VSMS

Analisis Film menurut Teori Psikologi Sosial