PENGABDI MASYARAKAT- PENGAMAT KORUPSI

Pengabdi Masyarakat - Pemerhati Manusia Pengamat Korupsi - Pelaksana Nurani

Lanjut pengalaman saya sebagai seorang pengabdi masyarakat yang melihat masyarakat dengan lebih dekat.

Saya mengalami banyak peristiwa yang menghantarkan saya untuk menjadi pribadi yang lebih peka. Di daerah, isu-isu sosial tidak terlalu jauh. Bisa jadi hanya hal yang kelihatannya sepele saja. Misal TK/Paud yang didirikan bukan murni untuk membuat anak-anak usia TK dan Paud mendapatkan haknya dalam bidang pendidikan, namun oknum-oknum yang terkait membuat sebuah 'lembaga' untuk mendapatkan dan menyerap banyak bantuan dari pemerintah yang pelaksanaannya nihil. Saya mendapati kasus ini dekat dengan tempat tinggal saya saat ini di Provinsi Sulawesi Tengah, TK ini memalsukan Anggaran Belanja sekolahnya untuk bisa menyerap sebanyak mungkin dana yang diterima dari pemerintah, laporan pertanggungjawaban anggaran pun di mark-up sedemikian rupa sehingga debit dan kreditnya bisa menjadi balance. Berbagai upah pun dibuat ada padahal nyatanya tidak ada, misal upah operator sekolah ditulis Rp.250.000 per kegiatan, namun dalam pelaksanannya yang diterima operator hanya Rp 25.000 saja. Berbagai kegiatan fiktif pun dicantumkan termasuk juga data siswa. Hanya untuk memenuhi persyaratan jumlah minimal dan untuk menyerap dana pemerintah yang lebih banyak, data siswa diambil semabarangan bahkan bayi yang baru lahir pun dimasukkan ke dalam data siswa. Program belajar dan mengajar berlamngsung tidak profesional, tidak ada alat peraga, jumlah siswa yang sedikit hanya 15 orang tidak bisa ditangani dengan baik oleh kepala sekolah dan bunda Paud atau guru. Tidak ada tes kemampuan untuk mengukur kesiapan siswa untuk melanjutkan ke SD, asal cukup umur 7 tahun semua di suruh naik ke SD. Penguasaan materi dan kemampuan kognitif belum berkembang secara baik, namun karena pengelolaan yang buruk membuat anak-anak menjadi tidak terarah. Seringkali anak-anak yang masuk SD sama sekali tidak mengenal huruf dan angka.

Di kecamatan tempat saya tinggal sekarang, tidak ada satupun sekolah berkebutuhan khusus. Tidak ada TK-BK tidak ada SD-BK (TK-SD Berkebutuhan Khusus), bahkan tiap-tiap kabupaten yang ada di Sulawesi ini saya tidak terlalu yakin sudah menyiapkan fasilitas untuk anak-anak dengan disabilitas atau bahkan yang berkebutuhan khusus. Saya tidak sedang membicarakan program departemen sosial, karena program itu bisa saja tiap tahun berganti-ganti dengan beraneka sistem seiring dengan bergantinya posisi oknum yang menjabat. Demikian juga dengan agenda yang konservatif yang selalu dicuap-cuapkan merasa agenda atau program itu sudah langkah terbaik yang bisa dilakukan yaitu dengan "bagi-bagi uang", "bagi-bagi sembako", "bagi-bagi susu". Mempersepsikan bahwa anak-anak atau orang-orang dengan kecacatan adalah "pengemis" yang perlu dikasihani dan memposisikan tangan mereka selalu dibawah sebagai peminta-minta. Tahukah bahwa sebenarnya mereka punya kemampuan yang bisa dikembangkan? Sebenarnya mereka bisa hidup mandiri dan independen. Kebutuhan anak-anak ini tidak hanya materi. Saya yakin rata-rata usia anak-anak tidak terlalu memerhatikan keberadaan materi. Yang lebih fundamental bagi mereka adalah adanya pendampingan, pembinaan, kasih sayang, dan supporting system yang positif. Mereka butuh fasilitas, infrastruktur yang ramah terhadap mereka, yang bisa mengeksplorasi kemampuan mereka. Mereka butuh edukasi dan kehadiran orang-orang yang memberikan nilai positif di hidup mereka secara langsung. Seringkali data keberadaan mereka di departemen-departemen terkait, dipalsukan atau mengada-ada. Kalaupun data itu sudah ada, tidak ada perpanjangan tangan yang utuh menyentuh mereka.

Sekarang, saya bertanya bukan hanya kepada pemerintah, namun para profesional muda, dimanakah keberadaanmu wahai lulusan-lulusan terbaik kampus-kampus negeri yang sudah dibiayai menggunakan pajak masyarakat dan uang negara? Lulusan-lulusan Konseling, lulusan-lulusan PG PAUD, Lulusan-lulusan PG TK, lulusan-lulusan Psikologi? Para akademisi dan praktisi? Jika kamu sudah berkarya sesuai bidangmu, syukurlah. Namun jika kamu menyimpang sebagai teller Bank, sebagai admin, sebagai operator, atau apapun yang kau banggakan karena gajimu lebih cukup menghidupimu ketimbang bekerja sesuai keilmuwanmu untuk masyarakat di sekitarmu. Mari lihatlah kembali, dimana sumbangsihmu pada bangsa yang sudah membiayaimu kuliah setinggi-tingginya?

Saya juga mendapati kecurangan-kecurangan oknum-oknum pegawai pemerintah, mengambil pungutan liar, dan korupsi. Masyarakat tidak memiliki bukti otentik atas kecurangan para pejabat daerah atau pejabat desa, namun kecurangan-kecurangan itu terjadi di depan mata dengan unsur saling kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Masyarakatya tidak bisa mengadukan hal demikian kepada siapapun, karena pihak yang harusnya menerima aduan juga ikut terlibat dalam persengkokolan jahat dan pemufakatan mengambil uang negara. Jika teman-teman berjalan di daerah-daerah yang ada di luar pulau Jawa, lihat saja banyaknya desa yang terbelakang, jalan-jalan infrastruktur yang berlubang dan bahkan belum di aspal. setiap proyek pembangunan kawasan wisata tersendat dan berhenti, mangkrak di tengah jalan. Bahkan di sini juga ada tambang pasir yang diambil semena-mena untuk dijual keluar daerah dengan pungutan liar yang diambil oleh pejabat desa, sedangkan masyarakat yang berada di sepanjang jalan menuju area tambang tidak mendapatkan manfaat sama sekali dengan keberadaan tambang itu. Jalan-jalannya tetap berbatu, tidak ada pembangunan infrastruktur dan listrik yang dibangun. Hutan-hutan masyarakat menjadi permainan antara perusahaan-perusahaan kelapa sawit dengan dinas terkait. Masyarakat minim edukasi tentang wilayah mereka, tanah yang bersertifikat dan pembagian hasil yang transparan. Ilegal logging, penebangan kayu-kayu yang belum cukup usia menjadi komoditas kantong para pejabat daerah, masyarakat yang keluar masuk hutan untuk menjaga hutan-hutan desa mereka, harus kalah dengan kepentingan-kepentingan yang masuk mengatasnamakan jabatan yang lebih tinggi.

Perlawanan masyarakat kecil tidak akan cukup untuk bisa didengar langsung, mereka hanya bisa berdoa, mengharapkan generasi-generasi yang akan memerangi segala kecurangan, korupsi dan intoleransi. Peran pengabdi masyarakat yang berada di antara pemerintah dengan masyarakat, pengabdi yang berintelektual, profesional dan juga bernurani, harus menjadi jembatan antara kebutuhan dengan kewenangan. Mengedukasi dari tingkat yang paling bawah dan berorasi dengan cara elegan kepada mereka yang duduk di singgasana pemerintahan.

Maukah, kamu membantu saya untuk juga membantu masyarakat kita? mengedukasi mereka dan juga ambil bagian di dalam pembangunan negeri? Tulislah pengalamanmu juga, supaya banyak orang mengenal lebih dekat sebagaimana buruk dan gentingnya negara kita, dan seberapa pentingnya generasi-generasi yang berkualitas ini dibangunkan untuk Indonesia Emas 2045.

Saya Cinta Indonesia. Saya ada untuk Indonesia. Saya ada untuk masyarakat yang ada di sekitar saya. Saya ada untuk menjadi jawaban dan solusi dari permasalahan pendidikan berkebutuhan khusus. Tapi saya saja tidak cukup. Nyatanya ada lebih dari 20 sekolah dalam satu kecamatan, yang masing-masing memiliki permasalahan dengan anak didiknya. Satu kecamatan ada lebih dari 10 lembaga pemerintahan termasuk juga lembaga desa dan didalamnya terdapat permasalahan-permasalahan hukum, ekonomi dan administrasi. Tentu perlu kerjasama dari berbagai pihak yang kompeten di bidangnya untuk memperbaiki yang telah rusak. Dan dalam satu kabupaten berapa banyak rumah sakit dan puskesmas yang memiliki dokter, dokter gigi, perawat, perawat gigi, perawat jiwa, psikolog, psikiater, laboran, tenaga kesehatan masyarakat, penyuluh? Belum. Belum cukup. Kami masih butuh kamu. Ya, kamu yang sedang membaca tulisan ini. Bersediakah kamu?

Comments

Popular posts from this blog

CARA SKORING TES PSIKOLOGI VSMS

Laporan dan Deskripsi Observasi VSMS

Analisis Film menurut Teori Psikologi Sosial